Jakarta (ANTARA) - Mayoritas fraksi di Komisi IX DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan berlanjut ke tahap pengesahan sebagai undang-undang melalui mekanisme Rapat Paripurna.

Persetujuan itu disampaikan melalui agenda Rapat Kerja Pengambilan Keputusan RUU Kesehatan melalui pendapat akhir mini fraksi-fraksi yang berlangsung di Gedung Komisi IX DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin.

Dari total sembilan fraksi, empat di antaranya menyetujui secara penuh pengesahan RUU Kesehatan, yakni Fraksi PDIP, PPP, PAN, dan Gerindra.

Sebanyak tiga fraksi menyetujui dengan catatan, yakni Golkar, Nasdem, dan PKB. Sedangkan sisanya menolak RUU Kesehatan, yakni Fraksi Demokrat dan PKS.

Baca juga: Komisi IX DPR gelar Raker Pengambilan Keputusan RUU Kesehatan

Baca juga: Kemenkes: Partisipasi publik dalam RUU sudah terselenggara luas


Pendapat fraksi yang menyetujui naskah RUU Kesehatan pada umumnya menganggap program Transformasi Kesehatan relevan untuk mengoptimalkan layanan dan akses kesehatan di Indonesia yang terjangkau dan berkeadilan.

"Nasdem memahami pentingnya parlemen dan pemerintah dalam menangani tata kelola kesehatan, sehingga seluruh rakyat dapat dengan mudah mengakses layanan," kata Anggota Fraksi Nasdem Irma Suryani saat membacakan petikan keputusan fraksi.

Persetujuan mayoritas fraksi di Komisi IX bukanlah tanpa catatan. Salah satunya berkaitan dengan kebijakan mandatory spending 10 persen dari pendapatan nasional maupun daerah sebagai alokasi belanja di sektor kesehatan.

Juru bicara Fraksi Golkar Dewi Asmara mengemukakan kebijakan itu masih dalam taraf perdebatan sejumlah fraksi dalam Tim Panitia Kerja (Panja) DPR RI, sehingga Golkar memilih untuk menyetujui, namun dengan catatan.

Penghapusan anggaran kesehatan minimal 10 persen dalam RUU Kesehatan baik di tingkat pusat dan daerah tercantum dalam Pasal 420 ayat 2 dan 3 RUU Kesehatan.

Golkar memandang keputusan itu dapat berimplikasi pada berkurangnya akses masyarakat menuju layanan kesehatan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pernah menerbitkan jurnal yang menyebutkan masyarakat yang tinggal di negara yang mengalokasikan anggaran kesehatan 5--6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih mudah mengakses layanan kesehatan, dengan temuan lebih sedikit pengeluaran individu.

Sementara itu fraksi yang menolak pengesahan RUU Kesehatan salah satunya dilatarbelakangi proses pembahasan yang terburu-buru dan belum mewakili aspirasi masyarakat secara utuh.

"Fraksi kurang diberi cukup ruang, kami yakin RUU yang komprehensif, berbobot dan berkualitas dapat menghasilkan keputusan yang sangat baik untuk masyarakat. Berdasarkan catatan itu, Demokrat menolak RUU Kesehatan jadi undang-undang," kata anggota Fraksi Demokrat Aliyah Mustika Ilham.*

Baca juga: KPAI tekankan RUU Kesehatan harus penuhi hak anak

Baca juga: PKB sebut telah perjuangkan minimal mandatory spending RUU Kesehatan

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023