Beirut (ANTARA) - Perpecahan politik yang semakin parah di Lebanon diperkirakan akan menggagalkan usaha untuk memilih presiden baru pada Rabu, dengan mobilisasi dari kelompok kuat Syiah, Hizbullah, yang menentang upaya partai-partai Kristen untuk memenangkan seorang pejabat senior IMF.

Parlemen Lebanon akan melaksanakan sidang untuk ke-12 kalinya untuk mengisi kursi kepresidenan, jabatan yang telah disediakan untuk seorang Kristen Maronit dalam sistem sektarian Lebanon yang telah kosong sejak masa jabatan Michel Aoun yang bersekutu dengan Hizbullah berakhir pada Oktober.

Di tengah meningkatnya ketegangan, faksi-faksi utama Syiah siap untuk melawan langkah kelompok-kelompok termasuk dua partai Kristen terbesar di Lebanon untuk memilih Jihad Azour, mantan menteri keuangan dan direktur Dana Moneter Internasional (IMF) untuk Timur Tengah.

Kekosongan pemerintahan Lebanon belum pernah terjadi sebelumnya. Negara ini tidak memiliki kepala negara maupun kabinet yang memiliki kapasitas penuh untuk mengatasi krisis keuangan yang bisa melumpuhkan negara.

Hizbullah dan sekutu terdekatnya diperkirakan akan mundur dari sidang parlemen tersebut untuk mengurangi jumlah minimal dari pemungutan suara.

Kelompok itu, yang mengatakan sedang menjalankan hak konstitusionalnya, mendukung sekutu dekatnya yang beragama Kristen, Suleiman Frangieh, teman Presiden Suriah Bashar al-Assad yang sangat mendukung hak Hizbullah untuk memiliki senjata.

Hizbullah, yang ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh Amerika Serikat, telah mengeluarkan argumen sengit dalam kampanye mereka melawan Azour, yang disebut sebagai calon konfrontasi di Lebanon.

Sementara itu, Mufti Syiah Lebanon, Sheikh Ahmad Qabalan, melakukan serangan pada  Minggu terhadap Azour tanpa menyebutkan namanya, menuduhnya didukung oleh Israel dan mengatakan "seorang presiden dengan cap Amerika tidak akan bisa menang".

Azour, 57, mengatakan dia ingin membangun persatuan nasional dan menerapkan reformasi di negara yang terperosok dalam krisis terdalam sejak perang saudara pada 1975-1990.

Azour menjabat sebagai menteri keuangan Lebanon dari 2005 hingga 2008, sebuah periode konflik politik yang mengadu domba pemerintah yang didukung oleh Barat dan Arab Saudi melawan pihak yang bersekutu dengan Suriah dan dipimpin oleh Hizbullah.

Pendukung Azour adalah partai Pasukan Kristen Lebanon anti-Hizbullah, dan Gerakan Patriotik Bebas (FPM) yang dipimpin oleh Gebran Bassil - sekutu Hizbullah.

Perpecahan timbul pada Selasa (13/6) malam ketika Bassil mengatakan tidak ada yang bisa menahan orang Kristen menang dalam pemilihan presiden, dan memperingatkan risiko yang timbul jika negara dan Syiah terseret ke dalam konflik agama dan nasional, meskipun dia mengatakan tidak akan membiarkan hal ini terjadi.

Bassil mengatakan partainya sedang dalam perselisihan dengan Hizbullah, yang dia desak untuk menghentikan bahasa yang mengintimidasi dan mengancam serta menghentikan upaya untuk menjauhkan anggota parlemen FPM dari memilih Azour.

Azour juga mendapat dukungan dari Partai Sosialis Progresif yang dipimpin oleh keluarga Jumblatt, dan beberapa anggota parlemen Muslim Sunni.

Kekuasaan Hizbullah di parlemen - di mana 128 kursi dibagi rata antara kelompok Kristen dan Muslim - mengalami kemunduran tahun lalu ketika kelompok tersebut dan sekutunya kehilangan mayoritas.

Parlemen membutuhkan 86 anggota parlemen untuk memenuhi jumlah minimum suara yang harus hadir untuk mengambil suatu keputusan (kuorum) dan pemungutan suara putaran pertama juga membutuhkan 86 suara untuk menang. Sementara di putaran berikutnya, hanya diperlukan 65 suara.

Sumber: Reuters
Baca juga: Lebanon hadapi peningkatan tekanan untuk pilih presiden baru
Baca juga: Suriah Tuduh AS Campurtangan Dalam Pemilu di Lebanon
Baca juga: Hizbullah Dan Sekutunya Kalah Dalam Pemilihan di Lebanon

Penerjemah: Resinta Sulistiyandari
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023