Sukabumi (ANTARA) - Penerimaan peserta didik baru (PPDB) setiap tahunnya selalu riuh, bahkan tidak hanya orang tua murid yang was-was anaknya tidak masuk ke sekolah yang diharapkan.

Saat ini, sejumlah sekolah, baik yang berstatus negeri maupun swasta pun merasa cemas, sekolahnya hanya sedikit, bahkan tidak ada calon siswa yang mendaftar. Kejadian ini pun terjadi di wilayah Kota dan Kabupaten Sukabumi, sehingga orang tua menjadi resah dan sejumlah sekolah terancam, bahkan ada yang gulung tikar.

Salah satu yang menjadi permasalahan masih adanya doktrin sekolah favorit dan non-favorit, selain adanya kasus siswa titipan, hingga masalah zonasi.

Padahal status sekolah favorit hanya ada di benak dan pikiran orang tua murid serta oknum yang menjuluki sekolah tertentu merupakan favorit karena berhasil banyak mencetak lulusan terbaik.

Paradigma sekolah favorit saat ini harus diakui sudah melekat dalam pikiran warga, sehingga anaknya, baik yang hendak masuk sekolah tingkat dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) hingga sekokah menengah atas (SMA) dan sederajat, ingin dimasukkan ke sekolah berlabel favorit.

Sebenarnya seluruh sekolah, baik yang berstatus negeri maupun swasta, memiliki tujuan yang sama, yakni ingin memberikan yang terbaik untuk seluruh anak didiknya agar bisa berprestasi dan memiliki kemampuan serta berdaya saing.

Sayangnya label sekolah favorit tersebut seakan sudah menjadi doktrin yang dampaknya jumlah siswa yang mendaftar di setiap sekolah tidak merata, seperti ada sekolah yang pendaftarnya membeludak, sedangkan di sekolah lain hanya ada sedikit pendaftar, bahkan sampai ada yang nihil.

Contohnya pada PPDB beberapa waktu lalu ada 18 sekolah tingkat SMP yang seluruhnya berstatus negeri di Kabupaten Sukabumi, minim pendaftar, bahkan satu di antaranya tidak ada pendaftar sama sekali.

Data di Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi, dari 162 SMP negeri hanya 23 SMP yang jumlah pendaftarnya melebihi daya tampung. Tentunya, ini harus menjadi perhatian seluruh elemen masyarakat serta pemangku kebijakan agar kasus serupa tidak terjadi lagi di tahun-tahun berikutnya.

Maka dari itu, paradigma sekolah favorit pun harus segera dihilangkan dari pikiran masyarakat dan sudah menjadi tugas dari pihak terkait untuk memberikan edukasi kepada warga bahwa label sekolah favorit itu tidak ada, karena setiap sekolah mempunyai tujuan yang sama dan mulia yang mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tentunya label adanya label sekolah favorit ini juga berdampak kepada pelajar, di mana siswa-siswi yang bersekolah di sekolah non-favorit akan merasa minder, apalagi di masyarakat masih ada pemikiran bahwa pelajar yang bersekolah di sekolah favorit mereka adalah berprestasi.

Padahal kenyataan prestasi itu bisa diraih di seluruh sekolah, karena tidak ada jaminan anak yang bersekolah di sekolah favorit akan berprestasi dan sebaliknya tidak sedikit anak yang bersekolah di sekolah non-favorit yang berprestasi, karena semua itu dikembalikan lagi kepada masing-masing siswa.

Kita melihat banyak pelajar yang di sekolahnya tidak memiliki prestasi menonjol, tetapi setelah lulus mampu berprestasi, bahkan di atas pelajar yang memiliki prestasi di sekolahnya.


Penggabungan sekolah

Menyikapi masalah banyaknya SMP negeri di Kabupaten Sukabumi yang minim pendaftar, Bupati Sukabumi Marwan Hamami secara tegas menginstruksikan kepada dinas pendidikan maupun seluruh sekolah agar jangan menerima calon siswa titipan karena akan berdampak terhadap daya tampung dan pemerataan jumlah pelajar di setiap sekolah.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut orang nomor satu di Kabupaten Sukabumi ini mengambil langkah yang bisa terbilang ekstrem, tapi tujuannya demi keberlangsungan aktivitas kegiatan belajar dan mengajar (KBM) dan menjaga semangat para murid dan guru.

Cara yang dilakukan adalah menggabungkan beberapa sekolah yang berdekatan dan minim pendaftar. Dengan cara seperti ini, diharapkan di tahun mendatang tidak ada lagi sekolah yang minim pendaftar, apalagi sampai tidak ada yang mendaftar.

Meskipun demikian, penggabungan sekolah ini harus melalui kajian dari berbagai pihak serta dipastikan apa dampak positif dan negatifnya.

Dampak positif dengan penggabungan sekolah itu, tentunya akan mengurangi anggaran untuk tunjangan kinerja kepala sekolah dan juga diharapkan tidak ada lagi sekolah yang kekurangan siswa.

Saat ini, orang tua ini lebih selektif dalam memasukkan anaknya ke sekolah, karena kualitas pendidikan menjadi salah satu pertimbangan sekolah tersebut diminati atau tidak.

Maka dari itu, setiap sekolah, khususnya yang berstatus negeri, harus meningkatkan kualitas pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berprestasi, berkompeten dan berdaya saing.


Tidak memilah

Permasalahan yang selalu berulang setiap tahunnya saat PPDB juga dipengaruhi oleh sekolah yang memilah dan memilih calon murid, di mana murid yang dianggap berprestasi baik dalam bidang mata pelajaran maupun prestasi lainnya selalu mendapatkan "karpet merah" saat mendaftar untuk melanjutkan pendidikan.

Bahkan ironisnya menjadi rebutan sekolah-sekolah berlabel favorit, padahal calon murid tersebut tidak masuk dalam zonasi yang tujuannya untuk mendongkrak popularitas demi mempertahankan label favorit sekolah.

Seharusnya hal tersebut tidak boleh terjadi demi keadilan dan kesetaraan dalam dunia pendidikan. Di mana setiap sekolah wajib mengamalkan Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea IV tentang mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tentunya pembukaan UUD 45 itu harus dilaksanakan oleh setiap sekolah, karena sudah menjadi tugas utama mencerdaskan setiap generasi bangsa, meskipun pada akhirnya dikembalikan lagi anak tersebut. Namun yang terpenting pihak sekolah khususnya tenaga pengajar, sudah berjuang dan berusaha memberikan yang terbaik.

Selain itu, bukan berarti anak-anak yang tidak berprestasi di sekolah tidak bisa berprestasi di luar sekolah. Tapi alangkah baiknya anak memiliki prestasi di sekolah juga berprestasi setelah lulus.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023