Mosul, Irak (ANTARA News) - Serangan bom mobil bunuh diri terhadap sebuah fasilitas kepolisian di kota Mosul, Irak utara, Senin, menewaskan lima polisi dan mencederai delapan lain, sementara seorang penembak gelap membunuh anggota milisi penentang Al Qaida, kata beberapa pejabat.

Penyerang meledakkan kendaraannya yang dipasangi bom di Mosul barat sekitar pukul 12.30 (pukul 16.30 WIB), kata seorang polisi. Seorang dokter militer Irak mengkonfirmasi jumlah korban dalam serangan itu, lapor AFP.

Di Baquba, sebelah utara Baghdad, seorang penembak gelap membunuh anggota milisi Sahwa penentang Al Qaida, kata seorang polisi dan seorang dokter.

Sahwa terbentuk dari orang-orang suku Sunni Arab yang berpihak pada militer AS memerangi Al Qaida sejak akhir 2006, dan tindakan mereka itu telah mengubah peta perang.

Sehari sebelumnya, Minggu, pemboman bunuh diri terjadi di kota suci Syiah Irak, Karbala, mencederai 10 orang, sementara serangan-serangan lain menewaskan lima orang.

Tiga bom pinggir jalan pada hari itu meledak di sebelah timurlaut Baghdad, menewaskan dua orang dan mencederai sembilan lain, kata beberapa pejabat keamanan dan medis, sementara sebuah bom tempel magnetis menewaskan seorang prajurit di Utayfiyah, Baghdad utara.

Sejumlah orang bersenjata juga menyerang pos pemeriksaan sebelah barat kota Mosul, menewaskan dua prajurit, kata seorang perwira angkatan darat dan seorang dokter.

Kekerasan itu merupakan yang terakhir dari gelombang pemboman dan serangan bunuh diri di tengah krisis politik antara Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan mitra-mitra pemerintahnya dan pawai protes selama beberapa pekan yang menuntut pengunduran dirinya.

Sepanjang Februari, 220 orang tewas dalam kekerasan di Irak, menurut data AFP yang berdasarkan atas keterangan dari sumber-sumber keamanan dan medis.

Irak dilanda kemelut politik dan kekerasan yang menewaskan ribuan orang sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.

Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni.

Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember 2011 mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.

Pejabat-pejabat Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi pada 19 Desember 2011 setelah mereka memperoleh pengakuan yang mengaitkannya dengan kegiatan teroris.

Puluhan pengawal Hashemi, seorang pemimpin Sunni Arab, ditangkap dalam beberapa pekan setelah pengumuman itu, namun tidak jelas berapa orang yang kini ditahan.

Hashemi, yang membantah tuduhan tersebut, bersembunyi di wilayah otonomi Kurdi di Irak utara, dan para pemimpin Kurdi menolak menyerahkannya ke Baghdad.

Pemerintah Kurdi bahkan mengizinkan Hashemi melakukan lawatan regional ke Qatar, Arab Saudi dan Turki. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013