Koperasi bisa berperan mengolah hasil panen, dan koperasi pula yang bergerak sebagai aggregator dalam menghubungkan produksi dengan market....
Jakarta (ANTARA) - Koperasi Indonesia memasuki usia baru setelah merayakan hari jadi yang ke-76 pada 12 Juli 2023. Penetapan Hari Koperasi Nasional dimulai dari Kongres Koperasi Indonesia yang dilaksanakan di Tasikmalaya, Jawa Barat,  12 Juli 1947.

Semangat koperasi nasional yang hampir seumur kemerdekaan Republik Indonesia ini berawal dari Pasal 33 Ayat (1) dan Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945. Ayat (1) yang menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

 Ayat (4) menyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Kekeluargaan dan gotong royong resmi dicetuskan sebagai azas koperasi. Persamuhan koperasi itu menjadi yang pertama kali secara nasional pasca-kemerdekaan Republik Indonesia.

Namun sebenarnya, sejarah koperasi yang merupakan gerakan ekonomi rakyat dimulai jauh sebelum kemerdekaan RI. Mundur ke 1886, saat itu, Pamong Praja Patih R Aria Wiria Atmaja di Purwokerto, Jawa Tengah, mendirikan sebuah bank untuk para pegawai negeri (priyayi).

Tujuannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga tinggi. Cita-cita Patih tersebut dikembangkan oleh seorang asisten residen Belanda De Wolf Van Westerrode. Ia menganjurkan untuk mengubah bank itu menjadi koperasi.

Kemudian pada 1908, Raden Soetomo mendirikan perkumpulan Budi Utomo untuk memanfaatkan sektor perkoperasian bagi kesejahteraan rakyat miskin, mulai dari industri kecil dan kerajinan.

Sayangnya pada era penjajahan Jepang yakni di 1942, fungsi koperasi berubah drastis menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan dan menyengsarakan rakyat Indonesia.

Titik balik fungsi koperasi nasional berada pada 12 Juli 1947 yang kemudian ditetapkan menjadi Hari Koperasi.

Sejarah panjang koperasi Indonesia membuatnya mendapat gelar soko guru perekonomian nasional yang berarti koperasi pilar atau penyangga utama atau tulang punggung perekonomian. Upaya menyangga perekonomian nasional tentu harus dimulai dengan meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi.

Formulasi mentransformasikan koperasi menjadi soko guru perekonomian membuat koperasi berkembang menjadi beraneka jenis, mulai dari koperasi produksi, koperasi konsumsi, koperasi serba usaha, hingga koperasi simpan pinjam.

Baca juga: Harkopnas, Dekopin ingin pengawas koperasi segera dibentuk

Sepak terjang koperasi

Badan Pusat Statistik mencatat jumlah koperasi aktif di Indonesia pada 2022 sebanyak 130.354 unit dengan volume usaha sebesar Rp197,88 triliun. Jumlah tersebut meningkat 1,95 persen dibandingkan 2021 yang berjumlah 127.846 unit dengan volume usaha Rp182,35 triliun.

Jumlah koperasi aktif sebenarnya jauh lebih banyak pada 2017 yaitu 152.174 unit, namun Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) sering membubarkan koperasi sebagai bagian dari reformasi total koperasi yang bertujuan untuk mengembangkan koperasi secara berkualitas sebagai organisasi yang memberikan kesejahteraan kepada anggotanya dan kemanfaatan kepada masyarakat.

Meski sudah bertekad melakukan reformasi, tentu saja banyak celah untuk mengkhianati semangat koperasi yang tercantum pada hukum dasar tertulis Indonesia, UUD 1945. Pada akhir kuartal III 2022, kisruh delapan koperasi bermasalah, meski sebenarnya telah berlangsung lama, kembali memanas.

Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, KSP Timur Pratama Indonesia, KSP Sejahtera Bersama, dan kawan-kawannya itu gagal membayarkan uang anggotanya dengan total kerugian ditaksir mencapai Rp28 triliun.

Per awal Juli 2023 ini, baru dibayarkan Rp3,4 triliun, sisanya belum ada kepastian apakah bisa dikembalikan ke anggota koperasi karena memang pada dasarnya KSP bermasalah tersebut tidak menggunakan konsep koperasi yang sebenarnya saat menjalankan koperasi, namun beralih menjadi kedok investasi dengan iming-iming bunga besar.

