sumbangsih untuk menangani permasalahan polusi udara
Jakarta (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta mengapresiasi Departemen Lingkungan Hidup Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia yang telah aktif menyampaikan kajian evaluasi dan rekomendasi terhadap upaya pemerintah dalam memperbaiki kualitas udara di Jakarta.

"Kami mengucapkan terima kasih atas kajian dan rekomendasi BEM UI yang menjadi bagian dari solusi mengatasi permasalahan kualitas udara di Jakarta," kata Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLH DKI Jakarta Erni Pelita Fitratunnisa dalam audiensi dengan BEM UI di Jakarta, Selasa.

"Dengan harapan, rekomendasi yang dituangkan dalam kajian ini dapat menjadi bahan pertimbangan Strategi Penanganan Pencemaran Udara (SPPU) bagi Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta dalam merealisasikannya," tambah Erni Pelita Fitratunnisa

Baca juga: Pemprov DKI tingkatkan upaya pengurangan sumber polusi udara

Baca juga: DLH DKI luncurkan alat pemantau kualitas udara


Ia mengajak untuk sama-sama mendukung upaya pemerintah dalam menanggulangi masalah kualitas udara dengan tidak membakar sampah, melaksanakan uji emisi dan menggunakan kendaraan umum. Karena itu bisa berdampak besar bagi perbaikan udara di Jakarta.

Koordinator Bidang Sosial Lingkungan BEM UI 2023 Kevin Wisnumurthi mengatakan kajian tersebut menganalisis upaya pemerintah dalam menangani pencemaran udara di Jakarta berdasarkan dua kategori sumber, yakni sumber bergerak (mobile sources) dan sumber tidak bergerak (stationary sources).

Beberapa kebijakan penanganan emisi sumber bergerak yang dianalisis antara lain perbaikan sistem manajemen transportasi umum, penerapan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP), uji kendaraan bermotor, dan zona rendah emisi atau low emission zone (LEZ).

Sementara kebijakan penanganan emisi sumber tidak bergerak yang dianalisis adalah sumber pembangkitan listrik di DKI, emisi sektor persampahan, dan implementasi ruang terbuka hijau (RTH).

Menurut Kevin dari sumber energi bergerak terdapat sejumlah catatan kebijakan penanganan, yakni pertama layanan transportasi umum yang masih memiliki kendala dalam integrasi antarmoda dan integrasi sistem pembayaran.

Kedua, wacana penerapan ERP yang tak kunjung menemukan kejelasan. Ketiga, uji emisi kendaraan bermotor yang masih belum menyeluruh dengan penegakan aturan yang masih lemah.

Dan keempat, realisasi penerapan zona rendah emisi yang dampaknya tidak signifikan.

Sedangkan kebijakan penanganan sumber emisi tidak bergerak terdapat sejumlah catatan yakni penyediaan listrik di DKI yang hampir seluruhnya masih disuplai oleh batu bara.

Kedua, ketergantungan terhadap batu bara ini pada akhirnya menghantui hidup masyarakat Marunda yang hidupnya kini erat dengan gangguan kesehatan.

Ketiga, tingginya tingkat sampah yang menimbul yang diperparah dengan belum adanya sistem tata kelola yang baik. Dan terakhir, implementasi RTH yang masih jauh dari target seharusnya.

"Maka dari itu, sebagai organisasi yang memiliki komitmen untuk menghadirkan kebermanfaatan bagi masyarakat, BEM UI merilis kajian ini demi memberikan sumbangsih untuk menangani permasalahan polusi udara di ibu kota," kata Kevin.

Melalui kajian tersebut, BEM UI merumuskan sejumlah rekomendasi kebijakan penanganan polusi udara yang bisa ditempuh Pemerintah DKI Jakarta

Pertama, menunjang penyediaan layanan transportasi umum dengan melakukan perbaikan integrasi antarmoda transportasi yang disertai perbaikan integrasi pembayaran.

Kedua, menerapkan ERP apabila telah mempertimbangkan perpindahan eksternalitas yang mungkin terjadi dan pengalokasian anggaran untuk perbaikan serta pengembangan transportasi umum.

Ketiga, lebih gencar melakukan sosialisasi uji emisi kendaraan bermotor, termasuk melibatkan aparat penegak hukum untuk menggencarkan uji emisi kendaraan bermotor lewat razia sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Keempat, meninjau kembali penerapan zona rendah emisi di Kota Tua sebagai salah satu alternatif solusi permasalahan dan ketiadaan penegakan hukum yang berlaku. Sehingga implementasi zona rendah emisi di daerah lain terpilih berdasar diskusi publik dan pertimbangan konkret terkait kondisi polusi udara yang tinggi di daerah tersebut.

Kelima, untuk segi emisi berasal dari sumber energi listrik, Pemerintah DKI Jakarta dapat menggencarkan kembali pembangunan pembangkit listrik yang berasal dari energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di area perumahan, kantor, dan sekolah. Selain itu, penting adanya pemberlakuan insentif terkait pembangunan pembangkit listrik yang berasal dari energi terbarukan pada skala mikro.

Keenam, menerapkan prinsip hirarki manajemen sampah untuk mengatasi emisi persampahan dengan memprioritaskan pengurangan sampah dari hulu, penggunaan kembali barang yang masih bisa dipakai, serta daur ulang sampah.

Serta, memperbaiki sistem pengangkutan sampah agar jenis sampah yang dipilah dapat meningkat sehingga mengurangi potensi tingginya gas metana dari sampah organik yang tercampur.

Ketujuh, mengusahakan kembali pembangunan RTH melalui skema Taman Maju Bersama (TMB), memberlakukan insentif dan disinsentif pada pelaku usaha swasta yang berkontribusi bagi RTH, serta memulai proses konsolidasi lahan di wilayah yang masih didominasi oleh hunian rendah.

Dan kedelapan, melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam kampanye dan diseminasi informasi terkait dengan kebijakan-kebijakan penanganan pencemaran udara.

Baca juga: Heru minta Dinas Lingkungan Hidup jalankan program RDF dengan baik

Baca juga: Berkurangnya kemacetan berpengaruh terhadap perbaikan kualitas udara

Baca juga: DLH DKI imbau masyarakat gunakan kantong belanja ramah lingkungan

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2023