kami sudah siap menyediakan yang dibutuhkan untuk ini, negara harus bayar, ya bayar. Saya tadi baru bicara dengan teman-teman Kementerian Keuangan, negara harus sediakan anggaran. Tahun depan berapa, tahun depan berapa..."
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan bahwa Pemerintah akan menyiapkan anggaran dalam rangka penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu secara nonyudisial yang ditujukan pemulihan hak korban.

"Dan kami sudah siap menyediakan yang dibutuhkan untuk ini, negara harus bayar, ya bayar. Saya tadi baru bicara dengan teman-teman Kementerian Keuangan, negara harus sediakan anggaran. Tahun depan berapa, tahun depan berapa," kata Mahfud usai menghadiri rapat kerja bersama Komite I DPD, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

Baca juga: Ketua MPR minta pemerintah terus telusuri korban pelanggaran HAM berat

Ia menyebut, anggaran tersebut diperuntukkan untuk menyantuni korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Mulai dari, biaya pendidikan dan pelatihan kerja, pendirian maupun pendampingan usaha, hingga pembangunan prasarana air.

"Lalu ada program solar untuk nelayan, akses pembiayaan pemodalan dan seterusnya, yang di luar negeri kita kasih, kalau kamu mau pulang saya akui sebagai warga negara, 'khan dia enggak bisa pulang, sekarang pulang, negara menjamin," ucapnya.

Baca juga: Korban sambut baik penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat

Ia menyebut bahwa saat peluncuran program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat di Aceh, Selasa (27/6), Presiden Joko Widodo memberikan sejumlah santunan kepada korban, di antaranya berupa pembangunan rumah atau renovasi.

"Kemarin itu Presiden lihat langsung, ada 16 rumah korban Rumah Geudong itu sudah dibangun. Senang orangnya. Ada yang minta, 'Anak saya di sekolahkan Pak, dikasih beasiswa sampai perguruan tinggi', pembangunan tempat ibadah," ucapnya.

Baca juga: Jokowi tawari dua eksil korban Peristiwa 1965-1966 kembali jadi WNI

Sebelumnya, Selasa (27/6), Presiden Joko Widodo resmi meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian nonyudisial pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Indonesia yang dimulai dari Aceh, Selasa, dalam upaya pemulihan hak para korban.

"Dengan mengucap bismillahirahmanirrahim, pada siang hari ini, secara resmi saya luncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat di Indonesia," kata Jokowi di Kabupaten Pidie, Aceh, Selasa.

Baca juga: Para eksil ceritakan tak bisa kembali ke Tanah Air karena tragedi 1965

Pada 11 Januari 2023, Pemerintah mengakui telah terjadi pelanggaran HAM berat di masa lalu pada 12 peristiwa.

Ke-12 peristiwa tersebut adalah peristiwa pada 1965-1966, Penembakan Misterius pada 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung pada 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh pada 1989, Penghilangan Orang Secara Paksa pada 1997-1998, dan Kerusuhan Mei 1998.

Kemudian, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II pada 1998-1999, Pembunuhan Dukun Santet pada 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh pada 1999, Peristiwa Wasior Papua pada 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua pada 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh pada 2003.

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2023