Padang (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Komunitas Siaga Tsunami (Kogami) Indonesia, Patra Rina Dewi menilai, kapasitas staf Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) masih rendah sehingga menjadi satu masalah dalam penerapan kontinjensi menghadapi bencana.

Kapasitas staf BPBD sendiri selain rendah juga tidak berkembang karena seringnya terjadi mutasi dan tidak terjadi peralihan tanggung jawab dengan baik, katanya di Padang, Sabtu.

Masalah lain yang ditemukan dalam penerapan kontinjensi menghadapi bencana antara lain kemampuan `leadership` dari BPBD yang diberikan mandat dalam mengoordinasi seluruh instansi/lembaga terkait penanggulangan bencana termasuk TNI dan Polri.

Ia menyebutkan, masalah-masalah tersebut harus dicarikan jalan keluarnya sehingga rencana kontinjensi untuk menghadapi keadaan darurat benar-benar bisa dioperasionalkan pada saat terjadi keadaan darurat.

Pemerintah harus serius untuk mengidentifikasi jumlah jiwa dan aset/fasilitas/sarana prasarana yang terdampak, seperti berapa jumlah sekolah yang berada di daerah rawan tsunami, katanya.

Patra mengatakan, melihat permasalahan ini maka BNPB menampung masukan dari banyak pihak seperti, Working Group Renkon, UNOCHA, Kementerian/lembaga terkait, Komunitas Siaga Tsunami dan GIZ untuk merevisi buku panduan rencana kontinjensi yang akan lebih dimantapkan menjadi Pedoman Penyusunan Rencana Kontinjensi.

Proses revisi ini berlangsung berapa tahap dan tahapan kedua telah dilangsungkan di Bogor 20-22 Februari 2013 dan menghasilkan draf awal pedoman.

Dalam tahapan itu, Patra selaku direktur eksekutif Kogami Indonesia memberikan masukan berdasarkan pengalaman menyusun rencana kontinjensi di Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Agam dan Kota Padang.

Masukan-masukan dalam tahapan ke dua, selanjutnya akan disempurnakan dan dilegalisasi menjadi sebuah peraturan. Diharapkan pedoman ini bisa efektif dalam memberikan acuan penanganan darurat bencana, demikian Patra Rina Dewi.

(H014/H-KWR)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013