Kadang juga mereka ejek-ejek saya, tapi saya tidak minder atau malu karena mereka kan punya orang tua, ...
Kendari (ANTARA) - Anak yang menjadi yatim sejak usia 9 tahun hingga harus menjadi petani dan melakoni pekerjaan berat sejak kecil, kini menjadi juara dunia. Inilah sepenggal cerita pria di pelosok Konawe.

Seorang pria kekar duduk di sebuah kursi sembari menceritakan kisah hidup yang tak seperti anak lainnya kala usia dini hingga melewati masa-masa remaja yang begitu menyedihkan.

Usai perkenalan, pria ini bernama Dirhamsyah, salah seorang putra asli daerah di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, kini menjadi pusat perhatian usai berhasil mencatatkan nama daerah dan bangsa di level dunia melalui bela diri kempo.

Pria berdarah asli Konawe ini sukses menjadi juara dunia pada ajang 19 th IKF World Kempo Championships 2023 di Kota Caldas De Rainha Portugal pada Sabtu (29/4), setelah keluar menjadi yang terbaik pada kelas -65 kg.

Keberhasilan dirinya menorehkan prestasi di level internasional membuat masyarakat Indonesia, khususnya tanah kelahiran di Konawe Sulawesi Tenggara, ikut bangga.

Namun, pria berprestasi ini ternyata memiliki sejuta kisah perjuangan yang pilu pada masa kecil. Kerasnya cobaan hidup mendorong dirinya untuk melakoni berbagai pekerjaan demi membantu ekonomi keluarga yang saat itu berada dalam lingkar ketidakmampuan finansial.

Perbincangan semakin bermakna dengan pria berusia 36 tahun ini. Rupanya sejak duduk di bangku kelas V sekolah dasar, ia sudah menjadi gembala sapi dan bertani. Tak ada pilihan lain karena orang yang menjadi tulang punggung mereka, yakni ayah tercinta, telah meninggal dunia saat dirinya berusia 9 tahun.

Usia yang seharusnya dihabiskan Dirhamsyah kecil untuk bermain dengan teman sebayanya, namun sayang sang juara ini malah menghabiskan waktu kecil di ladang termasuk dengan sapi-sapi peliharaan peninggalan sang ayah.

Menggembala dan bertani terus dikerjakan Dirhamsyah. Namun, setelah memasuki pendidikan di tingkat sekolah menengah pertama (SMP), sembari melaksanakan tugasnya sebagai siswa, ia melakoni pekerjaan sebagai tukang ojek gabah padi saat pulang sekolah.

Bertarung mengalahkan kerasnya kehidupan hingga lawan di atas matras mampu ditaklukkan Dirhamsyah. Terbukti pria yang dulunya memiliki kisah pilu itu, kini menjadi juara satu kempo di tingkat dunia, prestasi yang gemilang dan membanggakan daerah, bangsa, hingga negara.


Anak petani

Pria yang memiliki tinggi 164 cm ini terlahir dari keluarga dengan ekonomi pas-pasan. Ayah dan ibunya merupakan seorang petani. Meski begitu, kondisi itu tidak membuat Dirhamsyah terpuruk.

Sang ayah meninggal dunia saat dirinya duduk di bangku kelas III SD. Sepeninggal ayahnya, Dirhamsyah kecil lalu menggembala sapi yang ditinggalkan ayahnya untuk membantu ekonomi keluarga.

Setelah beranjak SMP hingga tamat SMA, Dirhamsyah menjadi tukang ojek gabah untuk mencari pendapatan tambahan keluarga mereka. Ojek gabah padi dilakukan Dirhamsyah dengan menggunakan sepeda yang telah dirakit sedemikian rupa.

Pekerjaan ini dilakukan Dirhamsyah selama enam tahun lamanya, dimulai duduk di bangku Kelas I SMP hingga tamat SMA. Dirinya melakoni pekerjaan itu dengan memanfaatkan waktu pulang sekolah hingga menjelang magrib.

