Pemerintah telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam memajukan industri keuangan syariah
Jakarta (ANTARA) - Dalam lanskap perekonomian yang tengah dihantui krisis global, Indonesia muncul sebagai negara dengan potensi besar akan pengembangan industri keuangan syariah. Menyadur laporan The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC) 2023, jumlah populasi muslim di Indonesia mencapai 237,55 juta jiwa atau setara 86,7 persen dari total populasi.

Struktur demografi tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang mengadopsi sistem perbankan ganda atau dual-banking system. Sistem perbankan ganda mulai berlaku di Indonesia sejak diamendemennya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Salah satu isi dari amendemen undang-undang tersebut menyatakan bahwa bank boleh beroperasi berdasarkan prinsip syariah.

Saat ini industri keuangan syariah sedang mengalami pertumbuhan yang cukup transformatif. Hal itu mendorong Indonesia ke garis depan industri keuangan syariah serta industri halal yang mencakup pangsa pasar global.


Potensi emas 

Keuangan syariah menjadi salah satu landasan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, mendorong inklusi keuangan dan menarik investor baik domestik maupun internasional. Berdasarkan data dari Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), pangsa pasar keuangan syariah Indonesia (tidak termasuk saham syariah) mencapai 11 persen dengan total aset tercatat Rp2.451,37 triliun atau 166,18 miliar dolar AS.

Angka tersebut menandai pertumbuhan 4,48 persen dibandingkan Desember 2022 yang tercatat Rp2.375 triliun. Jumlah itu mencakup perbankan syariah, pasar modal syariah, dan lembaga keuangan non-bank syariah.

Sektor yang paling banyak kontribusi pada pertumbuhan industri keuangan syariah yaitu pasar modal syariah, yang telah berkontribusi sebanyak Rp1.427,46 triliun atau 60,69 persen dari total aset keuangan syariah.

Nilai tersebut didominasi oleh instrumen Sukuk Negara senilai hampir Rp1.400 triliun. Kemudian, sektor kedua yang turut berkontribusi cukup signifikan adalah sektor perbankan syariah dengan total aset Rp808,56 triliun atau sekitar 33 persen dari total aset keuangan syariah.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi menilai bahwa industri keuangan syariah Indonesia mempunyai peran penting dalam pengembangan ekonomi syariah secara global.

Hal itu ditunjukkan dengan partisipasi Indonesia dalam forum dan kolaborasi internasional dengan saling berbagi pengetahuan (transfer of knowledge).

Contohnya keterlibatan Indonesia dalam organisasi seperti Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Melalui keanggotaan itu Indonesia memanfaatkan posisinya untuk memengaruhi kebijakan, standar, dan praktik terkait keuangan Islam dan industri halal.

Sumbangsih tersebut tercermin melalui Indonesia yang menduduki peringkat ke-3 dalam Islamic Finance Development Indicator (IFDI) 2022. Selain itu, pertumbuhan ekonomi syariah Indonesia dalam sektor fintech juga menunjukkan potensinya. Inarno mencatat bahwa Indonesia juga bertengger di peringkat ke-3 dalam Global Islamic Fintech Index 2022.

Dengan melihat pertumbuhan yang masif dan transformatif tersebut, industri keuangan syariah Indonesia jelas mempunyai potensi emas yang bisa digali lagi. Utamanya, potensi keuangan syariah terletak pada struktur demografi yang didominasi oleh masyarakat muslim.

Jumlah mayoritas populasi muslim akan berbuntut pada permintaan (demand) produk dan layanan keuangan syariah yang cukup tinggi. Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan kepatuhan syariah dalam aktivitas keuangan, akan berujung pada melonjaknya permintaan produk dan layanan keuangan syariah.

Kemudian, potensi lainnya dapat dilihat dari peran pemerintah selama ini dalam memacu pertumbuhan industri keuangan syariah. Deputi Direktur Perbankan Syariah KNEKS Yosita Nur Widayanti menjelaskan sejauh ini Pemerintah telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam memajukan industri tersebut.

Dukungan kebijakan, peningkatan kesadaran masyarakat terhadap produk keuangan syariah, serta meningkatnya permintaan dari sektor korporasi dan ritel, semuanya berkontribusi pada potensi pertumbuhan yang lebih lanjut.

“Selain itu, Indonesia memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, yang menciptakan pangsa pasar yang besar bagi industri keuangan syariah. Dengan terus diperkuatnya ekosistem keuangan syariah di Indonesia, potensi sektor ini diharapkan dapat terus berkembang,” kata Yosita saat dihubungi ANTARA pada Selasa (18/7).


Rendahnya lierasi keuangan jadi penghalang

Perjalanan Indonesia dalam mengembangkan industri keuangan syariah tentu tak semulus yang dibayangkan. Ada banyak tantangan yang perlu dihadapi oleh pemerintah maupun masyarakat. Namun demikian, tantangan utama dan yang paling mendasar nan struktural yakni masih rendahnya inklusi dan literasi keuangan syariah di Indonesia.

Rendahnya inklusi keuangan syariah Indonesia dapat dilihat dari hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 yang menyebutkan indeks inklusi keuangan syariah Indonesia baru mencapai level 12,12 persen, tertinggal jauh dari indeks keuangan secara umum yang sebesar 85,10 persen.

