Jakarta (ANTARA) - Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama meminta Pemerintah Indonesia untuk mengangkat pentingnya monitoring sebagai bentuk antisipasi dampak buruk flu burung pada manusia selagi jadi pemimpin dalam Keketuaan ASEAN 2023.

“Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengharapkan agar semua negara (tentunya juga negara kita) memonitor virus flu burung ini dan deteksi awal kasus pada manusia, dan tentu analisa mendalam laboratorium untuk kemungkinan evolusi virus,” kata Prof Tjandra di Jakarta, Rabu.

Prof Tjandra menuturkan peningkatan kasus flu burung sebaiknya dijadikan momentum untuk menjalin kerja sama dan lintas sektor dalam membangun sistem satu sehat (one health) di kawasan Asia Tenggara.

Baca juga: Ketua MPR dorong pemberian vaksin flu burung untuk cegah pandemi baru

Hal itu merujuk pada pernyataan WHO terkait wabah flu burung yang sedang berlangsung pada hewan menimbulkan risiko pada manusia (ongoing avian influenza outbreaks in animals pose risk to humans) pada Rabu (12/7).

Selain WHO, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Organisasi Kesehatan Dunia untuk Hewan (WOAH), juga sependapat bahwa koordinasi dalam dunia kesehatan harus segera diperkuat, karena flu burung yang normalnya hanya menyebar di antara unggas, sekarang dilaporkan telah terjadi penularan pada mamalia.

“Ini menjadi semacam alarm kemungkinan penularan ke manusia. Juga disebutkan bahwa sebagian mamalia dapat menjadi semacam mesin pencampur (mixing vessels), sehingga sang virus influenzanya akan berubah menjadi lebih berbahaya dan atau lebih mudah menular, baik ke hewan maupun ke manusia juga nantinya,” kata Guru Besar FK-UI itu.

Prof Tjandra yang pernah menjabat sebagai Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara tersebut, menjelaskan sejak tahun 2020, varian flu burung yang banyak ditemui adalah H5 clade 2.3.4.4b. Varian itu diketahui menyebar di Afrika, Asia dan Eropa.

Kemudian, di tahun 2021, H5 clade 2.3.4.4b ikut menyebar ke Amerika Utara dan pada 2022 ke Amerika Tengah dan Selatan. Di tahun 2022, setidaknya ada 67 negara yang melaporkan ke WOAH semacam wabah H5N1 high pathogenicity avian influenza pada peternakan dan unggas liar, dengan kematian lebih dari 131 juta hewan.

Baca juga: Indonesia pimpin ASEAN implementasikan One Health cegah wabah zoonosis

Baca juga: DIY perketat lalu lintas unggas cegah flu burung "clade" baru


Sementara saat ini, jumlah negara yang melaporkan wabah serupa sudah ada 14 negara.

Dengan demikian, baik analisis penyakit ataupun pemantauan diharapkan sudah mulai diperkuat di Indonesia. Terlebih sejak Desember 2021, sudah tercatat ada delapan kasus infeksi sporadik akibat virus influenza A(H5N1) clade 2.3.4.4b yang sudah dilaporkan pada manusia. Kejadian pada manusia ini mengakibatkan penyakit yang parah, bahkan kematian.

“Sejauh ini WHO menyebutkan memang belum ada bukti bahwa virus ini mudah menular antar-manusia. Walaupun demikian, kewaspadaan harus tetap dijaga,” kata Prof Tjandra.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023