Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyarankan warga untuk segera melakukan vaksinasi terhadap hewan ternak sebagai upaya mengendalikan kasus penyebaran antraks di berbagai daerah.
 
"Antraks tidak bisa dibebaskan (red: dihilangkan), tapi dikendalikan. Bentuk pencegahannya adalah pemberian vaksinasi kepada hewan-hewan yang rentan," kata Peneliti Ahli Muda dari Pusat Riset Veteriner BRIN, Rahmat Setya Adji dalam sebuah diskusi di Gedung B.J. Habibie, Kompleks BRIN, Jakarta Pusat, Kamis.
 
Indonesia memakai vaksin aktif strain 34F2 untuk mengendalikan penyakit antraks pada hewan ternak.
 
Rahmat menjelaskan antraks adalah penyakit bakterial pada hewan domestik maupun liar, terutama hewan herbivora. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yang bisa menghasilkan spora bila terekspos oleh oksigen.
 
Menurutnya, bila hewan yang terinfeksi itu tidak disembelih, maka bakteri itu berbentuk vegetatif. Namun, ketika disembelih dan darah hewan terinfeksi terpapar oksigen menyebabkan bakteri antraks membentuk spora.
 
"Spora itu tahan terhadap lingkungan ekstrem, PH ekstrem, panas ekstrem, dan bisa bertahan hidup antara 150 sampai 200 tahun," ujar Rahmat.
 
Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa sifat bakteri antraks tergolong kuat dengan perjalanan penyakitnya cepat untuk membuat hewan mati dalam waktu 48 sampai 72 jam.
 
Menurutnya, hanya beberapa disinfektan yang mampu membunuh antraks, salah satu adalah formalin 10 persen. Butuh 50 liter formalin untuk membersihkan satu meter persegi lokasi penyembelihan hewan ternak yang terpapar bakteri antraks tersebut.
 
"Antraks rapuh dengan pemanasan basah, seperti direbus dengan air mendidih selama 30 menit. Sedangkan, panas kering seperti sate membutuhkan panas 120 derajat selama satu jam," kata Rahmat.
   
Kementerian Pertanian melarang masyarakat untuk membedah tubuh hewan ternak yang terindikasi mengalami infeksi penyakit antraks. Sebanyak 94 persen kasus antraks pada manusia disebabkan kontak fisik dengan hewan ternak terinfeksi antraks.
 
Spora antraks tersebut bisa menyebar hingga ke otak dan berisiko menyebabkan kematian pada manusia.
 
Kementerian Pertanian telah menyediakan 96 ribu dosis vaksin yang diserahkan ke wilayah dengan populasi hewan ternak yang dominan, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat.
 
Kementerian Pertanian juga mengalokasikan 110 ribu dosis vaksin sebagai cadangan untuk digunakan saat terjadi wabah penyakit hewan seperti yang terjadi di Gunung Kidul, Yogyakarta.

Baca juga: Menyelamatkan Gunungkidul dari wabah antraks

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023