Bandung (ANTARA) - Seratusan kiai dan ulama dari sejumlah daerah di Jawa Barat berkumpul di Gedung Sate, Kota Bandung, awal pekan ini sekitar pukul 09.30 WIB.

Kedatangan para pemuka agama Islam tersebut untuk memenuhi undangan Pemprov Jawa Barat untuk  membahas dugaan pelanggaran yang terjadi di Pondok Pesantren Al-Zaytun, di Kabupaten Indramayu.

Setelah menggelar pertemuan selama kurang lebih 6 jam, Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, MUI Jawa Barat, unsur kepolisian, kejaksaan, dan Kementerian Agama, secara resmi membentuk tim investigasi untuk menuntaskan kasus dugaan penyimpangan di Pondok Pesantren Al-Zaytun.

Gubernur Jawa Barat M. Ridwan Kamil menyatakan tim investigasi ini akan bekerja selama 7 hari ke depan, terhitung sejak dibentuk pada 19 Juni 2023 di Gedung Sate.

Tim investigasi tersebut akan bekerja dengan mengedepankan prinsip tabayun (terkonfirmasi), hati-hati, serta komprehensif dengan dukungan data yang akurat.

Pembentukan tim investigasi tersebut menjadi jawaban dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyusul maraknya keluhan tentang kondisi di Pesantren Al-Zaytun yang dipimpin oleh Panji Gumilang.

Tim investigasi yang dibentuk tersebut nantinya akan menghasilkan dua poin, yakni merespons keresahan di masyarakat dan mengumpulkan data beserta fakta yang lengkap terkait Al-Zaytun.

Untuk itu, pihak Pondok Pesantren Al-Zaytun diminta bersikap kooperatif dengan menerima kehadiran tim investigasi itu.

Pasalnya, beberapa kali pengelola Pondok Pesantren Al-Zaytun menolak kehadiran pihak-pihak otoritatif yang ingin melakukan konfirmasi.

Saat ini, salah satu hal krusial yang menjadi pusat perhatian dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah bagaimana menyelamatkan 5.000-an siswa/santri jika Pesantren Al-Zaytun memang terindikasi berada dalam ideologi yang melanggar hukum positif di Indonesia.

Oleh karena itu, hingga saat ini Pemprov Jawa Barat belum dapat mengambil keputusan final atau tindakan terkait dengan polemik Pesantren Al-Zaytun karena masih menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan tim investigasi itu.

Gubernur Ridwan Kamil juga menegaskan tidak akan menerbitkan keputusan secara emosional, tanpa tabayun atau verifikasi lebih dulu dalam menyikapi permasalahan di Pesantren Al-Zaytun.

Jauh sebelum tim investigasi dibentuk, sejumlah pihak terkait, seperti Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Barat, tidak tinggal diam dalam menyikapi dugaan pelanggaran yang terjadi di Pesantren Al-Zaytun.

Kanwil Kemenag Jawa Barat kini masih terus memantau proses belajar mengajar di Ma'had atau Pondok Pesantren Al-Zaytun  serta mengevaluasi kurikulum serta izin operasional madrasah dan pesantren, yang memang menjadi kewenangan Kanwil Kemenag Jawa Barat.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Barat Ajam Mustajam menuturkan pada Mei 2023, pihaknya mendatangi Pondok Pesantren Al-Zaytun.

Di sana petugas memantau dan mengevaluasi kurikulum serta izin operasional madrasah dan pesantren.

Kunjungan untuk monitoring dan evaluasi ke madrasah dan pondok pesantren merupakan tugas rutin yang dilakukan oleh Kanwil Kemenag. Hal ini dilakukan untuk pembinaan, pengawasan, dan evaluasi, baik menyangkut kurikulum maupun proses pembelajaran.

Dari hasil monitoring dan penjelasan pihak Mahad Al-Zaytun awal pekan lalu, kurikulum dan izin operasional yang dimiliki Ma'had Al-Zaytun dinilai masih menggunakan kurikulum Pemerintah.

Terkait penilaian praktik peribadatan dan pengamalan agama di Ma'had Al-Zaytun yang viral saat ini, kata Ajam, hal tersebut bukan ranah Kementerian Agama tetapi kewenangan Majelis Ulama Indonesia dan Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem).

Sementara itu, Sekretaris MUI Jawa Barat Rafani Achyar menuturkan pihaknya telah melakukan pengumpulan data dan informasi terkait apa pun yang ada di Pondok Pesantren Al-Zaytun.

Guna melengkapi data, MUI Jawa Barat kemudian menerjunkan tim untuk ke Pesantren Al-Zaytun. Tim tersebut diberi tugas untuk melakukan dialog dengan pengelola Pesantren Al-Zaytun.

MUI Jawa Barat mengaku sangat responsif menanggapi aduan masyarakat tentang praktik keagamaan di Pondok Pesantren Al-Zaytun.

Akan tetapi, pondok pesantren itu malah kurang kooperatif dengan langkah MUI Jawa Barat, yang mengajak mereka untuk membuka ruang dialog.

MUI bisa mengeluarkan fatwa yang jika terjadi suatu permasalahan pada urusan agama. Namun, sejauh ini organisasi ini masih terus mengumpulkan data sebelum mengambil kebijakan lebih lanjut.

Bukan perkara mudah bagi MUI mengeluarkan fatwa terkait Pesantren Al-Zaytun karena MUI harus lebih dulu menjalani beberapa prosedur.


Kedepankan musyawarah

Terkait permasalahan dugaan penyimpangan di Pesantren Al-Zaytun seperti ajaran sesat hingga terjadinya tindak pidana, pengamat kebijakan publik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan menyarankan Pemerintah tetap mengedepankan musyawarah untuk menuntaskan masalah tersebut.

Langkah cepat dan terukur itu penting segera dilakukan supaya tidak sampai terjadi konflik horizontal yang meluas antara masyarakat yang mendukung dengan komunitas yang menolak.

Selain itu, Pondok Pesantren Al-Zaytun juga harus terbuka atas berbagai dugaan penyimpangan sebagaimana informasi teks dan audio visual yang beredar di media sosial.

Oleh karena itu, Cecep menekankan pentingnya mengedepankan tabayun atau konfirmasi dan dialog untuk mendapatkan win win solution.

Terlebih pesantren juga merupakan aset bangsa sehingga pengelola lembaga pendidikan tersebut juga harus terbuka dan menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi di dalamnya.

Tanpa ada keterbukaan dari pihak pesantren, dugaan penyimpangan praktik beragama itu bisa menjadi bola liar, terutama melalui media sosial.

Semua pihak harus tunduk pada hukum, pun dengan pengelola Pesantren Al-Zaytun.



Editor: Achmad Zaenal M


 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023