Tentu ini menimbulkan pertanyaan besar mengingat 86,7 persen populasi Indonesia merupakan masyarakat muslim. Penyebab dari rendahnya inklusi keuangan itu dapat dikaitkan dengan rendahnya literasi keuangan syariah yang tercatat baru mencapai 9,14 persen menurut data terakhir OJK tahun 2022.

Bagaimanapun literasi keuangan menjadi faktor intrinsik yang mempengaruhi dan memotivasi masyarakat untuk mencari informasi dan bertindak berdasarkan apa yang mereka ketahui. Literasi keuangan memegang peran paling fundamental untuk memajukan suatu sistem keuangan negara.

Secara tidak langsung peningkatan indeks literasi keuangan syariah mampu meningkatkan indeks inklusi keuangan syariah, sejalan dengan semakin besar pengetahuan masyarakat akan produk dan layanan keuangan syariah yang ditawarkan.

Tantangan lain yang perlu dihadapi yaitu perkembangan teknologi yang menuntut industri keuangan syariah untuk turut berinovasi. Merangkul teknologi keuangan (fintech) jadi poin krusial untuk pertumbuhan dan aksesibilitas keuangan Islam pada era serba digital saat ini.

Namun, mengintegrasikan teknologi ke dalam infrastruktur keuangan syariah menimbulkan tantangan teknis dan regulasi sendiri. Mencapai keseimbangan antara inovasi dan memastikan kepatuhan terhadap prinsip syariah hingga persyaratan aturan jadi sangat penting.

Kemudian dari segi kerangka peraturan, meskipun Indonesia telah membuat kemajuan dalam mengembangkan peraturan untuk keuangan syariah, masih terdapat banyak ruang untuk adanya perbaikan lagi. Mempertahankan peraturan yang konsisten dan jelas menjadi sangat penting untuk stabilitas dan pertumbuhan industri syariah.


Kolaborasi dan regulasi yang relevan jadi solusi

Kepala Grup Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muhammad Ismail Riyadi mengatakan peningkatan literasi dan inklusi keuangan perlu dilakukan secara kolaboratif baik oleh pemerintah, pelaku industri keuangan, maupun masyarakat. Hal itu merupakan suatu keniscayaan dalam penguatan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah.

Misalnya dari sisi perbankan, upaya peningkatan literasi dan inklusi keuangan bisa dilakukan melalui pengembangan produk dan layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

Dengan adanya rencana bullion bank diatur dalam Pasal 130-132 UU No. 4 Tahun 2023, perbankan syariah telah mendiversifikasi penawarannya, menyediakan produk inovatif yang disesuaikan dengan segmentasi masyarakat.

Dengan itu, lembaga keuangan syariah telah menciptakan peluang bagi individu dan bisnis untuk berpartisipasi dalam roda perekonomian syariah Indonesia.

Untuk mengembangkan lagi, Indonesia bisa berkaca dari apa yang diterapkan Malaysia melalui insentif perpajakan di perbankan syariah berupa pembebasan pajak tertentu, bea meterai, dan pemberian tax deduction atas pinjaman kredit rumah oleh individu.

Para regulator juga perlu untuk menerapkan optimalisasi jaringan dan akses dengan menggelar berbagai program literasi, pelatihan, dan sosialisasi secara berkelanjutan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk peningkatan layanan, hingga kolaborasi dan sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) dalam ekosistem ekonomi syariah.

Deputi Direktur Perbankan Syariah KNEKS Yosita Nur Widayanti mengatakan sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk mempercepat perkembangan industri keuangan syariah Indonesia, KNEKS sejauh ini telah melakukan berbagai upaya untuk memperkuat industri keuangan syariah.

Adapun upaya tersebut pertama, mendorong pengembangan produk keuangan syariah yang inovatif dan berkelanjutan. Kedua, membantu pengembangan regulasi dan kebijakan yang mendukung pertumbuhan industri keuangan syariah. Ketiga, mengadakan pelatihan dan lokakarya untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan profesional dalam industri keuangan syariah.

Keempat, memfasilitasi kolaborasi antara sektor publik dan swasta untuk memperkuat ekosistem keuangan syariah. Kelima, mengadakan acara dan konferensi untuk mempromosikan industri keuangan syariah di tingkat nasional dan internasional. Dan keenam, mendorong inklusi keuangan syariah dan memperluas akses masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan syariah.

“Upaya-upaya ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan, stabilitas, dan daya saing industri keuangan syariah di Indonesia,” ujarnya.

Perjalanan Indonesia dalam pengembangan industri keuangan Islam yang transformatif masih menapaki jalan yang panjang dan terjal, namun hal itu bukan berarti mustahil bagi Indonesia untuk mampu menjadi kekuatan baru dalam industri keuangan syariah di dunia. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam "Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia" (Meksi) 2019-2024, yang mana pemerintah telah mempunyai visi menjadi pusat ekonomi syariah terkemuka dunia .

Dengan banyak masyarakat yang hidup melebur dengan prinsip syariah, kerangka peraturan yang mendukung, serta visi strategis ke depan, Indonesia bisa dikatakan telah siap untuk mengeluarkan seluruh potensi dari industri keuangan syariah.

Dengan terus dipacu inovasi dan kolaborasi antarpihak, hal itu akan membentuk lintasan yang berkontribusi pada masa depan keuangan syariah yang lebih inklusif dan berkelanjutan.





 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023