IHT merupakan sektor padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja.
Jakarta (ANTARA) - Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) meminta aturan pertembakauan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan tidak mendiskriminasi industri hasil tembakau (IHT).

Ketua Gaprindo Benny Wachjudi dalam keterangan di Jakarta, Rabu, mengatakan 

Data Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan mencatat sekitar 6 juta pekerja mulai dari petani, karyawan pabrik, hingga pedagang kecil dan menengah menjadi salah satu kontributor utama dalam penerimaan keuangan negara melalui sektor cukai dan pajak.

"Kami menyampaikan langsung kepada Bapak Ketua Panja untuk berkenan mempertimbangkan sejumlah masukan industri terhadap beberapa pasal yang dinilai tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan rawan konflik kepentingan. Hingga saat ini, belum ada alternatif industri yang dapat menyerap tenaga kerja sebesar ini," kata Benny.

Baca juga: UI: Pohon hingga limbah tembakau miliki nilai ekonomi tinggi

Pernyataan itu disampaikan Benny kepada Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan Komisi IX DPR RI dalam diskusi dalam proses legislasi pembentukan pasal tembakau di RUU Kesehatan.

Benny menambahkan, tidak ada justifikasi hukum yang kuat pada RUU untuk mengategorisasikan hasil tembakau, dalam hal ini rokok, dengan narkotika dan psikotropika.

Terlebih, di pasal tembakau tersebut, Kementerian Kesehatan akan memiliki kewenangan dalam mengatur standardisasi kemasan produk tembakau yang dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan antarkementerian dan disharmonisasi, padahal pengaturan tentang jumlah isi dan kemasan sudah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan dengan mengacu kepada Undang-Undang tentang Cukai.

Benny melanjutkan, keberadaan pasal tembakau di RUU Kesehatan dikhawatirkan menimbulkan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan visi pemerintah dalam melakukan harmonisasi peraturan melalui metode omnibus.

Baca juga: APVI: Rokok elektrik potensial jadi industri unggulan baru

Oleh karena itu, Benny meminta pengaturan terkait produk tembakau tidak turut dibahas dalam RUU Kesehatan yang bertujuan untuk melakukan reformasi kesehatan.

"Jangan sampai kebijakan ini dinyatakan cacat formil setelah disahkan karena dalam proses pembentukan tidak melibatkan partisipasi publik yang maksimal sebagai salah satu syarat pembentukan undang-undang yang baik. Kami harap pemerintah dapat menghadirkan kebijakan yang adil dan berimbang serta mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial terhadap seluruh rantai pasok IHT," pintanya.

Senada, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan juga meminta Panja RUU Kesehatan memperhatikan kondisi IHT yang rentan tertekan jika aturan ini disahkan. Saat ini daya jual terus menurun karena daya beli yang melemah.

"Situasi industri saat ini sedang terpuruk," katanya.

Baca juga: Rieke Diah Pitaloka serukan kawal hasil Rapat Panja RUU Kesehatan

Henry mengatakan Gappri juga telah melayangkan surat permohonan kepada Presiden Jokowi untuk meninjau ulang pasal tembakau di RUU Kesehatan yang akan dinilai dapat mematikan IHT.

Ia memastikan akan terus mengawal proses pembentukan aturan ini agar adil dan transparan.

"Harapan kami tidak ada lagi peraturan-peraturan baru yang akan membuat industri ini semakin sulit," imbuh Henry.
 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023