Indonesia terpilih secara aklamasi sebagai co-chair bersama dengan Jerman."
Jakarta (ANTARA News) - Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 yang berlangsung di Moskow, Rusia, sepakat untuk menunjuk Indonesia bersama Jerman untuk menjadi ketua bersama grup studi pembiayaan untuk investasi jangka panjang.

"Indonesia terpilih secara aklamasi sebagai co-chair bersama dengan Jerman," demikian diungkapkan keterangan pers tertulis Kementerian Keuangan terkait hasil pertemuan G20, yang diterima di Jakarta, Minggu malam.

Dalam forum G20 yang berlangsung selama dua hari tersebut, pada 15-16 Februari 2013, delegasi Indonesia diwakili oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo dan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution.

Grup studi atau Study Group Financing for Investment (SG-FI) ini akan bekerjasama dengan Bank Dunia, OECD, IMF, FSB, PBB, UNCTAD dan beberapa organisasi internasional lainnya untuk menentukan arah pembahasan dan pembiayaan infrastruktur kedepan.

Indonesia dan Jerman akan melaporkan perkembangan grup studi pada berbagai forum pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral, untuk kemudian menjadi dasar komitmen negara G20 yang dituangkan pada KTT kepala negara di St Petersburg, Rusia, pada 5-6 September 2013.

Salah satu target dari grup studi ini adalah bekerjasama dengan OECD, untuk menghasilkan Prinsip-Prinsip Utama Investasi Jangka Panjang dengan Pendanaan oleh para Institusi Investor, yang nantinya menjadi bagian kesepakatan KTT.

OECD akan menyampaikan laporan analisis mengenai pengembangan instrumen alternatif pembiayaan dan insentif infrastruktur serta optimalisasi dana pensiun untuk mendukung pembiayaan infrastruktur jangka panjang.

Sementara, FSB akan berperan sebagai lembaga yang akan memonitor dampak reformasi regulasi keuangan terhadap arus pendanaan investasi jangka panjang.

Hasil pertemuan G20 juga meminta lembaga pembiayaan multilateral untuk berperan sebagai katalis dalam memobilisasi dana pembiayaan infrastruktur diantaranya melalui Public Private Partnership (PPP), serta memberikan bantuan teknik khususnya pada persiapan proyek.

Forum juga membahas pentingnya ketersediaan pendanaan investasi jangka panjang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan permintaan domestik negara anggota G20 serta menyambut baik laporan diagnostik yang disampaikan oleh Bank Dunia yang dijadikan sebagai dasar pembahasan isu pembiayaan infrastruktur.

Sedangkan beberapa instrumen keuangan seperti pasar obligasi dengan nilai rupiah atau Local Currency Bond Market (LCBM), pasar saham dan investor institutional perlu dikembangkan lebih lanjut untuk mendukung pembiayaan infrastruktur.

Selain itu, forum juga menyetujui usul Indonesia terkait penanganan utang luar negeri, dengan sepakat untuk meningkatkan transparansi pelaporan utang dan pinjaman sektor publik dengan meminta Bank Dunia serta IMF untuk menyusun kerangka pedoman transparansi.

Penanganan utang secara hati-hati dan sesuai batas kemampuan suatu negara diyakini akan meminimalkan risiko dari krisis keuangan. Untuk itu, forum akan melakukan proses monitoring dampak vulnerabilitas sektor keuangan terhadap utang sektor publik.

Pertemuan G20 juga mendorong agar reformasi dalam tubuh IMF terkait kuota bagi negara berkembang dapat segera diselesaikan, dan menghimbau negara-negara yang belum melakukan ratifikasi untuk segera menyampaikan surat ratifikasi.

Hingga saat ini baru sekitar 70 persen hak suara (vote) dari negara-negara anggota IMF, termasuk Indonesia, yang meratifikasi reformasi tata kelola serta hak suara yang telah disepakati pada 2010, dan masih dibutuhkan sekitar 15 persen hak suara tambahan untuk merealisasikan reformasi.

Lebih lanjut, pembahasan terkait kuota IMF dapat merefleksikan kekuatan ekonomi negara di dunia yang didominasi oleh peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) di negara-negara berkembang. Pertemuan berkomitmen mendorong kesepakatan dapat dicapai paling lambat pada bulan Januari 2014.

Sementara, hal-hal umum lainnya yang menjadi hasil pertemuan antara lain perkembangan ekonomi global, ekonomi dunia saat ini masih belum sepenuhnya pulih dari krisis yang terlihat dari lemahnya pertumbuhan ekonomi global, tingkat penggangguran yang tinggi di beberapa negara, ketidakpastian penyelesaian utang Eropa dan arah konsolidasi fiskal di AS serta belum pulihnya sistem intermediasi perbankan.

Untuk mengatasi hal ini, G20 sepakat untuk melaksanakan program reformasi struktural untuk mendukung sistem keuangan publik yang berkelanjutan. Negara-negara maju akan melaksanakan program kebijakan fiskal jangka menengah secara kredibel, memelihara stabilitas harga di pasar domestik, dan meminimalisasi dampak rambat kebijakan negatif ke negara lain.

Selain itu, negara-negara yang memiliki ruang fiskal yang lebar diharapkan dapat menggunakan kebijakan ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik. Untuk mengurangi ketidakseimbangan ekonomi global, negara anggota G20 juga sepakat melaksanakan kebijakan nilai tukar fleksibel yang berdasar pasar serta menolak kebijakan devaluasi dan volatilitas nilai tukar yang berlebihan di pasar keuangan. (ANT)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013