Padang Aro (ANTARA News) - Sedikitnya 7.000 Izin Usaha Pertambangan atau IUP di Indonesia bermasalah, sehingga pemerintah pusat melarang dikeluarkannya izin baru hingga undang-undang baru diberlakukan.

"Dari 12.000 IUP yang dikeluarkan di seluruh Indonesia, hanya 5.000 yang terselesaikan, sedangkan 7.000 lagi bermasalah," kata Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sumatera Barat, Marzuki Mahdi, di Padang Aro, Rabu.

Karena banyaknya IUP yang bermasalah, kata dia, maka pemerintah pusat mengambil kebijakan bahwa sampai Undang-undang yang baru keluar tidak boleh dikeluarkan izin pertambangan baru.

"Sekarang undang-undang itu sedang digodok dan dibahas oleh pemerintah pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan sampai disahkan maka dilakukan penundaan (moratorium) penertiban izin baru," katanya.

Dia menjelaskan, moratorium tersebut juga termasuk izin untuk wilayah pertambangan rakyat (WPR).

Terkait tuntutan masyarakat Solok Selatan agar WPR dikeluarkan, dia meminta bersabar sampai Undang-undang tentang pertambangan disahkan.

Ia menyebutkan, sampai saat ini Provinsi Sumatera barat tidak mengeluarkan rekomendasi untuk WPR.

"Untuk usulan pembentukan WPR memang ada yang masuk ke Provinsi seperti dari Solok Selatan, Sijunjung tetapi belum dikeluarkan," katanya.

Ia menyarankan, selagi undang-undang baru tersebut masih dibahas, sebaiknya pemerintah daerah melakukan evaluasi tentang kawasan yang mungkin dijadikan lokasi WPR.

"Agar setelah moratorium dicabut maka kita bisa langsung melakukan kajian tentang lokasi tersebut," katanya.

Setelah tahapan-tahapan setelah WPR terbentuk, kata dia, maka baru dikeluarkan izin pertambangan rakyat.

Kajian-kajian yang perlu diperhatikan oleh pemkab dalam menentukan lokasi WPR seperti fungsi kawasan sebab jangan sampai dikeluarkan di kawasan hutan lindung ataupun Konservasi.

"Jangan sampai wilayah yang diajukan tersebut bertentangan dengan Undang-undang dan status hutan di sekitarnya," kata dia.

(KR-MLN)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013