Jakarta (ANTARA) - Mantan anggota DPR periode 2014-2019 Hakam Naja mengatakan bahwa Indonesia sebaiknya belajar mengembangkan ekonomi syariah dari Malaysia yang kini menduduki peringkat pertama State of the Global Islamic Economy (SGIE). “Kali ini kita sudah jauh ketinggalan dari Malaysia, jadi kita perlu berguru dari Malaysia, tapi kita akan rebut posisi pertama SGIE pada suatu saat,” kata Hakam Naja dalam diskusi daring yang digelar INDEF, Kamis.

Menurutnya, untuk meningkatkan ranking Indonesia di SGIE yang kini berada pada posisi ketiga, pemerintah perlu menerapkan kepemimpinan yang melekat (embedded government leadership) seperti Malaysia.

Ia menuturkan bahwa pemerintah Malaysia tidak memisahkan antara peraturan terkait ekonomi konvensional dengan regulasi mengenai ekonomi syariah.

“Di Malaysia itu undang-undangnya (terkait ekonomi syariah) sudah termasuk di dalam undang-undang yang organik. Misalnya, undang-undang tentang konsumen, perdagangan, makanan, maupun pemerintah daerah itu semua sudah mengandung (peraturan terkait) ekonomi syariah,” ucap Hakam.

Tidak hanya Malaysia yang sama-sama merupakan negara dengan penduduk mayoritas Muslim, ia mengatakan bahwa negara-negara yang penduduk Muslimnya menjadi kelompok minoritas pun telah mengembangkan ekonomi syariah lebih baik daripada Indonesia, terutama pada ekspor produk halal.

Ia menyebutkan bahwa negara-negara dengan nilai ekspor produk halal tertinggi saat ini yaitu China, Brazil, India, dan Australia, sementara Indonesia berada di posisi ke delapan.

Menurutnya, hal ini terjadi karena negara-negara tersebut melihat sektor ekonomi syariah dari perspektif keuntungan ekonomi dan bisnis (matter of economy and business).

Hakam menuturkan bahwa Indonesia juga perlu menerapkan pola pikir yang sama, bahkan menjadikan pengembangan ekonomi syariah sebagai kepentingan nasional karena dapat meningkatkan perekonomian nasional, pemerataan pembangunan, serta pendapatan UMKM.

Ia pun menyatakan bahwa pemerintah Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi syariah, terutama di sektor pangan, mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk Muslim yang lebih besar dari Malaysia.

Selain itu, Indonesia telah memiliki lembaga pemerintah yang bertugas untuk melakukan sertifikasi dan penjaminan produk halal, yakni Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), tidak seperti sertifikasi produk halal di China, Brazil, Australia, maupun India yang masih dilakukan oleh pihak swasta.

Agar pengembangan ekonomi syariah nasional dapat terwujud secara optimal, ia mengatakan bahwa pemerintah perlu memasang tolok ukur (benchmark) maupun target tertentu.

“Nah, saya kira perlu ada benchmark, yakni mengalahkan Malaysia tahun 2030. Jadi kita targetkan pada 2030 kita akan melampaui Malaysia,” ucap Hakam.

Baca juga: Pakar: Perlu perbaikan prodi ekonomi syariah sesuai "demand" industri
Baca juga: Eks anggota DPR: Keberpihakan pada ekonomi syariah perlu ditingkatkan
Baca juga: Akademisi: "Mismatch" SDM ekonomi syariah masih jadi tantangan

 



Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024