Jakarta (ANTARA) - Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang W Budiawan mengapresiasi hasil riset segmen UMKM dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dan EY-Parthenon guna pembiayaan yang lebih tepat sasaran.

“Kita berusaha men-setting, dengan skema yang macam-macam, ada pembiayaan ultra mikro, super mikro, KUR, dan kebijakan-kebijakan lain. Saya menyambut baik ya perkembangan industri fintech Indonesia, karena industri ini terus tumbuh positif, meskipun kalau lihat grafiknya agak melandai, itu biasa. Namanya juga industri masih berkembang 6-7 tahun,” kata Bambang di Jakarta, Jumat.

Riset tersebut menyimpulkan adanya segmentasi baru UMKM di Indonesia serta permintaan pembiayaan UMKM yang masih tidak merata.

Bambang menilai, temuan segmentasi klaster UMKM dapat menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dalam merumuskan inisiatif kebijakan utama yang sesuai dengan profil daerah masing-masing.

Kemudian Bambang mengungkapkan, dengan jumlah penduduk sebanyak 270 juta jiwa serta penetrasi internet yang menembus 216 juta, maka di tahun 2030 ekonomi digital Indonesia diperkirakan dapat tumbuh mencapai 360 miliar dolar AS. Oleh karena itu diperlukan berbagai inovasi yang dilakukan oleh para pelaku usaha.

Hingga akhir tahun ini, pemerintah telah menargetkan sebanyak 24 juta UMKM bisa masuk ke dalam ekosistem digital, dan 30 juta UMKM pada 2030, disertai dukungan kebijakan pembiayaan bagi UMKM.

“OJK, bersama pemerintah, Bank Indonesia, dan stakeholders lainnya berkomitmen untuk mendukung upaya mencapai target tersebut. Jika kita lihat Indonesia menunjukkan pemulihan yang cepat dari 2 sampai 3 tahun yang lalu, didukung oleh behaviour masyarakat yang serba digital terutama untuk penggunaan fintech, termasuk fintech lending yang terus meningkat,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia membeberkan pentingnya peran UMKM sebagai tulang punggung ekonomi nasional. Kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional saat ini mencapai 60 persen dengan penyerapan tenaga kerjanya mencapai 97 persen di Indonesia.

Namun, dengan jumlah yang terus berkembang setiap tahunnya, UMKM masih menghadapi kendala dalam mendapatkan akses ke fasilitas pembiayaan sehingga perlu didukung oleh seluruh para pemangku kepentingan.

Pada acara yang sama, Partner EY Parthenon Indonesia, Strategy and Transactions Anugrah Pratama menjelaskan ada empat segmentasi baru hasil riset AFPI dan EY Parthenon, yakni pertama, Kelompok Bisnis Prospektif.

Kelompok itu merupakan bisnis skala ultra mikro dan mikro dengan literasi digital dan keuangan tinggi serta memiliki potensi kemampuan perencanaan bisnis.

Kedua, Kelompok Kebutuhan Dasar, yang mana bisnis skala ultra mikro dan mikro dengan literasi digital dan keuangan rendah serta menghasilkan potensi risiko pembiayaan yang lebih tinggi.

Ketiga, Kelompok Bisnis Konvensional Bertahan, yakni Bisnis skala kecil hingga menengah dengan literasi digital dan keuangan rendah, hanya berfokus pada mempertahankan kondisi status-quo mereka.

Keempat, Kelompok Bisnis Unggul yaitu Bisnis skala kecil hingga menengah dengan literasi digital dan keuangan tinggi, memiliki daya tarik tertinggi dalam hal pendanaan.

Anugrah berharap, melalui riset itu seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah akan memiliki definisi terpadu untuk dapat menyelaraskan dan menyusun strategi yang lebih kuat untuk segmentasi UMKM.

Baca juga: OJK Sulampua catat kredit UMKM di Sulsel terus tumbuh

 

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023