Pelatih Manchester City Pep Guardiola mencium trofi usai menjuarai Liga Champions di Ataturk Olympic Stadium, Istanbul, Turki (11/6/2023). Manchester City berhasil mengalahkan Inter Milan pada laga final Liga Champions ​​​​​​​dengan skor 1-0 yang juga melengkapi treble winners​​​​​​​ tim berjulukan The Citizens tersebut. ANTARA FOTO/REUTERS/Molly Darlington/aww.

Memiliki segalanya

Minggu dini hari tadi, pemain-pemain City tak memperlihatkan kegugupan seperti dua tahun lalu itu, sekalipun pada babak pertama mereka terlihat menjadi tim yang menanggung beban yang lebih berat.

Itu karena mereka memiliki segalanya, termasuk uang, yang bahkan dengan itu bisa mencapai sukses di luar lapangan sebagai tim paling kaya di dunia saat ini.

Uang sangat penting untuk kesuksesan Manchester City, terutama setelah dibeli konsorsium Abu Dhabi pada 2008.

Manakala masuk lapangan Stadion Ataturk, City sudah menyandang tim dengan nilai kapitalisasi termahal di dunia. Haaland cs ditaksir bernilai 1,1 miliar dolar AS atau hampir separuh nilai skuad Inter yang "hanya" 581 juta dolar AS.

Pemain-pemain City membuktikan diri bahwa harga tinggi mereka selaras dengan kinerja mereka di lapangan hijau, bahkan dalam musim pertamanya, Haaland yang dibeli dari Borussia Dortmund pada harga 64 juta dolar AS, mencetak 52 gol yang adalah terbanyak dibandingkan pesepakbola Eropa mana pun musim ini.

Namun, bagian terpenting dalam sukses The Citizen adalah tentu saja Pep Guardiola, yang sudah mempersembahkan liga trofi juara Liga Premier, dari total 14 trofi yang sudah dia anugerahkan kepada City.

Baca juga: Manchester City siap rengkuh peluang treble bersejarah

Guardiola adalah faktor yang membuat uang saja tak cukup. Ini berbeda dari Paris Saint Germain yang kendati kaya raya dan diperkuat pemain-pemain hebat, tetap tak bisa menggapai trofi tertinggi. Salah satu faktornya, adalah pelatih yang tidak tepat.

Pun di Liga Inggris, Chelsea yang juga kaya raya yang mampu mendatangkan pemain hebat mana pun, malah terperosok di papan tengah. Pelatih yang tidak tepat adalah salah satu pangkal masalah The Blues.

Sebaliknya, Guardiola adalah orang yang tepat yang bisa mengkorelasikan uang dengan kesuksesan, sekalipun harus menunggu tujuh tahun untuk membawa City meraih gelar juara Liga Champions pertamanya.

Sukses ketiganya dalam kompetisi elite Eropa ini setelah dua kali membawa Barcelona menjuarai Liga Champions, membuat Gaurdiola pantas disebut otak dari segala sukses City.

Dia adalah manajer sepak bola putra pertama di Eropa yang dua kali menciptakan treble, setelah pada musim 2008/2009 juga sukses mempersembahkan treble untuk Barcelona.

Bersama Stefan Kovacs, Guus Hiddink, Sir Alex Ferguson, Jose Mourinho, Jupp Heynckes, Luis Enrique dan Hansi Flick, dia masuk barisan pelatih elite yang sukses mempersembahkan tiga gelar sekaligus dalam satu musim kepada timnya.

Guardiola sendiri menyebut sukses City dalam Liga Champions tertulis dalam bintang-bintang di langit. Faktanya, dia memang telah mengantarkan City terbang ke tempat yang disebut laman klub ini sebagai "langit ketujuh."

Sukses ini juga membuat ekspektasi dan prediksi orang mengenai bagaimana Manchester City musim depan menjadi semakin liar. Itu mungkin bukan lagi tentang apakah klub ini bakal kembali berjaya, tetapi juga tentang sejarah apa lagi yang hendak mereka buat.

Baca juga: Pep: Sebuah hak istimewa jika dapat memenangkan Trebel Winners

Copyright © ANTARA 2023