Kala itu, tak ada teman sebaya yang mau melakukan pekerjaan keras itu. Dirhamsyah merupakan satu-satunya remaja, sedangkan teman-teman sesama pengojek gabah jauh di atas usianya.

Pekerjaan keras itu dilakoni Dirhamsyah karena ia menyadari sepenuhnya bahwa ayahnya sebagai tulang punggung telah tiada sehingga untuk bisa bertahan hidup harus berusaha dan berjuang sendiri.

"Orang tua laki-laki sudah tidak ada, siapa yang mau kasih uang kalau tidak cari sendiri? Mau harap orang tua perempuan kan tidak mungkin, penghasilan tetap tidak ada. Jadi cari sendiri untuk tambahan biaya sekolah," ucap Dirhamsyah yang mengenang masa kecilnya.

Meski tergolong sebagai pekerjaan berat karena harus mengayuh sepeda dengan beban tiga kali lipat dari dirinya, Dirhamsyah selaku bersemangat karena mendapat upah hingga Rp50.000 per hari. Nominal lumayan banyak pada tahun 2000-an, yang ditaksir sekitar lima kali lipat nilai tukar saat ini.

Memutar memori yang pilu, hasil keringat dari jerih payah Dirhamsyah remaja saat itu rupanya tidak dinikmati untuk berfoya-foya, uang itu diberikan kepada ibunda tercinta hingga disisipkan untuk biaya sekolah.

Jatuh bangun di pematang sawah hingga berbalut lumpur menjadi langganan bagi Dirhamsyah. Tak ada rasa malu atau minder dalam melakukan pekerjaan itu. Baginya, hal itu tetap dilakukan selama halal.

Tak jarang, ia dengan sabar dan tabah mengelus dada kala ada ejekan saat berpapasan dengan teman-temannya apalagi ketika berbalut dengan lumpur. Medan yang dilalui cukup sulit bagi anak remaja apalagi harus membawa gabah padi seberat 100 kilogram lebih.

"Kadang juga mereka ejek-ejek saya, tapi saya tidak minder atau malu karena mereka kan punya orang tua, saya merasa harus berusaha karena tidak ada orang tuaku," ucap Dirhamsya.

Singkat cerita, pria yang ramah ini rupanya bercita-cita menjadi seorang guru. Saat tamat SMA ia mendaftar kuliah untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari dengan Jurusan Penjaskes dan Ekonomi Koperasi.

Kala itu, ia lulus di kedua jurusan tersebut namun sayang, masih teringat di benaknya cita-cita yang kini hanya menjadi kenangan merupakan impian yang pupus karena faktor ekonomi yang tidak mendukung, terpaksa tidak memilih kuliah. Dirhamsyah lalu mengadu nasib dengan mendaftar TNI dan lulus.


Pejuang

Perjuangan untuk meraih hidup sukses rupanya usaha yang harus dilakukan oleh Dirhamsyah agar bisa memiliki kehidupan lebih baik lagi. Kisah ini diceritakan Nurhaini (60), kakak Dirhamsyah, sebagai saksi perjuangan adiknya.

Ibu lima anak ini menyebut bahwa Dirhamsyah, anak bungsu dari 10 orang bersaudara, lahir dari ayah dan ibu sebagai petani.

Perjuangan Dirhamsyah bukan hanya mengalahkan lawan saat bertanding di arena Kempo, tetapi kerasnya hidup juga harus ditaklukkan oleh adik tercinta.

Kerasnya perjuangan kehidupan dijalani Dirhamsyah sejak kecil. Ia harus menjadi gembala sapi, bersawah, berkebun, hingga harus melakoni pekerjaan sebagai buruh angkut gabah padi menggunakan sepeda. Waktu, yang seharusnya ia nikmati pada masa kecil.

