Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah diminta lebih serius menangani dan memberi penjelasan kepada masyarakat korban semburan gas bercampur lumpur panas yang terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur. "Izin eksplorasi `kan` dari pemerintah pusat, hasil alamnya juga sebagian besar ke pemerintah pusat, sementara yang menetes ke kabupaten hanya 6,5 persen. Karena itu pemerintah harus bertanggung jawab, jangan hanya mau mengambil sumber daya alamnya saja," kata anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Wahyuddin, di Jakarta, Senin. Ditegaskannya pemerintah harus segera menjelaskan sebab terjadinya semburan gas dan lumpur panas itu, sampai kapan, bagaimana dan apa yang harus dilakukan. Semakin hari, ujarnya, lumpur makin merambah ke berbagai desa. Dikatakannya bahwa ketika Komisi VII DPR (yang membidangi masalah pertambangan dan lingkungan hidup) melakukan kunjungan ke lokasi pertama kali pada 11 Juni, pengungsi masih berjumlah 600 orang. Namun lima hari kemudian, pada 16 Juni, pengungsi meningkat drastis menjadi 3.000 orang dan hari ini (19/6) dilaporkan sudah bertambah lagi menjadi 4.000 orang. "Artinya dampak sosial dari masalah lumpur itu tidak sedikit. kehidupan masyarakat hancur karena rumahnya terendam lumpur, ekonomi tidak lagi bisa berjalan, anak-anak harus berhenti sekolah dan semua kegiatan tak lagi bisa berlanjut. Sampai kapan mau seperti ini?" katanya. Diduga lumpur yang merendam sejumlah desa di Kecamatan Tanggulangin, Kecamatan Porong di Kabupaten Sidoarjo itu terjadi akibat kelalaian dan faktor kesengajaan PT Lapindo Brantas Inc. Hingga sejauh ini, sejumlah pejabat pusat dan daerah telah melakukan kunjungan, namun semuanya tidak tuntas menyelesaikan permasalahan disana. "Apalagi Lapindo kurang mendapat tempat bagi masyarakat, sehingga membuat masyarakat kehilangan kepercayaan sekaligus harapan," ujarnya. Aksi membajak alat berat, ia menambahkan, semakin sering terjadi. Bahkan sejak tiga hari lalu, sudah ada tujuh aksi pembajakan dan kondisi itu diperparah lagi dengan terjadi pertengkaran warga Siring dan Renokenongo akibat beban bencana itu. "Kami prihatin pemerintah pusat hanya diam membisu seakan tidak memiliki tanggung jawab. Padahal atas nama negara mereka menguasai sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, tetapi yang terjadi di Sidoarjo justru sebaliknya," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006