Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Nur Hidayah memandang perlunya peningkatan kualitas program studi (prodi) yang berada dalam rumpun ilmu ekonomi dan keuangan syariah sehingga dapat melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang selaras dengan kebutuhan industri.

Hal tersebut dilakukan mengingat kondisi "mismatch" atau ketidaksesuaian antara lulusan dan kebutuhan industri masih menjadi tantangan dalam pembangunan SDM di bidang ekonomi dan keuangan syariah.

"Ini kan tentu saja artinya kita berkaca kepada kualitas pendidikan, untuk program studi yang berada dalam rumpun ekonomi dan keuangan syariah yang masih perlu terus ditingkatkan," kata Nur dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef) secara daring di Jakarta, Kamis.

Salah satu langkah yang dia rekomendasikan yaitu perombakan kurikulum ekonomi dan keuangan syariah agar lebih cocok dengan kebutuhan industri.

Perombakan tersebut, kata Nur, misalnya dapat dilakukan dengan mengintegrasikan antara bobot ilmu syariah murni dengan ilmu keuangan dan perbankan.

"Sehingga lulusan itu memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan tidak hanya ilmu syariahnya tapi juga ilmu di bidang keuangan dan perbankan. Kemudian mereka mampu menjahit dan meramu dan mem-blending itu menjadi sebuah skill kompetensi yang mumpuni di bidang ekonomi dan keuangan syariah," kata dia.

Menurut Nur, saat ini masih terjadi dikotomi antara perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan perguruan tinggi di bawah Kementerian Agama. Masalah dikotomi pada akhirnya turut berimbas pada kualitas program studi ekonomi dan keuangan syariah.

Dia menilai, saat ini nuansa keilmuan Islam tradisional dengan metode hafalan cenderung masih diterapkan di dalam PTKIN. Di sisi lain, menurut Nur, pengajaran yang menekankan pada aspek analisa kritis dan teknikal belum banyak dikembangkan di prodi-prodi ekonomi dan keuangan syariah, khususnya di PTKIN. Padahal, imbuh dia, kemampuan analisa kritis dan teknikal tersebut sangat dibutuhkan oleh industri terutama industri ekonomi dan keuangan syariah.

Oleh sebab itu, Nur mendorong pemerintah agar pengelolaan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKIN) dapat sepenuhnya berada di bawah satu atap Kemendikbudristek. Harapannya, PTKIN memiliki standar dan kualitas yang sama dengan perguruan tinggi pada umumnya.

"Menurut saya ini sudah eranya keterbukaan. Mari kita sama-sama tidak perlu lagi ada ekonomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum, kita satukan dalam satu atap di Kemendikbudristek agar standar semuanya itu menjadi sama," kata dia.

Selain itu, Nur juga mendorong agar pemerintah lebih memperbanyak proporsi beasiswa di bidang ekonomi dan keuangan syariah khususnya untuk para sarjana yang ingin melanjutkan studi ke luar negeri.

Diharapkan, para penerima beasiswa bisa membawa pulang praktik terbaik untuk disebarluaskan di prodi-prodi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Dengan begitu, sedikit demi sedikit kualitas prodi ekonomi dan keuangan syariah semakin meningkat.

Di sisi lain, perguruan tinggi juga harus terus menggencarkan riset agar hasilnya dapat bermanfaat untuk pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di tanah air.

Kemudian, Nur juga memandang perlunya mainstreaming pendidikan ekonomi dan keuangan syariah dari level pendidikan paling dini. Misalnya, menjadi muatan lokal wajib dalam kurikulum pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Menurut Nur, hal itu perlu dilakukan mengingat ekonomi dan keuangan syariah memang sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang merupakan agenda global. Apalagi, ekonomi dan keuangan syariah memiliki landasan yang kuat terhadap nilai-nilai keadilan, pemberdayaan kelompok lemah, hingga kesetaraan.

Baca juga: Eks anggota DPR: Keberpihakan pada ekonomi syariah perlu ditingkatkan
Baca juga: Akademisi: "Mismatch" SDM ekonomi syariah masih jadi tantangan
Baca juga: Wapres minta pesantren juga jadi pusat pemberdayaan ekonomi masyarakat

 

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024