Singapura (ANTARA) - Harga minyak rebound di perdagangan Asia pada Kamis sore, setelah penurunan hari-hari sebelumnya karena data menunjukkan lonjakan dalam pengoperasian kilang di importir minyak mentah utama dunia China, meskipun latar belakang ekonomi yang lemah membatasi kenaikan.

Minyak mentah berjangka Brent terkerek 39 sen atau 0,6 persen, menjadi diperdagangkan di 73,59 dolar AS per barel pada pukul 06.30 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS menguat 39 sen atau 0,6 persen, menjadi diperdagangkan di 68,66 dolar AS per barel.

Kedua harga acuan merosot 1,5 persen pada Rabu (14/6/2023) setelah Federal Reserve AS memproyeksikan perlunya kenaikan suku bunga lebih banyak tahun ini, memicu kekhawatiran bahwa lingkungan suku bunga yang lebih tinggi akan memperlambat ekonomi dan menurunkan permintaan minyak.

Throughput (tingkat pengolahan) kilang minyak China pada Mei naik 15,4 persen dari tahun sebelumnya, data menunjukkan pada Kamis, mencapai rekor total tertinggi kedua.

Throughput yang lebih tinggi terjadi karena penyuling mengembalikan unit dari pemeliharaan terencana dan penyuling independen memproses impor murah.

Tetapi prospek ekonomi yang lemah membatasi kenaikan harga pada Kamis, karena produksi industri China dan pertumbuhan penjualan ritel pada Mei meleset dari perkiraan.

Produksi industri China tumbuh 3,5 persen pada Mei, turun dari ekspansi 5,6 persen pada April dan sedikit di bawah kenaikan 3,6 persen yang diharapkan oleh para analis dalam jajak pendapat Reuters, karena produsen berjuang dengan lemahnya permintaan di dalam negeri dan luar negeri.

Penjualan ritel negara itu, ukuran utama kepercayaan konsumen, naik 12,7 persen, meleset dari perkiraan pertumbuhan 13,6 persen dan melambat dari 18,4 persen pada April.

Data China yang suram membebani harga minyak, kata Priyanka Sachdeva, analis pasar di Phillip Nova.

"Pemulihan China usai COVID telah mulai  dan keadaan ekonomi kuartal pertama yang melunak telah sepenuhnya menghapus perkiraan kebangkitan China yang mendorong permintaan global untuk minyak ke rekor tertinggi," kata Sachdeva.

Kenaikan suku bunga AS yang menjulang juga meningkatkan kekhawatiran investor.

Prospek suku bunga yang tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama dapat menyebabkan tekanan pertumbuhan lebih lanjut dan menjaga kondisi permintaan minyak tetap terkendali, kata Yeap Jun Rong, ahli strategi pasar di IG.

"Sampai para pelaku pasar yakin bahwa yang terburuk telah berakhir dalam prospek ekonomi, yang belum menerima banyak validasi, harga minyak bisa tetap rendah lebih lama," kata Yeap.

Menambah kegelisahan pasar tentang permintaan bahan bakar yang lebih lemah, Bank Sentral Eropa yakin akan menaikkan biaya pinjaman ke level tertinggi dalam 22 tahun pada Kamis dan membiarkan pintu terbuka untuk kenaikan lebih lanjut.

Bank Sentral Inggris juga belum selesai dengan kenaikan suku bunga karena melawan inflasi, sebuah jajak pendapat Reuters terhadap para ekonom menemukan.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023