Jakarta (ANTARA News) - Komisi VI DPR-RI menyatakan akan memanggil manajemen PT Pertamina dan PT PLN untuk membahas neraca keuangan terkait tingkat kebutuhan valuta asing kedua perusahaan itu.

"Kita akan memanggil Pertamina, dan PLN, karena dua perusahaan ini dalam operasionalnya membutuhkan dolar AS dalam jumlah signifikan," kata Anggota Komisi VI DPR, Ferrari Roemawi di Gedung MPR/DPR di Jakarta, Kamis.

Ferrari menuturkan, selain Pertamina dan PLN, Komisi VI juga memanggil Deputi Kementerian BUMN, Deputi Gubernur Bank Indonesia, serta direksi tiga Bank BUMN yaitu Bank Mandiri, Bank BNI, dan Bank BRI.

Namun sayangnya, Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang sedianya digelar pada Kamis (21/2) pukul 10:00 WIB urung terlaksana.

"Saya belum tahu kenapa RDPU hari ini batal. Tapi pada prinsipnya kita ingin mengetahui lebih jelas soal kebutuhan valas mereka," ujarnya.

Terkait dengan Bank BUMN diutarakan Ferrari, pembahasan dilakukan karena selama ini bank milik pemerintah tersebut juga menjadi pemasok dolar untuk Pertamina dan PLN.

"Dengan menyinkronkan antara kebutuhan dolar AS dengan pasokan dolar dari Bank BUMN, diharapkan sekaligus menjaga kestabilan nilai tukar mata uang dalam negeri," tegas Ferrari.

Ia menambahkan, kebutuhan dolar AS Pertamina untuk kegiatan ekspor impor minyak, sedangkan PLN untuk pengembangan bisnis.

"Pertamina juga butuh dolar untuk pengembangan refinary (kilang), sedangkan PLN butuh untuk pembangunan pembangkit-pembangkit dalam jangka menengah dan panjang," ujarnya.

Meski demikian, Ferrari tidak merinci lebih lanjut seberapa besar kebutuhan dolar AS Pertamina dan PLN dalam sehari, maupun per bulan.

"Saya tidak tahu, tapi yang pasti sangat besar. Sehingga perlu diketahui teknis pemenuhan dolarnya agar jangan sampai menggoncang nilai rupiah di dalam negeri," katanya.

Instruksi Menteri BUMN

Sementara itu, Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, sudah menginstruksikan kepada Pertamina dan PLN agar tidak melakukan pembelian dolar AS di pasar uang untuk kebutuhan dolar mereka.

"Sudah ada kesepakatan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution, bahwa BI siap menyediakan dolar kebutuhan Pertamina dan PLN," ujar Dahlan.

Selama ini diutarakannya, Pertamina mempercayakan pengadaan dolar-nya kepada tiga bank BUMN, yakni Bank Mandiri, BNI, dan BRI, namun bank-bank tersebut lantas mencari dolar di pasar uang.

"Ini menimbulkan kesan bahwa Pertamina selalu mencari dolar sendiri di pasar uang," tegas Dahlan.

Menurutnya, kebijakan tersebut sangat beralasan karena Pertamina membutuhkan dolar sangat besar, yakni mencapai sepertiga kebutuhan dolar nasional.

Dengan dilaksanakannya kesepakatan baru antara Menteri BUMN dengan Gubernur BI tersebut diharapkan fluktuasi dolar di pasar uang bisa lebih terjaga.

"Pertamina dan PLN cukup mengajukan berapa dolar yang diperlukan melalui tiga bank tersebut, untuk selanjutnya BI yang menyediakan," kata Dahlan.

(R017)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013