Padang (ANTARA) -
Hari pertama menginap di Bali membuat Ridho (45) yang datang dari salah satu daerah di Sumatera Barat, agak tercengang. Bukan karena keindahannya, tapi karena senandung syahdu suara azan yang menyentaknya untuk segera melaksanakan kewajiban sebagai Muslim.
 
Waktu menunjukkan pukul 05.21 WITA ketika ia keluar dari kamar hendak lari pagi menikmati keindahan Bali. Pantai adalah tujuan utamanya. "Bali adalah pantai," begitu yang terpatri dalam otaknya.
 
Harusnya ia bisa menikmati keindahan salah satu pantai di Bali sore sebelumnya. Namun berkat penerbangan yang lebay, jadwal kedatangannya di Bali terlambat dari jadwal.
 
Sabtu sore ia seharusnya sudah mendarat di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Ia sengaja memilih hotel di kawasan Kuta, hanya beberapa menit dari bandara. Ia sudah membayangkan untuk menikmati sunset di pantai berpasir putih pada hari pertama di Bali itu. Namun karena delay, ia sampai setelah matahari sepenuhnya tenggelam.
 
Kecewa tentu saja. Karena itu ia memutuskan hanya berjalan-jalan di sekitaran hotel saja malam itu. Untungnya, Kuta di malam hari juga tidak mengecewakan. Tempat hiburan dengan beragam konsep saling berpacu menarik wisatawan. Bule-bule dari berbagai negara berseliweran, saling bercanda sambil menakar tempat untuk melewatkan malam.
 
Tidak ada raut cemas di wajah-wajah wisatawan itu. Itu menandakan Bali benar-benar aman untuk wisatawan, bahkan jika ingin menikmati suasana kota hingga jauh malam.
 
Pagi itu Ridho bangun lebih cepat. Ingin menuntaskan keinginan menikmati pantai. Tapi saat membuka pintu kamar hotel, ia disambut suara azan subuh. Ia merasa sedikit malu. Hampir saja, berwisata membuatnya lupa bahwa ia adalah seorang Muslim, dengan kewajiban melaksanakan Shalat Subuh.
 
Azan itu bukan dari masjid. Itu berasal dari speaker hotel yang diletakkan di lorong dan lobi. Setiap kali masuk waktu shalat, azan dengan suara lembut dan syahdu itu diputar secara otomatis.
 
Hotel itu bernama Bedrock. Di mesin pencarian tertera Bedrock Hotel Kuta Bali, Jalan Wana Segara. General Managel (GM)-nya orang Minang. Orang Limapuluh Kota. Namanya Ofetri Bechtel. Ia sudah malang melintang di bidang perhotelan selama 28 tahun terakhir.
 
Ia memulai karir dari bawah. House keeping, porter, front office, waitress hingga staf dapur pernah dilakoninya, sebelum dipercaya pada jabatan yang lebih tinggi pada beberapa hotel di dalam dan luar negeri.
 
Beberapa kali ia dipercaya menjadi GM pada hotel berbeda. Sebagian besar hotel yang tengah "sakit". Kemampuan manajerial yang telah terbangun lama membuatnya bisa "menyembuhkan" hotel-hotel sakit itu.
 
Sejak delapan tahun lalu, ia dipercaya menjadi GM Bedrock Hotel Kuta Bali. Hotel bintang 4 dengan 159 kamar. Berbekal pengalaman 28 tahun, ia mencium peluang pada wisata halal. Ide yang mungkin dianggap sebagian orang sebagai ide gila.
 
Mengusung konsep wisata halal di pusat wisata yang menjadi incaran wisatawan asing dunia tentu saja "gila", tapi bukan berarti tidak mungkin. Bechtel membuktikannya.
 
Delapan tahun sejak didirikan, Bedrock Hotel dengan konsep halal itu masih terus tumbuh dan memperluas pasar. Pasar wisatawan Sumatera Barat, salah satunya.
 
Mengusung konsep halal atau Muslim friendly (ramah muslim) itu ditunjukkan dengan memutar suara azan lima kali sehari, sesuai waktu shalat, mushala disediakan bagi tamu dan khusus untuk kuliner dijamin 100 persen halal.
 
Soal jaminan kuliner halal itu, manajemen hotel memang sangat ketat. Bahkan tamu yang membawa makanan non-halal ke kamar tidak diperkenankan meminjam peralatan makan milik hotel.

