Industri halal dan literasi dan inklusi keuangan syariah harus saling menguatkan untuk berkembang.
Jakarta (ANTARA) - Penguatan ekosistem syariah membutuhkan dorongan dari peningkatan literasi dan inklusi keuangan, mengingat hingga kini masih menjadi tantangan bagi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.

Kepala Grup Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muhammad Ismail Riyadi mengatakan peningkatan literasi dan inklusi keuangan yang dilakukan secara kolaboratif, baik oleh pemerintah, otoritas, pelaku industri keuangan, maupun masyarakat, merupakan suatu keniscayaan dalam penguatan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah.

“Karena industri halal dan literasi dan inklusi keuangan syariah harus saling menguatkan untuk berkembang. Dan pendekatan sekarang yang harus dilakukan dalam pengembangan keuangan syariah memang harus masuk ke ekosistemnya,” kata Ismail, di Jakarta, Kamis.

OJK mencatat tingkat literasi keuangan syariah pada 2022 masih berada di level 9,14 persen, dan inklusi keuangan di level 12,12 persen. Meski indeks literasi ekonomi syariah menunjukkan peningkatan hingga 23,3 persen, namun OJK menargetkan indeks dapat meningkat hingga 50 persen pada 2024 mendatang.

Tak jauh berbeda, tingkat literasi di pasar modal syariah juga terbilang rendah. Kepala Unit Pengembangan Produk Syariah Bursa Efek Indonesia (BEI) Yunan Akbar melaporkan tingkat literasi pasar modal syariah tercatat di level 4,11 persen pada 2022, jauh di bawah tingkat literasi perbankan.

Menurut Yunan, terdapat tiga faktor yang menjadi kendala pada tingkat literasi pasar modal syariah, yakni jumlah masyarakat yang belum mengakses pasar modal syariah, varian instrumen pasar modal syariah yang masih sedikit, dan masalah infrastruktur.

Padahal, pangsa pasar industri halal dan keuangan syariah di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Berdasarkan State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2022, Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan konsumen produk halal terbesar di dunia.

Laporan tersebut menunjukkan Indonesia memiliki peluang yang baik untuk mewujudkan visi menjadi produsen halal terkemuka di tingkat internasional, sebagaimana arahan Wakil Presiden RI Maruf Amin.

Visi itu yang melandasi regulator menyusun tiga arah kebijakan strategis untuk literasi dan inklusi keuangan, yaitu terkait pengembangan infrastruktur, akselerasi dan edukasi secara masif dan kolaboratif, serta pengembangan produk dan akses keuangan syariah melalui pendekatan ekosistem.

Dukungan terkait peningkatan literasi dan inklusi ekonomi dan keuangan syariah, juga perlu datang dari pelaku industri keuangan.

Dari sisi perbankan, misalnya, upaya mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah bisa dilakukan melalui pengembangan produk dan layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat; optimalisasi jaringan dan akses; menggelar program literasi, pelatihan, dan sosialisasi secara berkelanjutan; meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk peningkatan layanan; hingga kolaborasi dan sinergi dengan berbagai stakeholders dalam ekosistem ekonomi syariah.

Pada sisi lain, peningkatan indeks literasi dan inklusi ekonomi dan keuangan syariah juga bisa mengoptimalkan tren gaya hidup halal di kalangan generasi muda, terutama milenial dan gen Z yang saat ini mendominasi populasi Indonesia.

“Dengan prediksi dan tren sosial berkembang tersebut, maka sangat tepat jika pengembangan ekonomi syariah dan industri halal dikembangkan dengan pendekatan halal lifestyle, karena mampu mengkombinasikan antara sisi spiritual, psikologis, aktivitas sehari-hari, hobi, dan tren bisnis dalam satu tarikan napas,” ujar Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Sutan Emir Hidayat.
Baca juga: Wapres sebut KDEKS penting dalam pengembangan ekosistem ekonomi
Baca juga: BSI sebut akan dukung ekosistem Islam senilai 300 miliar dolar AS


Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023