Jakarta (ANTARA) - Ahli kesehatan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia mengingatkan bahwa penularan penyakit rabies kepada manusia dapat terjadi baik melalui gigitan maupun secara non-gigitan, salah satunya melalui luka terbuka.

Anggota Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI, Dr. dr. Novie Homenta Rampengan, SpA(K), DTM&H, MCTM (TP), dalam diskusi virtual di Jakarta, Sabtu, ketika anjing, kucing atau kera yang terjangkit virus rabies menggigit manusia, air liur yang mengandung virus akan masuk ke tubuh manusia melalui gigitan. Sementara penularan non-gigitan, kata Novie, bisa melalui jilatan pada kulit yang terbuka.

"Jadi, kalau kita dijilat oleh anjing yang sakit rabies, apalagi kalau kita ada luka, itu bisa masuk virus rabies," kata Novie.

Baca juga: Kemenkes: 95 persen kasus rabies disebabkan gigitan anjing

Penyakit rabies memiliki masa inkubasi atau selang waktu yang berlangsung antara pajanan terhadap patogen hingga gejala-gejala pertama kali muncul, sekitar dua minggu hingga dua tahun. Sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, perjalanan penyakit rabies pada tubuh manusia membutuhkan waktu rata-rata 90 hari.

Laporan kesehatan di Amerika Serikat, kata Novie, penyakit rabies juga bisa menular melalui transplantasi organ. Akibat hal tersebut,Novie melanjutkan, para penerima organ itu pun akhirnya meninggal.

Oleh karena itu, dia meminta masyarakat untuk selalu mewaspadai penularan penyakit rabies mengacu pada masa inkubasi virus tersebut pada tubuh manusia.

Virus rabies yang masuk ke tubuh manusia akan mulai melakukan replikasi di jaringan otot sekitar lokasi gigitan, naik ke otak, berkembang biak, kemudian menjalari seluruh organ tubuh.

Meski demikian, kata Novie, tidak semua gigitan anjing mengandung penyakit rabies. Saat seseorang tergigit anjing, penanganan awal adalah bersikap tenang, mencuci luka dengan air mengalir dengan sabun, detergen, atau antiseptik, agar virus terbawa keluar selama 10-15 menit.

Setelah itu, segera memeriksakan diri ke Puskesmas atau rumah sakit.

Sebelum mendapatkan vaksin atau serum anti-rabies, kata Novie, seseorang harus mencermati status wilayah terjadinya peristiwa gigitan, cara terjadinya gigitan (berasal dari provokasi atau non-provokasi), luka gigitan (letak, jumlah, keadaan luka), dan status vaksinasi hewan yang menggigit.

"Rekomendasi dari WHO kurang lebih sama, kalau cuma kena jilatan cukup dicuci saja, tidak perlu divaksin. Sedangkan bila luka terbuka, apalagi banyak, berarti lihat status endemisitas apakah wilayah rabies atau tidak," kata Novie.

Baca juga: Saran dokter jika anak tergigit hewan penular rabies

Baca juga: Kalbar usulkan penambahan vaksin rabies untuk kejar cakupan 70 persen

Baca juga: Pakar sebut 60 persen wilayah Indonesia endemis rabies

Baca juga: PDHI ajak pemilik hewan lakukan vaksinasi untuk cegah rabies

Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023