Penyembelihan di RPH merupakan langkah penting untuk memastikan hewan yang dipotong itu sehat
Gunungkidul (ANTARA) - Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai gudang ternak dengan jumlah populasi hewan ruminansia ini sebanyak 381.139 ekor, harus diselamatkan dari wabah antraks.

Kasus antraks yang melanda wilayah ini pada 2019 dan 2023 ini merupakan momok bagi kabupaten tersebut karena sektor peternakan menjadi sumber pendapatan sekaligus tabungan masyarakat.

Bupati Gunungkidul Sunaryata mengatakan pihaknya sejauh ini telah melakukan berbagai upaya guna menekan antraks di wilayah ini.

Setiap ada kejadian, pemkab bergerak cepat supaya antraks tidak meluas. Pada kasus antraks di Padukuhan Jati, Desa/Kalurahan Candirejo, Pemkab Gunungkidul dan lintas instansi bergerak cepat menangani kasus penyakit berbahaya tersebut.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan Dinas Kesehatan setempat telah melakukan penanganan cepat sesuai tugas dan fungsinya. Pemkab juga melakukan komunikasi pada Balai Besar Veteriner Wates untuk menguji sampel ternak dari antraks.

Populasi ternak Kabupaten Gunungkidul berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY pada 2023 tercatat   381.139 ekor, dengan rincian sapi potong 149.759 ekor, kambing 218.932 ekor, dan domba 12.448 ekor.

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa ternak terbanyak di Kabupaten Gunungkidul, untuk sapi setiap tahun terdapat kelahiran sekitar 20.000 ekor per tahun yang terlaporkan. Gunungkidul mempunyai dua pasar hewan besar yang selalu ramai didatangi pedagang sapi dari Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Dengan pengiriman ternak sapi keluar daerah mencapai 12.000 ekor per tahun, itu menandakan ternak dari Gunungkidul memang dibutuhkan pedagang dari luar daerah.

Sapi asal Gunungkidul, misalnya, terkenal mempunyai perlemakan yang bagus dan disukai oleh pemotong hewan. Hal ini menandakan bahwa sapi Gunungkidul mempunyai kelebihan dibanding daerah lain.

Gunungkidul juga dinyatakan sebagai sumber bibit sapi peranakan ongole (PO) yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian pada 2015. Ternak kambing juga unggulan  Gunungkidul, menjadi pemasok warung satai di Gunungkidul dengan menggunakan daging kambing. Hal ini berbeda dengan wilayah lain yang menyebut satai kambing, padahal itu daging domba.

Oleh karena itu, kebutuhan kambing untuk Gunungkidul cukup tinggi, sedangkan domba pedaging, Gunungkidul termasuk salah satu sumber bibit domba dorper yang mempunyai nilai jual tinggi di kalangan peternak.
 

Penanganan antraks

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten setempat melakukan skrining dan pemetaan dalam pencegahan penyebaran oleh Satuan Tugas One Health Gunungkidul.

Bupati Gunungkidul Sunaryanto mengatakan DPKH Gunungkidul melakukan pendataan jumlah hewan rentan di daerah tertular dan yang berbatasan, menetapkan zonasi untuk pengendalian kasus, dengan pengobatan dan vaksinasi 100 persen populasi ternak ruminansia, yakni sapi, kerbau, kambing, domba di daerah tertular dan minimal 90 persen untuk daerah terancam.

DPKH Gunungkidul juga melokalisasi daerah terpapar dan melakukan pembatasan lalu lintas/keluar masuk hewan ternak. Selanjutnya, pemeriksaan kesehatan ternak dan penyuntikan antibiotik pada semua ternak dilanjutkan vaksinasi, desinfeksi, dan penyiraman formalin sesuai prosedur pada lokasi yang dicurigai terkontaminasi bakteri antraks.

Pemkab juga melakukan pengambilan sampel tanah di lokasi yang dicurigai terkontaminasi bakteri antraks lalu dilakukan pengujian ke Balai Besar Veteriner Wates, penetapan zona merah, kuning, dan hijau. Zona merah adalah satuan wilayah awal mula kematian ternak dan sebaran kejadian setelah dilaksanakan penelusuran kasus. Zona kuning merupakan lokasi yang berbatasan dengan zona merah. Zona hijau adalah zona bebas, wilayah di luar zona kuning.

Selain itu, Bupati memerintahkan Dinas Kesehatan melakukan skrining dan pemetaan populasi berisiko pada manusia dengan kriteria penyembelih hewan, pengolah daging hewan, pengonsumsi daging hewan, dan orang bergejala atau tidak saat skrining dilakukan.

