JAKARTA (ANTARA) - Berpredikat sebagai negara agraris, sudah semestinya sawah, ladang, dan kebun merupakan lahan utama untuk berkarya bagi masyarakat Indonesia. Beruntung kesadaran untuk bertani kini kian bertumbuh di antara para generasi muda. Dengan sentuhan teknologi dan semangat ramah lingkungan, selain meningkatkan kualitas dan produktivitas pertanian, juga mengangkat derajat petani menjadi profesi bergengsi.

Profesi petani dipandang sebelah mata? Itu dulu, dan pandangan usang yang pantas ditanggalkan. Bagaimana tidak, pertanian dan ketahanan pangan merupakan isu seksi yang tengah banyak dibicarakan di forum-forum global, seperti dalam pertemuan tingkat tinggi menteri pertanian di G20 India, akhir pekan kemarin.

Dalam kesempatan itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) berhasil meyakinkan jajaran pejabat Korea Selatan (Korsel) untuk mengembangkan pertanian modern di Indonesia.

Mentan RI bersama pemerintah atau Kementerian Pertanian Korea Selatan membicarakan 3 poin, di antaranya pertanian modern atau modern farm dan kesempatan magang sebanyak-banyaknya bagi petani milenial Indonesia.

Pertemuan tersebut menekankan pentingnya membangun kekuatan pertanian kedua negara, terutama dalam peningkatan produktivitas melalui teknologi mekanisasi serta pembukaan kesempatan magang bagi petani milenial Indonesia.

Dari pertemuan itu, Korsel berkomitmen akan membantu penerapan teknologi bagi pertanian Indonesia, bahkan siap menerima magang bagi petani milenial Nusantara, dengan jumlah sebanyak-banyaknya.

Hal yang penting adalah, baik Menteri maupun Wakil Menteri Pertanian Korea Selatan, menyanggupi untuk memberikan ruang bagi petani milenial Indonesia untuk magang sebanyak-banyaknya. Komitmen itu adalah bagian yang akan kita tandatangani dalam letters of intens antara Korea Selatan dengan Indonesia.
 

Yang muda yang bertani

Di Tanah Air, fenomena bermunculannya petani milenial di berbagai daerah sungguh menggembirakan. Mereka tidak hanya membawa semangat tradisi berladang, seperti yang diwariskan nenek moyang, melainkan juga penerapan teknologi dan wawasan ramah lingkungan yang dapat menciptakan pertanian berkelanjutan. Dengan modal pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki, para petani milenial mampu mengembangkan berbagai inovasi dalam kegiatan bertani, sehingga menjadi pertanian modern.

Shofyan Adi Cahyono (25) adalah contoh sukses petani milenial, yang gemilang dalam mengembangkan usaha Sayur Organik Merbabu (SOM) di lereng Gunung Merbabu, Dusun Sidomukti, Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Shofyan dengan kelompok tani Citra Muda yang dipimpinnya saat ini mengelola lahan pertanian seluas 10 hektare. Sebanyak 30 petani milenial bergabung dalam kelompok tani itu dan ia bermitra dengan 400 petani organik.

Duta Petani Milenial Kementerian Pertanian itu menanam 50 jenis tanaman sayuran dan 70 varian masih dalam uji coba. Dia sudah mengirim hasil panen sayurannya ke berbagai kota di Pulau Jawa, hingga ke Kalimantan Selatan.

Dalam membangun ekosistem pertanian yang sehat, Shofyan mengharapkan peran pemerintah dalam tiga hal, yakni peningkatan SDM melalui pelatihan, membantu akses pembiayaan, dan menyambungkan petani dengan pasar.

Dengan segudang prestasi dan penghargaan dari dalam dan luar negeri, sarjana pertanian dari Universitas Kristen Satyawacana Salatiga itu masih menyimpan obsesi untuk mengembangkan integrated farming sebagai sarana agroeduwisata.

Sementara petani muda lainnya muncul dari Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Di sana ada Ikhsanuddin (36), dengan SOGA Farm Indonesia. SOGA merupakan akronim dari Strawberry Organik Gunung Andong, meski dalam perjalanannya Ikhsan tak hanya menanam stroberi, namun merambah ke berbagai jenis sayur, mulai brokoli, bayam Jepang, pakcoy, buah bit dan tomat cerry serta lainnya.

