Baik impor maupun ekspor pada Mei 2023 diperkirakan menurun secara tahunan tapi tumbuh dibandingkan bulan sebelumnya setelah libur Lebaran pada April 2023,
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan neraca dagang akan mengalami surplus 3,07 miliar dolar AS pada Mei 2023,  menurun dibandingkan surplus neraca dagang pada April yang sebesar 3,94 miliar dolar AS.

"Baik impor maupun ekspor pada Mei 2023 diperkirakan menurun secara tahunan tapi tumbuh dibandingkan bulan sebelumnya setelah libur Lebaran pada April 2023," katanya dalam keterangan resmi, Rabu.

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan realisasi data perdagangan internasional Indonesia di Mei 2023 pada 15 Juni 2023.

Baca juga: Ekonom: Defisit transaksi berjalan 0,61 persen dari PDB di 2023

Faisal juga memperkirakan ekspor Indonesia berkontraksi sebesar 4,29 persen secara tahunan pada Mei 2023, lebih lemah dari kontraksi sebesar 29,40 persen secara tahunan pada April 2023.

"Kontraksi tersebut masih disebabkan oleh penurunan harga komoditas dan risiko perlambatan ekonomi global. Selain itu, pelemahan kontraksi ini terkait dengan base effect yang rendah karena lebaran, yang menurunkan ekspor, tahun ini jatuh pada April 2023 sedangkan lebaran tahun lalu jatuh pada Mei 2022," katanya.

Secara bulanan, ekspor diperkirakan tumbuh sebesar 6,76 persen karena kegiatan ekonomi cenderung kembali normal pasca-Lebaran.

Ia juga memprediksi impor terkontraksi lebih lambat dari 22,32 persen secara tahunan pada April 2023 menjadi terkontraksi 5,86 persen secara tahunan pada Mei 2023.

"Kombinasi penurunan harga komoditas, kondisi ekonomi global yang lemah, dan tahun politik domestik memicu aksi wait and see dalam kegiatan investasi dan produksi," katanya.

Baca juga: Ekonom perkirakan defisit transaksi berjalan 0,65 persen PDB di 2023

Secara bulanan, impor terlihat meningkat sebesar 14,15 persen atau kembali normal setelah libur Lebaran.

Ke depan, kinerja ekspor diperkirakan akan terus melemah akibat penurunan harga komoditas karena penurunan permintaan global.

"Sebagian besar bank sentral menerapkan suku bunga acuan yang lebih tinggi untuk menjinakkan inflasi yang membandel. Dengan demikian, kami tetap mengantisipasi surplus perdagangan yang cenderung terus menyempit" katanya.

Namun, surplus perdagangan dapat bertahan lebih lama karena harga komoditas akan turun lebih bertahap lantaran pembukaan kembali ekonomi China, pengurangan produksi minyak OPEC+, produksi beberapa komoditas yang lebih rendah di tengah kemungkinan El Nino, dan meredanya krisis energi global.

"Secara keseluruhan, kami memperkirakan neraca transaksi berjalan pada 2023 akan mencatat defisit yang terkendali yakni minus 0,65 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)," katanya.

Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023