Jakarta (ANTARA) -
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menyebutkan sebanyak 1.862 bencana yang terjadi selama Januari-Juli 2023 disebabkan oleh faktor perbuatan manusia atau human made.
 
"Akar permasalahan bencana hidrometeorologi baik basah maupun kering itu akibat dari kerusakan lingkungan, dan bencana yang terjadi tidak lepas dari aktivitas manusia atau human made disaster," kata Abdul Muhari pada diskusi disaster briefing yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
 
Ia mengatakan bencana akibat ulah manusia ini harus terus dievaluasi dan dilakukan mitigasi untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan.
 
"Di daerah hulu, kerusakan lingkungan terjadi akibat alih fungsi lahan, pembalakan dan penebangan liar, sedangkan di daerah hilir akibat arus urbanisasi yang diikuti pembetonan kota sehingga air tidak bisa meresap ke tanah," ujar dia.

Baca juga: BNPB catat 1.327 kejadian bencana selama triwulan pertama 2023
 
Berdasarkan data BNPB, penyumbang kejadian bencana paling tinggi di Indonesia sebagian besar dari Provinsi Aceh dan Sumatera Barat, dan memasuki musim kemarau pada Juli 2023 ini, secara historis ada tiga provinsi di Sumatera yang menjadi daerah dengan kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) cukup tinggi yakni Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan.
 
Adapun jenis kejadian bencana alam paling banyak hingga Senin (3/7) yakni banjir sebanyak 671 kasus, cuaca ekstrem 619 kasus, tanah longsor 329 kasus, dan karhutla 194 kasus.

"Bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor itu akibat human made," kata Abdul Muhari.
 
Sedangkan untuk bencana hidrometeorologi kering seperti karhutla, menurut dia, juga diakibatkan oleh faktor manusia.

Baca juga: BNPB: 1.778 kejadian bencana terjadi sejak Januari hingga19 Juni 2023
 
"Pembakaran itu dilakukan dini hari sampai subuh, di mana saat itu tidak ada petugas yang berpatroli, dan saat matahari sudah terbit, kawasan yang terbakar itu sudah meluas, sehingga menyebabkan dampak yang cukup besar," tuturnya.
 
Ia mengatakan saat ini memang BNPB tidak bisa menekan kasusnya sampai nol, tetapi respons terhadap karhutla bisa dipercepat.
 
"Saat ini BNPB sudah menyiapkan helikopter water bombing yang cukup efektif saat kebakaran hutan belum meluas, sehingga batasan penjalaran api bisa dimatikan lebih dulu. Begitu (api) sudah tidak bergerak baru dibantu satgas daerah," katanya.
 
Hal ini adalah dampak baik dari sinergi pemerintah pusat maupun daerah, baik lintas kementerian maupun pemda.

Baca juga: BNPB: Bangun perilaku tangguh bencana mulai dari diri sendiri
 
"Sinergi BNPB dan pemda, koordinasi tingkat OPD dan lintas kementerian sudah semakin rapi. Tim di lapangan seperti Manggala Agni dan Masyarakat Sadar Api sudah lebih cepat merespons kejadian di lapangan," demikian Abdul Muhari.

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023