Ikhsan yang sarjana pendidikan sains itu bertani dengan sistem green house di lahan seluas satu hektare. Untuk mengembangkan edukasi pertanian, ia pun menerima mahasiswa magang untuk belajar.

Ikhsan mengaku belum berani mengembangkan komoditas hortikultura organik karena daya serap pasar yang rendah.

Saat ini, orang mau dengan sayur organik, tapi mintanya yang tampilannya bagus, besar-besar, dan harga tidak mahal. Mengharapkan hasil pertanian seperti itu yang masih sulit dipenuhi.

Karena sayuran yang benar-benar organik pasti tampilannya kurang bagus dan bentuknya kecil, namun masyarakat belum paham dan belum bisa menerima fakta itu. Atas kondisi itu, SOGA Farm memilih mengembangkan sayur non-organik rendah pestisida.

Buat Ikhsan, memasarkan hasil panennya paling mudah ke rumah sakit, karena tidak mempermasalahkan tampilan fisik, melainkan lebih menekankan pada kriteria sayuran sehat. Di rumah sakit sayuran langsung diolah dan disuguhkan kepada pasien, sehingga tidak pernah diributkan wujud mentahnya.

Kepada pemerintah, ia berharap adanya regulasi yang kuat untuk melindungi petani salah satunya kepastian harga. Ikhsan pun sama sekali tidak berharap adanya subsidi atau bantuan semacamnya. Menurutnya hal itu hanya akan memanjakan petani.

Maunya petani hebat tapi, maunya dimanja, dengan semuanya dibantu dan disediakan oleh Pemerintah. Dengan iklim yang melenakan seperti itu bagaimana bisa menjadi hebat?

Peran penting yang seharusnya pemerintah ambil adalah mengamankan produksi benih. Setelah melakukan pemuliaan benih secara maksimal, produksi benih seharusnya dimonopoli negara dan tidak dilakukan swastanisasi, sehingga jumlah benih yang dilepas ke pasaran menjadi tidak terkontrol. Beredarnya benih yang tidak terkontrol mengakibatkan produksi sayuran terlalu berlimpah, harga pun jatuh saat musim panen.

Benih harus dimonopoli negara, jumlah dibatasi, tapi benih yang dilepas hasil pemuliaan terbaik, sehingga kualitas produksi bagus dan layak ekspor.

Di Bogor, Jawa Barat, muncul pula wanita muda yang berani banting setir dari seorang produser televisi menjadi agripreneur atau wirausaha di bidang pertanian. Dialah Drucella Dyahati, pendiri 77Mart, perusahaan distributor aneka kebutuhan pangan yang telah memiliki sejumlah outlet di lokasi strategis di Kota Bogor dan sekitarnya.

Untuk menyediakan sayuran segar organik di outletnya, Drucella melakukan pembinaan terhadap para petani wanita di kebun-kebun sayur yang dikelolanya. Dia juga bermitra dengan para petani milenial di berbagai daerah, termasuk dengan Shofyan Adi Cahyono (SOM) dan Ikhsanuddin (SOGA).

Bagi Dru, kekuatan jaringan menjadi kunci dalam mengepakkan bisnisnya lebih luas dan kian berkembang.

 

Ketahanan pangan

Tujuan akhir dari kegiatan pertanian adalah ketahanan pangan. Melihat semaraknya aktivitas pertanian di berbagai daerah dengan para milenial sebagai pelopor merupakan angin segar bagi terwujudnya ketahanan pangan di masa depan. Hanya saja peran kuat Pemerintah sangat diharapkan, dalam hal membuat regulasi yang melindungi petani, menciptakan pasar yang sehat, berikut mengedukasi konsumen agar daya serap membaik.

Petani adalah pahlawan penyedia pangan, karenanya apresiasi terhadap petani haruslah tinggi dengan cara melindunginya dari kerugian, agar mereka tidak kapok untuk bertani. Di negeri agraris, selayaknya petani menjadi profesi terhormat, sebagai penentu keamanan pangan nasional. Peringatan Hari Krida Pertanian pada 21 Juni, adalah penghormatan pada para petani dan semua pejuang di bidang pertanian. Selamat Hari Krida Pertanian 2023.
Santri memamen jagung di ladang pertanian Pondok Pesantren Darul Muttaqien di Jabon Mekar, Parung, Bogor, Jawa Barat. (ANTARA/Sizuka)
 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023