Jakarta (ANTARA) - Keadaan ruangan tetap hening meski 22 peserta pelatihan sibuk merias wajah-wajah yang ada di hadapan mereka dengan lipstik dan perona pipi (blush). Mereka belajar teknik merias dari seorang guru tata rias untuk upacara pernikahan, dengan bantuan seorang penerjemah bahasa isyarat.

Yayasan Perempuan Tangguh Indonesia (Indonesian Resilience Women Foundation) menyelenggarakan kursus tata rias selama satu bulan bagi para siswa tunarungu di Jakarta untuk membantu mereka membangun peluang karier.

"Saya mempelajari teknik-teknik baru dalam pelatihan ini, dan saya dapat berlatih menerapkan kosmetik kepada teman dan keluarga saya," ungkap Hasniah Chatab.

Ketua yayasan tersebut, Myrna Winarko, mengatakan bahwa salah satu tantangan utama bagi para penyandang tunarungu untuk hidup mandiri adalah akses ke pekerjaan yang sesuai karena kesempatan pelatihan kejuruan bagi mereka sangat minim.

"Melalui pelatihan ini, mereka kemungkinan akan mendapatkan pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk mandiri secara finansial," kata Winarko, seraya menambahkan bahwa tujuan jangka panjang mereka adalah menciptakan lingkungan bisnis bagi para penyandang disabilitas.
 
   Lebih dari 200 penyandang tunarungu mendaftar untuk mengikuti kursus tersebut, dan yayasan itu mengatur mereka dalam beberapa angkatan (batch) yang terdiri dari 20 orang untuk mengikuti kelas tersebut


Yayasan itu mendirikan sebuah unit bisnis untuk memberikan pelatihan dan peluang kerja sebanyak mungkin. "Tujuh puluh persen lulusan kami bekerja sebagai penata rias, untuk pernikahan, wisuda, atau bahkan peragaan busana," ujarnya.

Agar para peserta pelatihan dapat terhubung dengan pelanggan mereka, kursus tersebut juga mencakup penanganan klien dan strategi pemasaran media sosial. Mereka juga mendapat dorongan dari para pelatih dan yayasan, yang membantu mengembangkan kekuatan mental serta kepercayaan diri mereka.

"Hasilnya, mereka tidak menganggap diri mereka lebih rendah dari orang lain, dan kekurangan mereka sebenarnya adalah kekuatan mereka, bukan penghalang," sebut Sussie Sahroni, ketua pelaksana pelatihan itu.

Para peserta memiliki keunggulan dibandingkan dengan orang normal karena mereka lebih berkonsentrasi dan imajinatif, tutur Tina Almuin, seorang pelatih dari sebuah perusahaan kosmetik yang mensponsori pelatihan tersebut.

"Hasil riasan mereka bahkan lebih baik... mereka menghargai kesempatan ini untuk menerima pelatihan praktik," ujarnya.

Darra Novita, seorang lulusan dari kursus pelatihan tersebut, memiliki banyak klien untuk tata rias pengantin dan tata rias acara perpisahan (prom). Dia menerima sebagian besar pesanannya melalui platform media sosial.

"Saya sangat cemas saat kali pertama mendapat pesanan, tetapi saya sangat senang bisa menikmati uang hasil jerih payah sendiri," ungkap Novita. "Sekarang saya bisa menggunakannya untuk membeli mainan untuk anak saya yang berusia 7 tahun."

Dia bermimpi suatu hari dapat bekerja dengan suaminya, yang merupakan seorang fotografer, meluncurkan bisnis perencanaan pernikahan sendiri. 


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2023