Jakarta (ANTARA) - Menurut Aliansi Koperasi Internasional (International Cooperative Alliance– ICA), persoalan koperasi sesuai jati diri memang sangat penting.

Koperasi didefinisikan sebagai asosiasi otonom dari orang-orang yang tergabung secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial budaya, dan aspirasi mereka melalui lembaga yang dimiliki dan dikontrol bersama.

Koperasi berdasarkan nilai-nilai menolong diri sendiri, tanggung jawab pribadi, demokrasi, kesamaan, solidaritas, dan kepemilikan bersama. Menurut tradisi para pendirinya, anggota koperasi percaya akan nilai-nilai etis, seperti kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial, dan kepedulian terhadap sesama.

Prinsip-prinsip koperasi merupakan panduan bagi setiap koperasi untuk mengembangkan nilai-nilai ke dalam praktik. Keanggotaan yang sukarela dan terbuka, pengawasan yang demokratis oleh anggota, partisipasi ekonomi anggota, otonomi dan keswadayaan, pendidikan, pelatihan dan informasi, kerja sama di antara koperasi dan kepedulian terhadap komunitas.

Pada Rabu, 12 Juli 2023, bangsa ini memperingati hari koperasi nasional yang ke-76. Jika dipahami, istilah koperasi di Indonesia, maka tidak akan bisa lepas dari tokoh Bung Hatta, Bapak Koperasi Indonesia.

Mohammad Hatta punya peran penting dalam memajukan koperasi di Indonesia. Gelar Bapak Koperasi Indonesia diterima oleh Bung Hatta pada 17 Juli 1953 pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung. Bung Hatta banyak memberikan ceramah serta menulis artikel dan buku-buku ilmiah mengenai ekonomi dan koperasi.

Menurut Mohammad Hatta, pengertian koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong.

Sebagai pendiri negara ini, Bung Hatta paham betul bagaimana ia mendefinisikan koperasi sebagai alat perbaikan nasib yang berakar dari budaya leluhur, yakni tolong-menolong, yang merupakan manisfetasi dari gotong-royong dan kekeluargaan.

Sehingga koperasi yang sesuai jati dirinya tidak akan melakukan langkah yang merugikan anggotanya, karena ia sadar bahwa keberadaannya untuk meningkatkan perikehidupan anggota dan masyarakat sekitarnya.


GCG Koperasi

Seiring berjalannya waktu, dinamika koperasi terjadi. Beberapa saat lalu, misalnya, dunia koperasi Indonesia digemparkan oleh sejumlah kasus koperasi gagal bayar.

Seperti Kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya yang menyebabkan kerugian sebesar Rp15 triliun dan KSP Sejahtera Bersama (KSP SB) yang menyebabkan kerugian sebesar Rp8,8 triliun.

Mencermati perilaku kedua koperasi ini bisa dipastikan kedua koperasi ini jauh dari jati diri koperasi. Mereka tidak bertujuan untuk membangun kesejahteraan bersama, tetapi hanya berfokus mencari keuntungan untuk pihak tertentu.

Untuk menghindari terjadinya koperasi yang hanya berorientasi pada keuntungan kelompok tertentu maka perlu dikembangkan koperasi yang menjamin terciptanya tata kelola koperasi yang baik.

Tata Kelola koperasi yang baik atau Good Cooperative Governance, selanjutnya disebut sebagai GCG merupakan suatu sistem yang dirancang untuk mengarahkan pengelolaan koperasi secara profesional berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independen, kewajaran, dan kesetaraan.

KemenKop-UKM, sebagai regulator koperasi di Indonesia, memiliki komitmen untuk menjadikan koperasi sebagai entitas bisnis yang mampu meningkatkan kesejahteraan anggota juga masyarakat dan dikelola secara modern.

Kamaruddin Batubara, dalam buku Koperasi Sosiopreneur, terbitan Gramedia (2023), menjelaskan tentang langkah lebih lanjut penerapan GCG untuk menciptakan dimensi peradaban baru koperasi Indonesia.

Peradaban baru koperasi Indonesia merupakan kondisi ideal keberadaan koperasi Indonesia di masa mendatang yang harus segera diwujudkan melalui penerapan GCG.

Pertama, koperasi harus besar. Wacana ini memberikan pengertian, koperasi tidak lagi boleh dianggap urusan yang kecil-kecil, koperasi harus tumbuh menjadi usaha berskala besar. Kedua, koperasi harus dikelola profesional. Ketiga, koperasi harus mampu mewujudkan anggota yang mandiri, berkarakter, dan bermartabat. Keempat, koperasi harus berjiwa pemberdayaan. Kelima, koperasi harus berjiwa sosial atau peduli sesama.


