tidak ada nilai kontrak yang terjadi, melainkan nilai pengiriman dari hasil pengolahan sampah ini
Jakarta (ANTARA) -
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengolah sampah menjadi bahan bakar alternatif atau Refuse Derived Fuel (RDF) di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat.
 
"Pemprov DKI tidak mengeluarkan biaya  selain investasi peralatan yang ada di sini dan upah tenaga kerja. Dengan adanya pendapatan dari hasil RDF ini, bisa untuk menambah investasi lagi, serta menambah atau merawat lokasi RDF ini. Kemudian, tujuan akhirnya juga tercapai, yakni mengurangi beban sampah yang ada di Bantargebang dan beban sampah yang ada di DKI Jakarta," kata Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa, usai  memberangkatkan 20 truk hasil RFD kepada pembeli.
 
Investasi pengolahan RDF yang mulai tahap pembangunan pada 2018 itu, kata Heru, merupakan salah satu upaya mengurangi tonase sampah di DKI Jakarta.
 
Hasil RDF adalah hasil olahan sampah dengan nilai kalori dan spesifikasi tertentu yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif pengganti batubara. Hasil RDF tersebut dibeli oleh PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk dan PT Solusi Bangun Indonesia (SBI).
 
"Itu merupakan tindak lanjut dari perjanjian antara Pemprov DKI Jakarta melalui Badan Layanan Umum Daerah Unit Pengolah Sampah Terpadu (BLUD UPST) Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dengan PT. Indocement dan SBI," ucap Heru.
 
Perjanjian itu mengatur penjualan Refuse Derived Fuel (RDF) atau pengolahan sampah menjadi bahan bakar dari pengelola kepada industri semen sebagai penjamin (off taker) hingga lima tahun ke depan dan bisa diperpanjang.
 
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto menambahkan, tidak ada nilai kontrak yang terjadi, melainkan nilai pengiriman dari hasil pengolahan sampah ini.
 
"Kita mengirimnya ke PT Indocement 625 ton per hari dan ke SBI 75 ton per hari, jadi bukan nilai kontrak rupiah. Nanti dibeli oleh Indocement dan SBI dengan minimal harga 24 dolar AS per ton. Sehingga, kami akan memperoleh pendapatan dari penjualan RDF ini, sampah pun akan berkurang," jelas Asep.
 
Asep melanjutkan, RDF ini cocok diterapkan di Bantargebang dan Jakarta, mengingat kondisi wilayah yang bersuhu panas, sehingga mendukung proses pengeringan secara alami dalam pengolahan sampah.
 
Selain itu, dalam prosesnya, RDF masih membutuhkan tenaga manusia, sehingga dapat menyerap tenaga kerja di bidang lingkungan hidup.
 
Kapasitas pengolahan sampah pada pabrik RDF  ini, yaitu 1.000 ton/hari sampah lama dan 1.000 ton/hari sampah baru, serta dapat menghasilkan RDF sebanyak 700–750 ton/hari.
 
Proses pengolahan sampah menjadi RDF terdiri atas tahap penyaringan, pemilahan, pencacahan, dan pengeringan. Kualitas RDF yang dihasilkan akan memenuhi spesifikasi teknis untuk industri semen.
 
"Hasilnya bisa digunakan pihak lain, seperti Indocement ini, kita saling membutuhkan dan bersama mengurangi sampah. Dengan menggunakan hasil RDF ini, juga bisa membantu mengurangi emisi," kata Asep.
Baca juga: DLH DKI akan bangun RDF plant di Rorotan tahun depan
Baca juga: DLH DKI sebut pengolahan sampah RDF lebih efisien ketimbang ITF
Baca juga: Teknologi RDF tidak tepat untuk atasi sampah di Jakarta

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2023