Dinas Kesehatan juga melakukan sosialisasi mitigasi antraks termasuk penyuluhan tentang vaksinasi ternak kepada masyarakat dengan
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) ke masyarakat di dusun terpapar dan di dusun sekitar. KIE juga dilaksanakan di seluruh wilayah Kabupaten Gunungkidul melalui tenaga medis  dan paramedis veteriner UPT puskeswan setempat.

Pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk melokalisasi tempat terpapar, yakni Padukuhan Jati, Kalurahan Candirejo. Juga melakukan pembatasan lalu lintas keluar masuk hewan ternak.

Sampai saat ini kebijakan yang ditempuh adalah pengetatan lalu lintas ternak dan pemeriksaan intensif ternak di pasar hewan.

Kemudian menetapkan larangan penjualan bangkai ternak, konsumsi ternak sakit, atau mati (purak), penetapan sanksi bagi penjual maupun pembeli bangkai ternak. Mewajibkan penguburan ternak mati sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.

Pemkab Gunungkidul menerjunkan petugas medis dan paramedis veteriner UPT puskeswan dalam pengawasan isolasi lokal.
 

Respons cepat 

Kementerian Pertanian bersama Pemerintah Kabupaten Gunungkidul melakukan penanganan cepat terhadap kasus antraks dengan mengirim tim kesehatan hewan, mendistribusikan logistik obat-obatan antibiotik, vitamin, serta cairan disinfektan.

Upaya tersebut dilakukan untuk menekan sekaligus menghentikan penyebaran bakteri antraks.

Menurut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Kementan telah menyiapkan tiga agenda penanganan antraks, yaitu darurat, temporer, dan agenda permanen.

Agenda SOS atau darurat yaitu dengan melakukan pemusnahan hewan ternak dengan mengubur, vaksinasi, dan menghentikan lalu lintas hewan ternak keluar dan masuk lokasi tertular sampai dinyatakan bebas dan bersih dari antraks.

Agenda berikutnya adalah melakukan edukasi kepada masyarakat untuk bagaimana meningkatkan pengetahuan dan penanganan awal menghadapi antraks. Ketiga, agenda permanen dengan membangun dukungan, seperti mendirikan rumah potong hewan (RPH).

Selain itu, Kementan berupaya kendalikan penyakit antraks melalui pengoptimalan vaksinasi pada hewan khusus ruminansia seperti sapi, kerbau, atau kambing. Selain vaksinasi, Kementan bersama pemerintah daerah juga berupaya membangun kesadaran masyarakat untuk melakukan pengecekan dini guna mengenali gejala antraks pada hewan ternak.

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Syamsul Ma'Arif mengatakan antraks adalah penyakit bakterial bersifat menular akut pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh bakteri bacillus anthracis yang hidup di tanah. Bakteri ini dapat menyerang hewan pemakan rumput, seperti sapi, kambing, domba, kuda dan lainnya serta dapat menular ke manusia.

Untuk itu, pelaporan adanya penyakit atau kematian hewan yang tidak biasa, wajib dilakukan oleh pemilik ternak dan perusahaan peternakan untuk menanggulangi penyebaran hewan.

Kementan meminta semua pihak bisa bekerja sama utamanya dalam melaporkan hewan yang sedang sakit. Sesuai aspek keamanan pangan, ketika hewan sakit harus dilaporkan ke dokter hewan untuk memastikan bahwa penyakit  hewan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan masyarakat yang mengonsumsinya.

Hewan ternak yang didiagnosis terkena antraks, sesuai aturan berdasarkan sifat penyakit, hewan tersebut dilarang dipotong dan/atau membuka bangkainya. Hal ini karena bakteri antraks yang keluar dari tubuh akibat dibukanya bangkai, begitu terpapar udara, akan segera membentuk spora. Spora tersebut dapat bertahan di lingkungan hingga puluhan tahun.

Selanjutnya, spora tersebut bisa menginfeksi manusia dan dapat menimbulkan empat tipe penyakit yaitu saluran pencernaan bila masyarakat mengonsumsi, kulit yang ditunjukkan dengan adanya keropeng khas,  paru- paru bila menghirup spora, dan tipe radang otak.

Berkaitan dengan hal tersebut, Kementan meminta Pemkab Gunungkidul lebih intensif lagi dalam melalukan komunikasi, informasi, dan edukasi masif kepada masyarakat. Hal ini sangat penting guna membangun kesadaran akan kesehatan hewan dan menjamin keamanan pangan.

Penyembelihan di RPH merupakan langkah penting untuk memastikan hewan yang dipotong adalah sehat atau tidak berpenyakit yang membahayakan kesehatan manusia.




 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023