Habis ini saya akan mengunjungi beberapa negara Eropa, siapa yang mau pulang, mereka punya hak warga negara
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan akan berkunjung ke sejumlah negara di Eropa untuk menemui para eksil korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu dalam rangka menjemputnya kembali ke Tanah Air.

"Habis ini saya akan mengunjungi beberapa negara Eropa, siapa yang mau pulang, mereka punya hak warga negara," kata Mahfud dalam rapat kerja bersama Komite I DPD RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

Ia pun menyebut akan mengatur jadwal kunjungannya ke sejumlah negara di Eropa, usai kick off penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara non-yudisial digelar di Aceh pada Selasa (27/6).

"Nanti, kan banyak itu ada 12 negara kalau enggak salah yang masih ada warga negara kita yang eks 'Mahid' (mahasiswa ikatan dinas), yang eksil itu, ndak apa-apa nanti dijadwalkan, ini kan baru kick off," ujarnya.

Mahfud menjelaskan bahwa negara harus turun tangan demi kemanusiaan, sebab para eksil tersebut telah puluhan tahun berada di luar negeri dan tidak bisa pulang ke Tanah Air pasca-peristiwa 1965.

Baca juga: Jokowi tawari dua eksil korban Peristiwa 1965-1966 kembali jadi WNI

Baca juga: Pemerintah jamin eksil korban pelanggaran HAM dimudahkan pulang ke RI


"Ndak boleh pulang karena terjadi peristiwa '65, sampai 58 tahun, bayangin nggak 58 tahun, sejak umur 23 tahun, sampai umur 81-82 sekarang, lebih banyak yang sudah meninggal lagi di luar negeri, kita harus turun tangan demi kemanusiaan," tuturnya.

Dia juga menceritakan kerinduan para eksil untuk kembali ke Tanah Air yang tak kunjung terealisasi hingga di penghujung akhir hayatnya.

"Ada beberapa orang, 'Pak saya sudah 58 tahun enggak bisa (pulang) Pak, saya ingin pulang ke Indonesia, ingin mati di Indonesia'. Kita jemput, mereka korban, bukan pelaku," ucapnya.

Namun, Mahfud menyebut sebagian eksil lainnya juga memilih tak kembali Tanah Air lantaran kehidupannya kadung melembaga di negara tersebut.

"Karena apa? Sudah 58 tahun, asetnya di sini sudah habis, keluarganya sudah habis, dan dia merasa takut diejek oleh masyarakat. Mereka sudah sukses di sana," ungkapnya.

Meski demikian, dia menegaskan bahwa negara tetap berhak untuk mengembalikan hak para eksil korban pelanggaran HAM berat itu.

Baca juga: Mahfud: 136 eksil korban pelanggaran HAM berat ada di luar negeri

Baca juga: Pemerintah sebut 39 korban pelanggaran HAM terasing bukan pengkhianat


"Mereka hanya ingin, kebanggaan terhadap negeri ini, rasa cinta kami terhadap Tanah Air ini, merasa dikembalikan oleh negara dengan adanya ini. Masa bapak tidak setuju? Masa ini dianggap tidak ada hukumnya? Masa kita mau diam saja melihat itu? Sementara negara sudah memerintahkan selesaikan itu melalui pengadilan dan non pengadilan," tutur dia.

Sebelumnya, Jumat (23/6), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan data sementara ada sebanyak 136 eksil korban pelanggaran HAM berat di luar negeri.

Sebagian besar dari mereka yang terdata merupakan eksil korban pelanggaran HAM saat Peristiwa 1965–1966, serta dua lainnya merupakan eksil dari kasus Kerusuhan Mei 1998 dan Simpang KKA Aceh.

Dari 136 orang itu, 67 eksil merupakan korban Peristiwa 65 ada di Belanda, satu orang dan 37 keturunannya ada di Rusia, 14 orang di Ceko, 8 orang di Swedia, dua orang eksil dan satu keturunannya di Slovenia, satu eksil di Albania, satu di Bulgaria, satu di Suriah, satu di Inggris, satu di Jerman, dan dua eksil yang masing-masing korban Kerusuhan Mei 1998 dan korban Peristiwa Simpang KKA Aceh ada di Malaysia.

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023