Yen Jepang melemah menembus 145 per dolar Amerika Serikat (AS) di awal sesi Asia pada Jumat.
Singapura (ANTARA) - Yen Jepang melemah menembus 145 per dolar Amerika Serikat (AS) di awal sesi Asia pada Jumat, level yang membuat para spekulan waspada terhadap potensi intervensi dari otoritas Jepang, sementara pemulihan ekonomi yang goyah di China juga terus menekan yuan.

Yen mencapai titik terendah di 145,07 per dolar AS pada awal perdagangan Asia, terendah dalam lebih dari tujuh bulan, dan menuju kerugian kuartalan lebih dari 8,0 persen.

Penurunan baru telah memicu spekulasi bahwa intervensi oleh otoritas Jepang akan segera terjadi, terutama karena level 145 per dolar AS pertama kali mendorong mereka untuk menopang yen pada September.

"Saya tidak berpikir ada penghentian, karena jika mata uang utama lainnya dari mitra dagang utama juga bergerak bersama-sama, tidak masuk akal bagi mereka untuk melakukan intervensi," kata Saktiandi Supaat, Kepala Riset dan Strategi Valas Regional Maybank.

"Tapi tentu saja, orang akan melihat 145 sebagai level sejarah," katanya pula.

Data pada Jumat menunjukkan harga konsumen inti di Tokyo naik 3,2 persen pada Juni dari tahun sebelumnya, melebihi target Bank Sentral Jepang (BoJ) sebesar 2,0 persen selama 13 bulan berturut-turut.

Juga pada Jumat, survei pabrik resmi menunjukkan aktivitas manufaktur China mengalami kontraksi selama tiga bulan berturut-turut pada Juni.

Yuan di pasar domestik jatuh ke level terendah sejak November di 7,2615 per dolar AS tak lama setelah perdagangan dibuka pada Jumat.

Pihak berwenang China minggu ini meningkatkan upaya untuk memperlambat depresiasi yuan, dengan Bank Sentral China (PBoC) menetapkan tingkat kurs tengah yang lebih kuat dari perkiraan dan bank-bank negara menjual dolar baik di dalam maupun luar negeri.

"Upaya mereka adalah untuk memperlambat laju depresiasi mata uang ... tetapi secara umum, dalam hal fundamental, saya pikir kebijakan pelonggaran PBoC dan lingkungan ekonomi di sana tidak mendukung (yuan)," kata Supaat dari Maybank.

Dolar Australia, sering digunakan sebagai proksi likuid untuk yuan, turun 0,12 persen menjadi 0,6608 dolar AS. Dolar Selandia Baru naik 0,02 persen menjadi 0,6070 dolar AS.

Dolar AS lebih kuat di awal perdagangan Asia dan berada di jalur untuk membalikkan penurunan dua kuartal terhadap enam mata uang utama, menarik dukungan dari taruhan bahwa Federal Reserve AS harus melangkah lebih jauh dalam menaikkan suku bunga untuk menjinakkan inflasi.

Indeks dolar stabil di sekitar 103,33 dan menuju kenaikan sekitar 0,7 persen pada kuartal kedua.

Jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran secara tak terduga turun minggu lalu, data pada Kamis (29/6) menunjukkan, sementara Departemen Perdagangan pada hari yang sama menaikkan estimasi produk domestik bruto kuartal pertama.

"Dua rilis data ekonomi datang di atas ekspektasi pasar dan tentunya memperkuat narasi ekonomi AS yang tangguh," kata ahli strategi mata uang Carol Kong di Commonwealth Bank of Australia.

Sterling terakhir 0,06 persen lebih tinggi pada 1,2619 dolar AS dan menuju kenaikan bulanan 1,4 persen, karena para pedagang sama-sama memperkirakan kenaikan suku bunga dari Bank Sentral Inggris ketika tingkat inflasi Inggris terus berjalan tinggi.

Euro naik 0,11 persen menjadi 1,0874 dolar AS dan ditetapkan untuk naik sekitar 1,7 persen untuk bulan ini dengan latar belakang Bank Sentral Eropa yang masih hawkish.

"Meskipun masih ada beberapa pengetatan ... akan ada peningkatan penekanan pada dimensi waktu kebijakan moneter," kata Elwin de Groot, Kepala Strategi Makro di Rabobank.

"Intinya adalah bahwa di AS, zona euro, dan Inggris, kebijakan belum cukup ketat untuk melihat dampak nyata pada inflasi inti," kata dia lagi.
Baca juga: Dolar dekati tertinggi 7,5 bulan vs yen karena divergensi kebijakan
Baca juga: Dolar dekati tertinggi 7-bulan versus yen karena perbedaan kebijakan

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023