Singapura (ANTARA) - Dolar melemah di perdagangan Asia pada Selasa sore, setelah pejabat Federal Reserve mengisyaratkan bahwa bank sentral mendekati akhir siklus pengetatannya, meskipun diperdagangkan dalam kisaran ketat menjelang laporan inflasi utama AS.

Beberapa pejabat Fed mengatakan pada Senin (10/7/2023) bahwa bank sentral kemungkinan akan perlu menaikkan suku bunga lebih lanjut untuk menurunkan inflasi, tetapi akhir dari siklus pengetatan kebijakan moneter saat ini semakin dekat.

Komentar tersebut menjatuhkan greenback ke level terendah dua bulan di 101,71 terhadap sekeranjang mata uang di perdagangan Asia, karena para pedagang mengurangi ekspektasi mereka tentang seberapa jauh suku bunga AS mungkin harus naik.

Ekspektasi suku bunga AS telah menjadi pendorong utama dolar sejak Fed memulai siklus pengetatannya tahun lalu.

Sterling mencapai level tertinggi 15 bulan di 1,28875 dolar, sementara euro naik ke level tertinggi dua bulan di 1,1022 dolar.

"Pembicaraan FOMC adalah fokus utama kemarin dan para pejabat yang berbicara mengulangi pesan baru-baru ini bahwa beberapa kenaikan suku bunga kemungkinan terjadi dalam beberapa bulan mendatang, jadi tidak terlalu mengejutkan di sana," kata Carol Kong, ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia.

Pasar sekarang memusatkan perhatian mereka pada data inflasi AS yang akan dirilis pada Rabu (12/7/2023), yang akan memberikan kejelasan lebih lanjut tentang kemajuan yang telah dibuat Fed dalam perjuangannya melawan harga konsumen yang sangat tinggi.

Sebuah survei dari Federal Reserve New York pada Senin (10/7/2023) menunjukkan memudarnya ekspektasi inflasi jangka pendek di antara orang Amerika, yang mengatakan bulan lalu mereka memperkirakan kenaikan inflasi jangka pendek terlemah hanya dalam waktu dua tahun.

"Jika kita mendapatkan laporan IHK (Indeks Harga Konsumen) yang kuat (besok), itu dapat membantu pasar untuk memperkirakan kenaikan suku bunga kedua dari FOMC (setelah Juli) dan mendorong dolar sedikit lebih tinggi," kata Kong. "Tapi saya tidak berpikir kenaikan apa pun akan menjadi material mengingat fakta bahwa kita berada di dekat puncak siklus pengetatan FOMC."

Di Asia, yen adalah salah satu yang mengalami kenaikan terbesar, menguat melewati 141 per dolar untuk pertama kalinya dalam hampir sebulan dan terakhir diperdagangkan di 140,77.

Yen telah naik sekitar 3,0 persen dari level terendah tujuh bulan yang disentuh bulan lalu, ketika melemah melewati level 145 per dolar yang diawasi ketat yang membuat para pedagang waspada tinggi untuk kemungkinan intervensi dari otoritas Jepang.

"(Yen) mulai jatuh di awal, mendekati 145, dan itu karena ada kekhawatiran tentang intervensi valas," kata ahli strategi mata uang Bank of Singapore, Moh Siong Sim.

Dia mengatakan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Jepang, di samping melemahnya dolar, juga berkontribusi terhadap penguatan yen.

"Pasar mulai terbangun lagi dengan gagasan bahwa ada risiko kebijakan (Bank of Japan) yang masuk ke pertemuan Juli... Mengingat latar belakang inflasi yang meningkat di Jepang, pasar mulai menjadi lebih waspada bahwa mungkin sebuah kebijakan penyesuaian bisa datang."

Di tempat lain, dolar Australia naik 0,14 persen menjadi 0,6686 dolar AS, sementara dolar Selandia Baru stabil di 0,6210 dolar AS.

Yuan China di pasar luar negeri sedikit lebih tinggi, terakhir diperdagangkan pada 7,2048 per dolar, dengan sentimen didukung oleh perpanjangan dukungan kebijakan keuangan dari bank sentral China ke sektor properti negara itu yang dalam masalah.

Baca juga: Minyak naik di Asia ditopang pemotongan OPEC+ dan pelemahan dolar
Baca juga: Harga emas tergelincir menjelang rilis data inflasi Amerika
Baca juga: Wall Street ditutup lebih tinggi jelang data inflasi dan keputusan Fed

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023