Transformasi koperasi

Tahun 2021 KemenKop-UKM menargetkan ada 100 koperasi modern sebagai percontohan. Istilah koperasi modern saat ini menjadi terminologi baru di masyarakat. Istilah modern bisa kita definisikan secara harfiah. Modern bermakna termutakhir atau terkini.

Koperasi modern harus memiliki pendekatan atau model kekinian, tentu saja, yang relevan dengan zaman.

Semua paham bahwa perkembangan teknologi informasi membawa dampak yang luar biasa ke berbagai sektor kehidupan, baik ekonomi, sosial, budaya, pemerintahan, politik, dan lainnya. Oleh karena itu tak jarang koperasi modern diartikan sebagai koperasi yang siap mengimplementasikan revolusi Industri keempat atau era 4.0, yang menghadirkan aneka inovasi dan tak sedikit yang disruptif terhadap model eksisting.

Artinya penerapan teknologi maju jika tidak disertai dengan memanusiakan manusia ternyata justru akan membuat kegagalan bisnis.

Usaha yang mendewakan teknologi dan melupakan manusia sebagai subjek bisnis ternyata justru gagal dalam bisnis. Mari bersama melihat pada bisnis pinjaman online (pinjol), banyak masyarakat Indonesia yang tidak membayar tagihan.

Ini terlihat dalam rasio kredit macet dari para platform pinjol di Indonesia, hingga Februari 2023 saja tercatat masih banyak platform peer-to-peer (P2P) lending yang memiliki tingkat keberhasilan (TKB)90 di bawah 90 persen, bahkan ada yang mencapai 30 persen.

Dua pinjol yang tercatat mendapatkan TKB90 30 persen, yakni Tanifund dan Pintek, masing-masing 36,07 persen dan 33,73 persen. Dari catatan ini berarti tingkat kredit macet kedua perusahaan itu mencapai 70 persen.

Koperasi memiliki DNA yang berbeda dengan pinjol, walaupun sama-sama bergerak pada satu irisan, yakni pinjaman atau pembiayaan. Koperasi harusnya lebih mampu bertahan terhadap potensi kredit macet, hal ini disebabkan oleh khitah koperasi yang membentuk komunitas untuk menolong diri sendiri. Bahkan, dengan ratusan ribu anggota, banyak koperasi dengan nilai NPL/BPF di bawah 1 persen.

Koperasi jangan terjebak hanya semata-mata untuk menyalurkan pinjaman atau pembiayaan dan menganggap bahwa dengan penerapan teknologi informasi yang serba canggih semuanya akan selesai.

Koperasi harus dibangun dengan menjadikan manusia sebagai subjek untuk saling memberikan kesejahteraan.

Era Society 5.0 telah tiba. Ini merupakan sebuah konsep di mana kehidupan manusia dipermudah dengan adanya teknologi, dan teknologi merupakan bagian dari manusia itu sendiri.

Konsep Society 5.0 sejatinya tidak berbeda jauh dengan konsep sebelumnya, yakni 4.0. Perbedaannya terletak pada konteks yang menjadi fokus. Di mana 4.0 fokus pada konteks pengembangan teknologinya, sedangkan Society 5.0 lebih fokus pada konteks manusia.

Koperasi hanya disebut koperasi jika merupakan entitas usaha yang memberikan kesejahteraan untuk anggota dan masyarakat.

Untuk lebih berhasil guna, koperasi harus mampu mengangkat nilai warisan leluhur, yakni semangat gotong-royong dan kekeluargaan yang bermuatan pada nilai tolong-menolong.

Dalam konteks koperasi kekinian, koperasi tidak cukup hanya mengandalkan teknologi semata-mata, tetapi wajib hukumnya menjadikan anggota sebagai subjek untuk saling memberikan kesejahteraan. Inilah yang disebut sebagai transformasi koperasi menuju era society 5.0.



*) Kamaruddin Batubara, SE, ME adalah Presiden Direktur Koperasi BMI Grup, penerima Anugerah Lencana Bakti Koperasi (2017), anugerah Satya Lencana Wira Karya dari Presiden RI (2018), Rekor MURI Penggagas Hibah Rumah Siap Huni (2020), penulis buku Model BMI Syariah, penulis Buku Skim MTS MTA, dan penulis Buku Koperasi Sosiopreneur dan anggota Pokja UU Perkoperasian Kemenkop-UKM RI.


 

Copyright © ANTARA 2023