Yogyakarta (ANTARA News) - Aktivitas Gunung Merapi (2.965 mdpl) hingga Senin pagi masih tinggi dengan mengeluarkan awan panas yang dominan mengarah ke hulu Kali Gendol (lereng selatan) serta sebagian ke Kali Krasak (lereng barat daya). Informasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta menyebutkan, dari pukul 00.00 sampai 06.00 WIB terjadi beberapa kali awan panas yang meluncur sejauh tiga kilometer ke Kali Gendol, dan sebagian lagi ke Kali Krasak dengan jarak luncur maksimum 2,5 kilometer. Kabut di sekitar gunung itu agak menghalangi pengamatan visual, tetapi dari suara gugurannya terdengar jelas awan panas lebih banyak mengarah ke Kali Gendol, kata Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTK Drs Subandriyo, Senin. Sementara itu dari rekaman seismograf mencatat gempa fase banyak atau multiphase (MP) terjadi 18 kali, gempa guguran 54 kali, tidak terjadi gempa vulkanik dangkal (VTB), awan panas dua kali dan gempa tektonik dua kali. Sedangkan dari pengamatan visual, keadaan cuaca di puncak gunung pada pagi hari cerah, asap solfatara berwarna putih tebal dengan tekanan lemah. Ketinggian asap ini maksimum 550 meter dari puncak. Sebelumnya, pada 18 Juni dari pukul 00.00 hingga 24.00 WIB terjadi 27 kali awan panas meluncur sejauh maksimum tiga kilometer ke Kali Gendol. Guguran lava pijar terjadi lima kali dengan jarak luncur maksimum 2,5 kilometer ke hulu Kali Krasak, 53 kali ke hulu Kali Gendol dengan jarak luncur maksimum satu kilometer, serta satu kali meluncur sejauh satu kilometer ke Kali Senowo. Kata dia, dengan status aktivitas gunung ini yang masih "awas< BPPTK merekomendasikan agar wilayah di sepanjang alur Kali Krasak, Bebeng, Bedog, Boyong dan Kali Gendol dalam radius delapan kilometer dari puncak Merapi serta 300 meter dari tebing sungai, tetap dikosongkan karena masih berpotensi terancam luncuran awan panas. Diingatkan pula agar menghentikan semua aktivitas masyarakat terutama penambangan pasir di sungai, bertani, berkebun serta beternak pada radius tersebut. Pendakian ke puncak Merapi juga masih dilarang.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006