Kegiatan ini dilakukan Dirhamsyah demi membantu ekonomi keluarga karena sang ayah telah meninggal dunia kala Dirhamsyah duduk di bangku kelas 3 SD. Sedangkan ibu mereka meninggal pada tahun 2012.

Sebagai anak sulung, Nuraini menggantikan posisi orang tua mendidik adik-adiknya. Baginya Dirhamsyah sangat baik di mata keluarga, sering membantu bukan hanya secara materi tetapi tenaga. Adiknya merupakan satu-satunya prajurit TNI, sedangkan sembilan orang saudaranya merupakan PNS.

Sosok Dirhamsyah dikenal sebagai pribadi yang tidak sombong dan mudah bergaul dengan semua kalangan, baik di mata keluarga, masyarakat, dan warga di daerahnya di Kecamatan Lambuya, Konawe.

"Kita sangat terharu dari keluarga karena dia membawakan nama bangsa dan negara di mata dunia. Ini hasil jerih paya orang tua, walaupun orang tua sudah meninggal tapi sudah ada peninggalan jasa-jasanya," ucap Nuraini di sela penjemputan Sertu Dirhamsyah di Korem 143/Haluoleo.

Senada dengan Juharni (59), ipar Dirhamsyah, menyebut bahwa adik iparnya merupakan sosok yang sangat baik dan tidak pernah membedakan dalam menjalin pergaulan di masyarakat baik bagi kalangan bawah maupun atas.

Ibu yang berprofesi sebagai Kepala Sekolah SDN Anggaberi, Konawe, ini juga mengaku bangga karena adik iparnya bisa membawa nama baik bangsa Indonesia di mata dunia.

Ibu tiga anak ini berharap generasi muda, khususnya di Kabupaten Konawe, bisa mengikuti jejak Dirhamsyah dalam mengharumkan nama daerah, bangsa dan negara di kancah internasional melalui kegiatan positif.


Juara dunia

Menorehkan prestasi di level dunia tidak semudah membalikkan telapak tangan bagi pria yang lahir di Lambuya, Konawe, pada 17 Agustus 1986 ini. Usaha dan kerja keras wajib dilakukan sebagai ikhtiar untuk menjadi seorang juara.

Pria ramah dan murah senyum ini mengaku bangga atas prestasi yang diraih karena harus melewati pemusatan latihan yang keras selama sebulan untuk membela tim nasional.

Pria yang masuk TNI pada tahun 2004 dan dilantik pada 2005 itu mengaku bangga karena bisa mengharumkan nama Indonesia, khususnya Sultra, di level internasional. Bukan hal sia-sia meninggalkan tugas kemiliteran selama satu bulan.

Anak bungsu dari 10 orang bersaudara ini mengatakan bahwa kesuksesan dirinya berkat doa seluruh masyarakat Indonesia, termasuk warga di Provinsi Sulawesi Tenggara yang merupakan daerah asalnya.

"Alhamdulillah saya sangat senang bisa mengharumkan nama bangsa dan daerah, ini berkat doa masyarakat Sulawesi Tenggara, khususnya Indonesia," ucap dia seraya menganggukkan kepala.

Menurut Dirhamsyah yang merupakan anggota Babinsa Koramil 1417-03/Lambuya Kodim 1417/Kendari, Korem 143/Haluoleo, doa masyarakat Indonesia sangat membantu sehingga dirinya bisa keluar sebagai juara dunia kempo di Portugal.

Apalagi, saat penentuan partai final, ia melawan atlet Prancis yang lebih besar dan tingginya mencapai hampir 2 meter. Namun, dirinya meyakini doa masyarakat Indonesia dan keberanian yang terpatri di jiwanya sehingga ia bisa menjadi juara.

Keberanian Dirhamsyah terbentuk karena baginya kemenangan adalah harga diri. Di mana pun dirinya bertanding, baik di daerah, nasional, bahkan internasional, ketika sudah di atas matras rasa takut telah tiada, justru keberanian menyelimutinya.

