Beberapa parameter dapat digunakan untuk membedakan kedua jenis KTP ini, namun hingga saat ini belum pernah diteliti
Depok (ANTARA) - Doktor Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Agnes Stephanie Harahap mengembangkan suatu model prediksi yang dapat mendiagnosis kanker tiroid berdasarkan jenis mutasi genetik.

"Karsinoma Tiroid Papiler atau KTP adalah keganasan tersering yang terjadi pada kelenjar tiroid. Pada umumnya tumor ini menunjukkan prognosis yang baik dan tidak agresif dengan tingkat kelangsungan hidup 10 tahun mencapai 90-95 persen," kata Agnes di Kampus UI, Depok, Kamis.

Inovasi yang dikembangkan ini, kata dia, dapat memberikan banyak manfaat apabila digunakan dalam praktik sehari-hari karena relatif sederhana dan mudah digunakan, baik oleh dokter klinis yang menangani tumor tiroid maupun dokter spesialis patologi anatomik.

Untuk lebih memudahkan dalam penggunaannya, model prediksi ini telah dibuat dalam bentuk digital berupa aplikasi smartphone bernama BRAF-RAS calculator dan situs web https://www.agnresearch2023.com.

Agnes menjelaskan pada beberapa subtipe atau varian KTP memiliki prognosis yang lebih buruk dan bersifat agresif karena sering menyebar atau bermetastasis, memiliki risiko kambuh, dan resisten terhadap terapi.

Baca juga: Gangguan tiroid kerap tak disadari pasien
Baca juga: Tak semua benjolan pada leher kanker tiroid


Menurutnya, salah satu yang menyebabkan perbedaan perangai tersebut adalah adanya mutasi genetik, atau perubahan urutan basa atau nukleotida yang menyebabkan perubahan rantai DNA pada gen BRAF atau gen RAS. Akibat mutasi gen ini, perkembangan sel menjadi tidak terkontrol dan bertransformasi dari sel normal menjadi sel tumor ganas atau kanker.

Adanya perbedaan sifat biologis membuat The Cancer Genome Atlas (TCGA) membagi KTP ke dalam dua jenis berdasarkan pola mutasi kecenderungan BRAF (BRAF-like) atau RAS (RAS-like).

Pemeriksaan molekuler diperlukan untuk membedakan keduanya. Namun, kata dia, pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan di Indonesia karena keterbatasan sumber daya. Hal inilah yang kemudian mendorong minat Agnes melakukan penelitian untuk memprediksi adanya mutasi gen tersebut tanpa harus melakukan pemeriksaan molekuler.

"Beberapa parameter dapat digunakan untuk membedakan kedua jenis KTP ini, namun hingga saat ini belum pernah diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan menilai beberapa parameter, meliputi profil klinis, histopatologis, dan ekspresi protein phosphorylated extracellular signal-regulated kinase 1/2 (pERK1/2)," ujar Agnes.

Kedua jenis KTP harus dibedakan karena berpengaruh terhadap tata laksana yang diberikan. Pada KTP kelompok BRAF-like membutuhkan tata laksana khusus dan tindak lanjut pasien yang lebih ketat. Sementara itu KTP kelompok RAS-like cenderung berkembang lebih lambat dan sebaiknya tidak ditangani secara berlebihan.

Disertasi Agnes berjudul “Prediktor Diagnosis Karsinoma Tiroid Papiler dengan Mutasi BRAFV600E dan RAS Menggunakan Profil Klinis, Histopatologis dan Ekspresi Phosphorylated Extracellular Signal-Regulated Kinase 1/2” berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji yang diketuai Dr. dr. Lisnawati Sp.P.A., Subsp. Kv.R.M. (K), Subsp.
S.P. (K) .

Baca juga: Peneliti China temukan pengobatan baru untuk kanker tiroid
Baca juga: Kanker tiroid sering terjadi pada wanita karena bekerja lebih berat

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023