"Dalam kasus-kasus seperti itu, relasi antara anggota dengan koperasi sudah seperti nasabah dengan penyedia layanan keuangan," kata Menteri Teten seusai merayakan Hari Koperasi Nasional di Kantor KemenKopUKM, Jakarta.

Teten mengakui lemahnya pengawasan terhadap koperasi akibat lemahnya landasan hukum membuat pihaknya kecolongan. Buntutnya, Menteri Teten bersama stakeholder perkoperasian, segera menyusun rancangan untuk merevisi UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang memang dinilai sudah tidak relevan dengan keadaan saat ini.

Per Juli ini, revisi tersebut tengah menunggu surat presiden selesai agar bisa diserahkan ke DPR untuk segera dibahas dan diharapkan dapat disahkan pada Agustus mendatang.

Menteri Teten bahkan telah mengeluarkan kebijakan yang melarang sesama pengawas koperasi saling memiliki hubungan keluarga untuk menjaga marwah sang soko guru perekonomian.

Kecelakaan besar di koperasi yang mencoreng citra koperasi simpan pinjam, tentu turut menyeret ratusan ribu citra koperasi terutama koperasi simpan pinjam yang selama ini selalu menjaga asas perkoperasian.

Namun, pada momentum Hari Koperasi ke-76, Dewan Koperasi Nasional berharap revisi UU Koperasi mampu memberikan perlindungan terhadap uang anggota melalui semacam Lembaga Pengawas Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan versi koperasi. Jika UU telah disahkan, koperasi diyakini dapat kembali bangkit dan lebih berkontribusi terhadap perekonomian nasional serta mengukuhkan statusnya sebagai sokoguru ekonomi nasional.

Baca juga: Koperasi, warisan budaya dan transformasinya menuju era Society 5.0

Reformasi koperasi

Meski di usia koperasi yang ke-75, Kementerian Koperasi dan UKM dipusingkan oleh ulah oknum koperasi, bukan berarti hanya hal buruk saja yang terjadi. Berbagai upaya nyata untuk mereformasi telah dilakukan oleh Menteri Teten bersama jajarannya.

KemenKopUKM membimbing petani dengan lahan sempit dan nelayan agar berkonsolidasi dalam wadah koperasi sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan memiliki skala ekonomi. Koperasi diyakini bisa menjadi jawaban berbagai keterbatasan di kalangan petani dan nelayan yang menggambarkan pelaku usaha mikro dan kecil.

“Koperasi bisa berperan mengolah hasil panen, dan koperasi pula yang bergerak sebagai aggregator dalam menghubungkan produksi dengan market, sehingga  bisnis yang dikelola memiliki skala ekonomi dan daya saing. Ini sekaligus meningkatkan produktivitasnya,” ungkap Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Ahmad Zabadi.

Salah satu cerita sukses koperasi adalah Koperasi Al-Ittifaq di Bandung, Jawa Barat, Koperasi tersebut mampu mengonsolidasikan petani lahan sempit dengan rata-rata 50 hingga 100 meter menjadi 1.200 hektare.

Selain mengonsolidasikan lahan sempit para petani, koperasi juga bermitra dengan offtaker akhir seperti gerai ritel modern untuk memasarkan produk petani.

Di sektor perikanan, KemenKopUKM telah menerapkan program Solusi Nelayan (Solar Untuk Koperasi Nelayan) untuk membantu para nelayan yang tergabung dalam koperasi agar dapat lebih mudah menjangkau solar bersubsidi.

Hal itu dilatarbelakangi oleh para nelayan harus membeli harga bahan bakar solar jauh dari harga subsidi yang ditentukan. Sedangkan, 60 persen biaya operasional nelayan dihabiskan untuk membeli BBM.

Belum lagi nelayan yang juga memiliki masalah dalam distribusi dan pemasaran hasil tangkapan karena masih mengandalkan tengkulak yang memberikan harga jual rendah dan pembayarannya masih harus menunggu hingga satu bulan.

Saat ini, pemerintah juga tengah mengakselerasi pembangunan SPBU Nelayan di 250 desa nelayan, sebab dari 11 ribu desa nelayan baru ada ada 338 SPBU Nelayan.

“Kita membangun koperasi supaya koperasi membangun kemakmuran masyarakat,” kata Bapak Koperasi, Mohammad Hatta

Selamat Hari Koperasi Nasional ke-76!

Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023