Dari kejuaraan yang berlangsung pada 26-30 April 2023, Dirhamsyah mempersembahkan masing-masing dua medali emas dan dua perak untuk Indonesia.

Ayah tiga anak ini tidak menyangka bisa mengukir namanya pada tingkat internasional karena persiapan yang dilaksanakan sangat singkat. Ia mengaku mengikuti pusat pelatihan hanya selama 27 hari yang seharusnya 30 hari di kawasan Pulo Gadung, Jakarta Timur.

Meski persiapan sangat terbatas, Dirhamsyah mengaku memaksimalkan segala kemampuannya saat berlaga sehingga bisa mengharumkan nama bangsa Indonesia di kancah internasional.

Ratusan prajurit TNI AD jajaran Korem 143/Haluoleo bersama keluarga dan kerabat antusias menyambut kedatangan Sertu Dirhamsyah yang menjuarai Kejuaraan Dunia Kempo di Portugal. Penjemputan dilakukan di Bandar Udara Haluoleo Kendari.

Pria yang mengharumkan nama bangsa Indonesia ini kemudian di bawah ke Korem 143/Haluoleo oleh iring-iringan massa yang melakukan penjemputan. Setibanya di Korem itu, ia mendapat penyerahan piagam penghargaan, uang pembinaan, serta hadiah berupa satu sepeda motor.

Ungkapan apresiasi juga dia tujukan bagi para pelatih di Federasi Kempo Indonsia (FKI) pusat dan Sulawesi Tenggara yang telah membentuknya menjadi atlet berprestasi. Baginya, organisasi itu juga andil dalam kariernya.

Selain itu, Dirhamsyah juga berterima kasih kepada Pangdam XIV/Hasanuddin, Danrem 143 Haluoleo, dan Dandim 1417/Kendari karena telah memberikan izin untuk membela Timnas Indonesia ke Portugal. Ungkapan ini menjadi perbincangan akhir bersama Dirhamsyah di siang itu.


Membanggakan

Keberhasilan Sertu Dirhamsyah menorehkan prestasi di tingkat dunia mendapat apresiasi Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Dudung Abdurachman.

Kasad mengundang secara khusus Sertu Dirhamsyah untuk memberikan apresiasi secara langsung kepada anggotanya yang telah mengharumkan nama TNI AD bahkan Indonesia di level internasional.

Piagam penghargaan diserahkan Kasad kepada Sertu Dirhamsyah di Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad) Jakarta, Jumat (12/5). Dirhamsyah datang memenuhi undangan didampingi Dandim 1417/Kendari Kolonel Czi Bintarto. Kasad mengaku bangga dengan prestasi salah satu prajuritnya itu.

"Terima kasih telah mempersembahkan prestasi yang membanggakan Indonesia dan juga membawa nama Angkatan Darat," ucap Kasad.

Pimpinan TNI AD ini meminta Sertu Dirhamsyah tidak berhenti berlatih agar pada masa mendatang dapat mempersembahkan prestasi lebih banyak lagi.

Selain menerima piagam penghargaan, Kasad juga memberikan dana pembinaan bagi Sertu Dirhamsyah sebagai apresiasi pimpinan kepada prajurit yang berprestasi.

Sertu Dirhamsyah bagai berlian di mata masyarakat karena telah mengharumkan nama bangsa dan negara tingkat dunia melalui ajang bela diri kempo. Ini membuktikan bahwa Konawe memiliki putra-putri berbakat untuk bersaing di level internasional.

Terbiasa dengan kondisi hidup yang begitu keras sejak kecil membentuk kepribadian Dirhamsyah menjadi pribadi yang pemberani setelah dewasa untuk mengalahkan segala tantangan dan rintangan yang menghalang di depannya.

Meski berkalung prestasi internasional,  Dirhamsyah tetap pribadi yang rendah hati.




 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023