Kendari (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) melakukan penahanan terhadap seorang tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi pertambangan yang beroperasi di wilayah Kabupaten Konawe Utara (Konut).

Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sultra Ade Hermawan di Kendari, Senin malam mengatakan bahwa penyidik telah menetapkan satu tersangka inisial GAS atas dugaan korupsi pertambangan di wilayah Kabupaten Konawe Utara, yang kemudian dilakukan penahanan di Rutan Kelas IIA Kendari.

"Hari ini penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara telah melakukan penahanan terhadap seorang tersangka berinisial GAS. Dia (tersangka) selaku pelaksana dari PT LAM dalam dugaan perkara tindakan korupsi pertambangan," katanya.

Dia menyampaikan penahanan terhadap tersangka akan dilakukan selama 20 hari di Rutan Kelas IIA Kendari, terhitung mulai 19 Juni hingga 8 Juli 2023.

Ade menerangkan dalam perkara tersebut tersangka GAS berperan sebagai pelaksana lapangan dari PT LAM. Tersangka diduga terlibat dalam penjualan ore nikel tanpa izin, bahkan diduga dijual ke sejumlah smelter menggunakan dokumen terbang.

"Dijual ke smelter, dengan menggunakan dokumen terbang, salah satunya yang sudah dijadikan tersangka yaitu Direktur PT KKP," ujar dia.


 
Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sultra Ade Hermawan saat diwawancara terkait penahanan seorang tersangka dugaan korupsi pertambangan di wilayah Kabupaten Konawe Utara, di Kendari, Senin malam (19/6/2023) (ANTARA/Harianto)




Lebih lanjut Ade membeberkan bahwa dalam kasus dugaan korupsi pertambangan ini, pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap 38 perusahaan yang diduga terlibat. Namun, hingga saat ini perusahaan yang telah diperiksa baru sebanyak delapan.

Dia menyampaikan bahwa tidak menutup kemungkinan masih akan ada tersangka baru lainnya dalam kasus dugaan korupsi pertambangan tersebut.

"Tidak menutup kemungkinan ketika penyidik menemukan alat bukti yang cukup nanti akan ditetapkan juga sebagai tersangka," tegas dia.

Tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman minimal empat tahun untuk Pasal 2, dan satu tahun untuk Pasal 3 serta pidana maksimal 20 tahun penjara.

Sementara itu, untuk jumlah kerugian negara dalam kasus tersebut, Ade mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan penghitungan dengan bantuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Ade menambahkan bahwa dalam kasus ini pula, penyidik Kejaksaan Tinggi Sultra juga telah meminta keterangan terhadap penyelenggara pemerintahan terkait sebagai saksi.

"Untuk jumlah saksi yang diperiksa dalam dugaan tindak pidana korupsi pertambangan ini sudah sebanyak 47 orang," katanya menambahkan.

Dalam kasus dugaan korupsi pertambangan ini, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara sebelumnya menetapkan tiga orang tersangka pada Senin (5/6). Namun, yang dilakukan penahanan baru satu orang yakni inisial GAS usai menjalani pemeriksaan perdana pada hari ini.

"Untuk dua tersangka lainnya dijadwalkan dalam minggu ini untuk dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka," pungkas Ade.


 
Kuasa hukum tersangka dugaan korupsi pertambangan di Kabupaten Konawe Utara, Andi Simangonsong saat diwawancara usai mendampingi kliennya di Kejati Sultra, di Kendari, Senin malam (19/6/2023) (ANTARA/Harianto)




Di tempat yang sama, kuasa hukum tersangka, Andi Simangonsong mengatakan bahwa kliennya tidak melakukan tindak pidana apalagi korupsi. Ia mengaku akan melakukan upaya-upaya hukum untuk membela kliennya.

"Kita dari kuasa hukum melihat bahwa yang dilakukan oleh saudara Glen (tersangka) bukan tindak pidana apalagi tindak pidana korupsi. Menurut kita terdapat perbedaan persepsi antara kita kuasa hukum dengan pihak kejaksaan selaku penyidik dalam menilai permasalahan ini," katanya.

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023