Jakarta (ANTARA) - Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya menilai putusan putusan Mahkamah Konstitusi yang memastikan sistem proporsional terbuka tetap berlaku pada Pemilu 2024 sejalan dengan semangat demokrasi.

"Kami sangat mengapresiasi putusan MK ini. Tentu ini sejalan dengan semangat demokrasi dan reformasi yang selama ini dicita-citakan," kata Willy Aditya di Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan sistem proporsional terbuka memberi peluang bagi para pemilih untuk memilih calon anggota legislatif lebih seksama. Hal itu juga sejalan dengan semangat demokrasi yang ingin mendekatkan rakyat dan wakil rakyat.

"Situasinya saat ini lebih memungkinkan bagi partai politik untuk menawarkan program sekaligus orang-orang yang dianggap mempunyai kapabilitas dan kapasitas memperjuangkan program yang ditawarkan. Proporsional terbuka memberi peluang lebih kepada rakyat. Ya (pemilu) ini pestanya rakyat," kata dia.

Oleh karena itu, tambah Willy, putusan MK mengukuhkan praktik dan nilai-nilai demokrasi di Indonesia.

"Sekali lagi, kita patut memberi apresiasi kepada MK. Bukan saja karena MK teguh pada konstitusi, tetapi juga telah menjadi teladan bagi lembaga yang lahir dari semangat reformasi untuk tetap konsisten pada nilai-nilai demokrasi. Itu tidak mudah di tengah berbagai tekanan politik. Nyatanya, MK membuktikan mampu melaksanakan independent judiciary (peradilan yang independen, red.)," kata Willy.

Baca juga: MK putuskan sistem pemilu tetap terbuka

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi pada sidang pembacaan putusan di Jakarta, Kamis, menolak permohonan para pemohon pada sidang perkara gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sehingga sistem pemilu proporsional terbuka tetap berlaku.

"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta.

Dalam persidangan yang sama, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan para Pemohon mendalilkan penyelenggaraan pemilihan umum yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka telah mendistorsi peran partai politik.

"Dalil tersebut hendak menegaskan sejak penyelenggaraan Pemilihan Umum 2009 sampai dengan 2019 partai politik seperti kehilangan peran sentral-nya dalam kehidupan berdemokrasi," kata Saldi Isra.

Baca juga: MK nilai parpol tetap kuat dalam sistem pemilu terbuka

Menurut Mahkamah, dia menyampaikan, sesuai ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yang menempatkan partai politik sebagai peserta pemilihan umum anggota DPR/DPRD, dalam batas penalaran yang wajar, dalil para pemohon berlebihan.

"Karena, sampai sejauh ini, partai politik masih dan tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon," ujar Saldi Isra.

Sebelumnya, MK menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).

Baca juga: PKS nilai putusan MK soal pemilu bawa angin segar bagi demokrasi RI
Baca juga: MK akan laporkan Denny Indrayana ke organisasi advokat
Baca juga: MK minta pembentuk UU tak terlalu sering ubah sistem pemilihan umum
Baca juga: PDIP hormati putusan MK soal sistem pemilu terbuka

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023