Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas mengatakan tiga provinsi di Indonesia siap menjadi model pembangunan rendah karbon melalui proyek International Climate Initiative-Peat and Mangrove Ecosystems (IKI-PME) yang sudah dilaksanakan selama tiga tahun.

“Proyek IKI-PME sangat mendukung agenda dan capaian Pemerintah dalam Pembangunan Rendah Karbon (PRK), Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) sekaligus Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB),” kata Direktur Kehutanan dan Sumber Daya Air Bappenas Nur Hygiawati Rahayu usai  konferensi pers di Jakarta, Selasa.

Nur menuturkan ketiga provinsi itu adalah Sumatra Utara, Papua Barat dan Papua Barat Daya. Alasan digelarnya proyek di tiga provinsi itu didasari dari data milik KLHK yang menunjukkan bahwa saat ini Sumatra Utara memiliki sekitar 38.205 hektare mangrove dan 526.701 hektare gambut.

Khusus untuk ekosistem gambut, sebanyak 99,76 persen di antaranya masih perlu pengelolaan lebih maksimal karena Sumatra Utara merupakan provinsi kedelapan dalam luas gambut secara nasional. Sedangkan, Papua Barat dan Papua Barat Daya luas  gambutnya mencapai 957.826 hektare, mangrove 9.120 hektare, dan gambut yang berasosiasi dengan mangrove seluas 332.407 hektare.

Baca juga: BPBD Palangka Raya catat 21 hektare lahan gambut terbakar dari Januari

Baca juga: Pantau Gambut:Alih fungsi lahan gambut berakibat buruk bagi lingkungan


Lewat proyek yang dipimpin oleh Konservasi Indonesia bekerja sama dengan Wetlands International Indonesia (YLBA) dan Center for International Forestry Research (CIFOR) tersebut, seluas 742.234 hektare ekosistem gambut dan mangrove telah berhasil didukung dalam retensi yang luas dan pengelolaan yang efektif melalui peningkatan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan.

Intervensi dilakukan melalui fasilitasi penguatan kebijakan dalam Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi Papua Barat serta pelaksanaan kegiatan patroli menggunakan alat Spatial Monitoring and Reporting Tools (SMART), sementara restorasi gambut telah diselesaikan di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara.

Selain itu, masyarakat juga diberikan peningkatan keterampilan dalam perbaikan dan perawatan mesin perahu ketinting, perbaikan jaring ikan (gill net), serta kemampuan dalam identifikasi dan pemantauan potensi sumber daya alam hingga pelatihan diversifikasi produk, seperti budidaya ikan dan bebek, kompos blok, minyak sereh wangi.

“Kami berharap keberhasilan IKI-PME nantinya dapat direplikasi oleh provinsi lain yang pada akhirnya dapat berkontribusi dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim Indonesia,” katanya.

Ketua Dewan Pengurus Yayasan Konservasi Indonesia Meizani Irmadhiany menambahkan kerja sama dengan BAPPENAS telah berhasil membentuk tim koordinasi strategis lahan basah yang kemudian melahirkan dokumen strategi nasional lahan basah ekosistem gambut dan mangrove yang diluncurkan pada awal Februari lalu.

Konservasi Indonesia dan pihak swasta di Sumatra Utara juga telah menyelesaikan rencana restorasi gambut seluas 350 hektar, yang implementasinya sedang dijalankan saat ini.

“Kami juga mendukung Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) Papua Barat yang menjamin pencegahan konversi lahan gambut dan mangrove seluas 388.341 hektare,” kata Meizani.

Program Coordinator of Wetlands Restoration and Community Development Yayasan Lahan Basah, Eko Budi Priyanto ikut menjawab bahwa proyek IKI-PME telah melakukan percontohan perlindungan dan pemulihan gambut bersama masyarakat.

“Restorasi gambut yang berhasil dilakukan merupakan kerja sama dengan masyarakat melalui penanaman tanaman asli lahan gambut, yang dikenal dengan Palludiculture, di lahan seluas 200 hektare,” katanya.*

Baca juga: Lewat ajang pameran, LSM ajak warga Jakarta kenali isu gambut

Baca juga: Peneliti pelajari aksi restorasi gambut berbasis masyarakat di Siak


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023