Dari delapan kota yang ada di Jawa Timur tujuh kota terlihat mengalami inflasi sedangkan satu kota itu mengalami deflasi
Surabaya (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat wilayah Jawa Timur mengalami inflasi bulanan (mtm) sebesar 0,10 persen yang sedikit lebih rendah dengan inflasi nasional di angka 0,14 persen pada Juni 2023.

"Namun secara kumulatif kita terlihat sedikit lebih tinggi sebesar 1,24 persen dan secara year on year (YoY) juga terlihat lebih tinggi sebesar 3,52 persen hal ini pengaruhnya bisa terlihat dari gerakan-gerakan harga yang terjadi di tahun 2022," ujar Kepala BPS Jatim Zulkipli, dalam konferensi pers yang digelar di Kantor BPS Surabaya, Senin.

Sementara, dari gabungan delapan kota Indeks Harga konsumen (IHK), tujuh di antaranya mengalami inflasi bulanan, masing-masing ialah Probolinggo, Kediri, Jember, Surabaya, Banyuwangi, Madiun dan Malang.

Menurut data, dari delapan kota IHK tersebut Probolinggo naik sebesar 0,18 persen, Kediri 0,17 persen, Jember 0,14 persen, Surabaya 0,12 persen, Banyuwangi 0,09 persen, Madiun 0,08 persen dan Malang 0,07 persen. Sedangkan Sumenep mengalami deflasi mtm sebesar 0,42 persen.

"Dari delapan kota yang ada di Jawa Timur tujuh kota terlihat mengalami inflasi sedangkan satu kota itu mengalami deflasi, inflasi tertinggi terjadi di Probolinggo sebesar 0,18 persen dan inflasi terendah terjadi di kota Malang di angka 0,07 persen, sementara deflasi terjadi di Sumenep sebesar minus 0,42 persen," ucapnya.

Dari catatan delapan kota tersebut, lanjutnya, inflasi bulanan di Jawa Timur di bulan Juni tahun 2003 mencapai 0,10 persen dengan kumulatif 1,45 persen.

"Jika dipersempit lagi datanya, maka terlihat bahwa kelompok makanan minuman dan tembakau mengalami inflasi sebesar 0,33 persen dengan sumbangan untuk inflasi 0,07 persen, kemudian yang cukup signifikan juga adalah kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,38 persen dengan sumbangan inflasi sebesar 0,02 persen," ujarnya.

Namun, menurut dia, di sektor transportasi mengalami deflasi sebesar minus 0,51 persen dengan tekanan terhadap harga sebesar 0,07 persen.

"Beberapa komponen-komponen tersebut sangat berpengaruh dengan kejadian-kejadian yang terjadi di bulan Juni 2023, seperti adanya Hari Raya Idul Fitri, libur sekolah dan Idul Adha, cuaca di wilayah Jawa Timur, masuknya musim tanam dan Gerakan Pangan Murah (GPM) oleh pemerintah," ucapnya.

Oleh karena itu, kata dia, pihaknya memprediksi komoditas-komunitas yang nantinya akan terlihat mengalami kenaikan selama bulan Juli dengan melihat perkembangan sampai dengan bulan Juni 2023 ialah dari kelompok bahan makanan, minuman dan tembakau.

"Sementara kalau kita perhatikan sampai dengan bulan Juni 2023, kelompok transportasi yang biasanya mendorong perkembangan harga kita menjadi lebih tinggi, sampai sekarang mengalami deflasi 1,34 persen," tuturnya.

Ia mengimbau kepada para pemangku kepentingan di masing-masing sektor dan wilayah untuk dapat mengendalikan inflasi agar tidak naik hingga akhir tahun 2023.

"Di sisa enam bulan yang tersisa ini, penting bagi seluruh pihak terutama para pemangku kebijakan untuk menjaga bagaimana kelompok makanan, minuman dan tembakau ini tidak kembali mengalami kenaikan harga," kata Zulkipli.

Baca juga: Gubernur Jatim ingatkan tantangan inflasi bagi dunia perbankan
Baca juga: Khofifah dorong peningkatan produktivitas pertanian cegah inflasi


 

Pewarta: Abdul Hakim/Naufal Ammar Imaduddin
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023