Jakarta (ANTARA News) - Pemilik Indoaust Mining Pty Ltd Michael Paul Willis menyatakan kecewa terhadap para tergugat yang tidak hadir dalam sidang perdana sengketa pengelolaan tambang emas Tumpang Pitu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/2).

"Ini menunjukkan mereka tidak menghormati pengadilan Indonesia," kata Willis dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.

Tiga dari empat tergugat, yakni Emperor Ltd dan Intrepid Ltd, Chief Executive Officer Intrepid Bradley Austin Gordon, dan General Counsel Intrepid Vanessa Mary Chidrawi tidak hadir dan tidak mengirim kuasa hukum dalam sidang tersebut.

Hanya tergugat PT Indo Multi Niaga, perusahaan milik Andreas Reza Nazaruddin dan Maya Miranda Ambarsari, yang mengirimkan kuasa hukumnya.

Akibat ketidakhadiran tiga tergugat tersebut, majelis hakim memutuskan menunda persidangan dan akan dilanjutkan pada tanggal 20 Mei 2013. Pengadilan akan melayangkan kembali surat panggilan kepada para tergugat yang tidak hadir.

Willis mengaku bahwa dirinya kecewa karena telah lama menanti persidangan tersebut. Pebisnis asal Australia itu percaya pengadilan Indonesia akan mengadili perkara sengketa pengelolaan tambang emas di Banyuwangi, Jawa Timur, itu secara objektif, fair, dan adil berdasarkan bukti-bukti yang ada.

Menurut dia, pada tanggal 19 Februari lalu Intrepid mengumumkan kepada para pemegang saham publik bahwa mereka siap menghadapi gugatannya. Intrepid juga menilai gugatan Willis tidak berdasar hukum.

"Publik di Indonesia dan Australia sekarang dapat melihat bahwa klaim Intrepid Mines bahwa gugatan saya tidak berdasar dan mereka yakin dapat memenangi perkara ini hanyalah gertakan belaka. Faktanya mereka tidak berani untuk datang dan menghadapi gugatan ini secara terhormat," katanya.

Kuasa hukum penggugat, Alexander Lay, pun menyayangkan ketidakhadiran para tergugat yang dinilainya menghambat kelancaran proses persidangan.

"Harusnya mereka (tergugat) menghormati hukum di Indonesia dengan menghadiri persidangan. Jelas ketidakhadiran mereka ini mengganggu jalannya persidangan," katanya.

Paul Willis mendaftarkan gugatannya ke PN pada tanggal 25 Oktober 2012. Ia menggugat sebesar 252,5 juta dolar Australia atau sekitar Rp2,5 triliun karena merasa dipaksa melepaskan hak atas proyek tambang emas tersebut.

(S024/D007)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013