Ekonomi China tumbuh 6,3 persen, lebih rendah dari ekspektasi 7,3 persen
Jakarta (ANTARA) - Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova menyatakan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Senin sore, dipengaruhi data pertumbuhan ekonomi China pada kuartal II-2023 yang lebih rendah dari perkiraan pasar.

Pada penutupan perdagangan hari ini, rupiah mengalami pelemahan sebesar 0,36 persen atau 54 poin menjadi Rp15.013 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.959 per dolar AS.

“Ekonomi China tumbuh 6,3 persen, lebih rendah dari ekspektasi 7,3 persen,” ujar dia kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

Menurut dia, pengaruh dari pengumuman suku bunga AS yang akan dilakukan pada pekan depan tidak terlalu signifikan karena pelaku pasar sudah memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga 25 bps.

"Selanjutnya, The Fed akan mulai menjalankan kebijakan moneter longgar karena tekanan inflasi sudah mereda," ungkap Rully.

Pada pagi tadi, pengamat pasar uang Ariston Tjendra telah memperkirakan bahwa penguatan rupiah terhadap dolar AS dapat tertahan hari ini apabila fokus pasar ke pengumuman suku bunga AS pekan depan.

“Probabilitas lebih dari 96 persen bahwa suku bunga acuan AS akan dinaikkan 25 basis poin menurut survei CME FedWatch Tool,” ucapnya.

Selain itu, data ekonomi AS pada Jumat malam (14/7) menunjukkan bahwa tingkat keyakinan konsumen AS yang disurvei Universitas Michigan masih tinggi terhadap perekonomian dan hal tersebut bisa mendorong kenaikan inflasi.


Baca juga: Penguatan rupiah terhadap dolar AS dinilai dapat tertahan
Baca juga: Analis: Rupiah menguat dipengaruhi pelemahan data inflasi produsen AS
Baca juga: Rupiah Kamis menguat dipengaruhi optimisme pelaku pasar atas bunga Fed


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023