Sebelumnya juga sudah kita tampilkan materi sejarah Aceh, hanya saja ceritanya dimulai saat penjajahan Belanda, tidak dari awal kejayaan serta mulanya Kolonial masuk ke Aceh
Banda Aceh (ANTARA) - Museum Aceh resmi membuka pameran sejarah perjuangan rakyat Aceh "Aceh Bumi Para Syuhada" yang menampilkan lini masa sejarah perjuangan rakyat Aceh selama 494 tahun dari masuknya penjajahan pada 1511 sampai kesepakatan damai (MoU) Helsinki 2005.

"Lini masa sejarah perjuangan rakyat Aceh itu merangkai sejarah panjang perjuangan Aceh dimulai dari Portugis menguasai Malaka hingga Belanda melirik, momen penting itu yang ditampilkan sampai dengan peristiwa daerah operasi militer (DOM) dan kesepakatan damai "memorandum of understanding" (MoU) Helsinki," kata Edukator Museum Aceh Nurhawani, di Banda Aceh, Kamis.

Nurhawani menjelaskan, potret sejarah perjuangan rakyat Aceh selama 494 tahun itu dituliskan dalam bentuk baliho yang ditempelkan pada dinding Museum Aceh lantai III ruang pameran tetap.

Ia menjelaskan, memang di sana sebelumnya juga sudah ada pameran mengenai sejarah Aceh, hanya saja materi yang dipamerkan tidak lengkap seperti saat ditampilkan saat ini.

"Sebelumnya juga sudah kita tampilkan materi sejarah Aceh, hanya saja ceritanya dimulai saat penjajahan Belanda, tidak dari awal kejayaan serta mulanya Kolonial masuk ke Aceh," ujarnya.

Nurhawani menjelaskan, di samping lini masa perjuangan rakyat Aceh, museum juga menampilkan biografi singkat pahlawan-pahlawan Aceh yang berjasa pada zaman dulu dalam memperjuangkan kemerdekaan dan tanah kelahiran.

Di mana, terdapat sekitar 12 pahlawan yang ditampilkan dalam pameran bertajuk Aceh bumi para syuhada itu, yakni ratu perang Aceh Cut Nyak Dhien, Panglima Perang Laskar Rakyat Pocut Baren, Laksamana Keumalahayati, dan Pocut Meurah Biheue.

Kemudian, Mutiara Bangsa dari Pasai Cut Meutia, Sultan Terakhir Aceh Sultan Muhammad Daud Syah, Ahli Benteng Pertahanan Teuku Fakinah, Ahli Siasat Perang Teuku Umar, dan Pahlawan Prang Sabi Teungku Syekh di Tiro.

Lalu, Napoleon Aceh Pang Nanggroe, Pemimpin Moderat Teuku Nyak Arief, serta Pemimpin dan Ulama Besar Aceh Daud Beureueh.

Melalui pameran ini, dirinya berharap dapat memberikan pengetahuan sekaligus pembelajaran kepada masyarakat terutama generasi muda bahwa Aceh pernah jaya tetapi juga pernah melewati masa kelam.

"Semoga ini bisa memberikan pengetahuan dan pembelajaran kepada generasi muda untuk di masa yang akan datang," demikian Nurhawani.

Baca juga: Menelusuri jejak pemerintahan Toalala Raja Enrekang VIII
Baca juga: Spirit perjuangan hidup membawa Dirhamsyah juara kempo internasional
Baca juga: WNI lintas profesi di Hong Kong deklarasikan dukungan untuk Ganjar

 

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023