Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyelenggarakan Napak Tilas Spiritual bersama para penghayat kepercayaan dalam upaya menjaga warisan leluhur Indonesia.

Kegiatan Napak Tilas Spiritual itu dilaksanakan di Astana Mangadeg, Matesih, Karanganyar, Jawa Tengah, dan diikuti oleh sekitar 100 peserta dari beragam paguyuban penghayat kepercayaan yang tersebar di Jawa Tengah.

“Kegiatan itu penting karena Raden Mas Said merupakan pahlawan nasional yang ikut melawan penjajah Belanda sekaligus pelestari budaya spiritual yang ada,” kata Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (KMA) Kemendikbudristek Sjamsul Hadi di Surakarta, Jawa Tengah, Rabu.

Rangkaian Napak Tilas Spiritual dilakukan oleh para peserta melalui ziarah di kompleks makam leluhur Pura Mangkunegaran, yang salah satunya adalah Raja Mangkunegaran I (MN I) Raden Mas Said atau lebih dikenal dengan Pangeran Sambernyawa.

Baca juga: Kemendikbud serahkan KTP Penghayat Kepercayaan di Festival Budaya Solo

Peserta Napak Tilas Spiritual mengikuti aturan yang ditetapkan saat berada di kompleks makam yaitu untuk pria mengenakan busana batik atau Nusantara, sedangkan peserta wanita memakai busana hitam dan memakai jarik atau tapih.

Juru kunci makam Wignyo Suparno menyebutkan selain makam MN I atau Pangeran Sambernyawa, di Astana Mangadeg Karanganyar juga terdapat makam dari MN II dan MN III serta sejumlah kerabat dari para pemimpin Pura Mangkunegaran dengan total 125 makam.

Sjamsul menjelaskan ziarah ini penting karena Raden Mas Said merupakan pahlawan nasional yang ikut melawan penjajah Belanda sekaligus pelestari budaya spiritual.

Napak Tilas Spiritual merupakan salah satu kegiatan dalam rangkaian Festival Budaya Spiritual yang diselenggarakan oleh Kemendikbudristek di Kota Surakarta, Jawa Tengah, pada 17-19 Juli 2023.

Baca juga: Kemendikbud: Pemahaman tak merata di kecamatan hambat KTP Penghayat

Sjamsul menegaskan kegiatan Festival Budaya Spiritual bukan diartikan sebagai kegiatan yang mengedepankan festivalnya maupun selebrasi, namun mengangkat nilai luhur dari penghayat kepercayaan.

“Misalnya berkaitan dengan Manunggaling Kawula Gusti, mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Kemudian Memayu Hayuning Bawono itu berkaitan dengan ikut serta menjaga alam dan lingkungan,” katanya.

Menurut dia, Festival Budaya Spiritual juga menjadi media untuk menyampaikan serta menguatkan pesan dalam membangun kesadaran dan kepercayaan diri para penghayat.

"Penyelenggaraan Festival Budaya Spiritual membuktikan bahwa para penghayat tidak didiskriminasi karena pemerintah sudah dan terus berupaya melakukan pelayanan," katanya.

Napak Tilas Spiritual itu ternyata tidak hanya diikuti oleh warga Indonesia, melainkan juga Dylan Renca, mahasiswa S3 Jurusan Antropologi Universitas Boston, Amerika Serikat.

Baca juga: BPIP sebut penghayat kepercayaan juga menganut Pancasila

Dylan menjelaskan saat ini sedang melakukan penelitian tentang kebhinnekaan agama, bangsa, dan rekognisi komunitas penghayat kepercayaan di Indonesia khususnya Kabupaten Cilacap.

“Penelitian yang saya lakukan hendak melihat setelah adanya pengakuan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada penghayat kepercayaan apakah ada upaya lanjutan yang dilakukan khususnya di ranah pendidikan dan isu regenerasi,” kata Dylan.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023