Saya tidak berpikir mereka (pemotongan LPR) akan memiliki cukup efek perubahan.
Hong Kong (ANTARA) - Saham-saham di Asia jatuh pada perdagangan Selasa, karena investor khawatir penurunan suku bunga terbaru China tidak akan cukup untuk meningkatkan kepercayaan pada ekonomi yang melemah dan mengharapkan paket stimulus yang lebih besar dari Beijing.

China, dalam langkah yang sangat diantisipasi, memangkas suku bunga acuan pinjaman (LPR-loan prime rates) untuk pertama kali dalam 10 bulan pada Selasa, namun pengurangan 10 basis poin dalam LPR lima tahun lebih kecil dari yang diperkirakan banyak orang.

Indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang tergelincir 0,72 persen. Indeks saham unggulan China CSI 300 berakhir melemah 0,17 persen, indeks Komposit Shanghai merosot 0,47 persen, dan indeks Hang Seng Hong Kong ditutup merosot 1,54 persen setelah kekecewaan penurunan suku bunga.

Baca juga: Saham Asia hentikan reli, fokus stimulus China dan kesaksian Powell

E-mini berjangka untuk S&P 500 turun 0,33 persen. Pasar AS ditutup untuk hari libur umum pada Senin (19/6/2023).

"Saya tidak berpikir mereka (pemotongan LPR) akan memiliki cukup efek perubahan," kata Redmond Wong, ahli strategi pasar China Raya di Saxo Markets. Dia mengatakan pemotongan 15 basis poin akan mengirimkan "pesan yang lebih kuat" yang dapat meningkatkan sentimen di sektor properti China.

"Ekonomi (China) berada dalam keadaan genting yang sulit untuk keluar," kata ahli ekonomi makro Aidan Yao, sebelumnya dengan AXA Investment, mengatakan kepada Forum Pasar Global Reuters setelah penurunan suku bunga China.

Dia mengatakan meskipun pengaturan kebijakan akomodatif, likuiditas tetap tertahan di simpanan bank dan belum masuk ke dalam ekonomi dengan matinya pasar properti China. Indeks real estat China memperpanjang kerugian pagi hingga turun 1,41 persen.

Baca juga: Saham China dibuka lebih rendah, indeks Shanghai merosot 0,10 persen

Pemotongan suku bunga itu adalah yang terbaru dalam serangkaian langkah Beijing untuk menopang pemulihan yang melambat di ekonomi terbesar kedua di dunia di tengah bayangan risiko deflasi, kesengsaraan pasar properti dan tingginya pengangguran kaum muda.

Bank Sentral China (PBoC) menurunkan suku bunga fasilitas pinjaman jangka menengah pada Kamis pekan lalu (15/6/2023). Pasar berspekulasi tentang apa yang bisa dilakukan China selanjutnya untuk menghidupkan kembali pemulihan tetapi kecewa dengan kurangnya langkah konkret dari rapat kabinet pada Jumat (16/6/2023).

"Kita mungkin perlu menunggu pertemuan Politbiro China, yang dipimpin oleh Presiden Xi pada awal Juli, untuk pengumuman konkret tentang putaran baru stimulus," kata Pakar Strategi Valas Senior National Australia Bank Rodrigo Catril dalam catatan klien.

Baca juga: Saham Inggris setop reli panjang, indeks FTSE 100 merosot 0,71 persen

Penundaan langkah-langkah stimulus lebih lanjut membebani sentimen, dengan Citi menjadi yang terbaru dari beberapa bank besar yang menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi China pada Selasa.

Sementara itu, China dan Amerika Serikat gagal menghasilkan terobosan besar apa pun selama kunjungan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ke Beijing, tetapi kedua belah pihak sepakat untuk menstabilkan hubungan agar tidak mengarah ke konflik.

"Pertemuan tersebut membantu meningkatkan sentimen, tetapi pasar juga memahami bahwa ada persaingan strategis antara AS dan China," kata Wong dari Saxo.

Indeks Nikkei Jepang melawan tren berakhir 0,05 persen lebih tinggi pada Selasa. Demikian pula indeks S&P/ASX 200 Australia ditutup naik 0,86 persen, mencapai puncak tujuh minggu, dengan saham komoditas memimpin.

Seorang bankir bank sentral Australia pada Selasa mengisyaratkan ada ruang untuk penyesuaian kebijakan dari jalur kenaikan suku bunga yang agresif saat ini.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023