Bechtel menyebut tidak banyak hotel yang menawarkan kuliner 100 persen halal di Bali. Ada beberapa hotel yang memisahkan kuliner halal dan non-halal saat penyajian. Namun, rata-rata dimasak dalam dapur yang sama, sehingga masih menyisakan rasa was-was bagi tamu hotel, terutama yang Muslim.
 
Karena itu banyak juga wisatawan yang menginap di hotel lain, tapi sarapannya di Bedrock Hotel. Itu karena jaminan halal.
 
Pasar wisata halal di Bali ternyata cukup besar. Sebagian wisatawan domestik yang datang ke Bali adalah Muslim yang rata-rata sangat pemilih dalam hal makanan. Intinya, harus benar-benar halal.
 
Konsep halal itu juga punya kelebihan lain. Bagi Muslim, kuliner halal adalah wajib, sementara bagi tamu non-Muslim, tidak ada halangan untuk menyantap makanan halal. Tamu non-Muslim lebih melihat pada cita rasa. Dan soal cita rasa, Bechtel percaya pada masakan di hotelnya.
 
Andalannya masakan cita rasa Padang. Masakan Nusantara dengan cita rasa masakan Padang. Untuk itu ia sengaja mendatangkan sejumlah bumbu dari Padang. Sebagian dari kampungnya, Limapuluh Kota.
 
Yang tidak bisa ditemukan di tempat lain adalah sarapan dengan lontong Padang. Ketupat dengan sayur pakis atau nangka. Luar biasa.

Selain Bechtel, ternyata cukup banyak pelaku usaha di Bali yang juga mencium peluang dari wisata halal. Pelaku usaha di Desa Adat Penglipuran, misalnya.
 
Desa Adat Penglipuran merupakan salah satu desa di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali. Desa itu disebut sebagai salah satu desa terbersih di dunia. Selain kebersihan, adat dan tradisi yang terus dipegang teguh oleh masyarakat, juga menjadi daya tarik bagi wisatawan.
 
Pada salah satu rumah di Desa Penglipuran, terdapat Warung Makan Bu Rumi 5758. Warung itu terletak agak ke belakang. Melewati gang kecil sekitar 50 meter. Jangan heran jika pintu gerbang masuknya kecil saja. Hampir semua rumah di Penglipuran seperti itu. Namun di belakang, tempatnya cukup luas dan nyaman
 
Di dinding depan warung itu terpampang sertifikat halal. Tanda kuliner yang disajikan dijamin halal, sehingga wisatawan Muslim tidak perlu was-was.
 
Warung itu memang menjadi salah satu pilihan, terutama bagi travel agen yang membawa rombongan wisatawan Muslim. Setelah puas mengitari desa adat yang menawan, wisatawan bisa makan siang di warung itu, sebelum melanjutkan perjalanan ke objek wisata lain.
 
Salah seorang pelaku usaha travel yang biasa membawa rombongan wisatawan Muslim di Bali, Rizal menyebut beberapa objek wisata lain, seperti di Bedugul, Kabupaten Tabanan juga memiliki warung makan yang sudah tersertifikasi halal.
 
Rata-rata warung makan itu sudah memiliki hubungan baik dengan pihak travel yang biasa membawa wisatawan Muslim. Hubungan timbal balik itu membuat wisata Bali terus tumbuh dan bisa dinikmati oleh semua kalangan.
GM Bedrock Hotel Kuta Bali, Ofetri Bechtel. (ANTARA/Miko Elfisha)
Azan Jumat 
 
Hari Jumat siang di Kuta, Bali Ridho kembali tercengang. Suara azan terdengar nyaring, menyeruak di tengah deru kendaraan yang berseliweran.
 
Suara dari corong masjid itu terdengar jelas dari Bedrock Hotel, tanda masjid tidak terlalu jauh. Benar saja, GM Bedrock, Bechtel yang kebetulan tengah berada di front office menunggu waktu Jumat, mengajaknya bersama ke masjid.
 
Masjid Nurhasanah terletak tidak terlalu jauh dari Bedrock Hotel. Hanya sekitar 300-an meter, di jalan Kartika Plaza. Masjid dua tingkat yang masih mempertahankan arsitektur dari kayu itu dipenuhi oleh jamaah setiap Jumat. Shaf penuh hingga ke belakang, bahkan hingga ke teras yang telah dimodifikasi untuk bisa menampung jamaah.
 
Bagi Ridho, berwisata ke Bali untuk kali pertama itu benar-benar memuaskan. Nyaman, tidak ada gangguan dan yang pasti tetap bisa menunaikan kewajiban sebagai seorang Muslim.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023