Jakarta (ANTARA) -
Yayasan Save The Children Indonesia menyatakan bahwa Hari Anak Nasional harus menjadi momentum memperkuat komitmen untuk mengakhiri kekerasan pada anak.
 
“Temuan kami terkait kekerasan pada anak terutama perundungan sangat nyata menjelaskan bahwa anak berada di lingkungan yang tidak aman, bahkan beberapa dari mereka tidak berani melapor kepada siapapun," kata Chief Executive Officer (CEO) Save The Children Indonesia Selina Patta Sumbung dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
 
Berdasarkan riset Save the Children Indonesia pada akhir 2022 mengenai pemulihan pembelajaran di empat kota dan kabupaten di Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur, menemukan bahwa sekitar 66 persen atau 1.187 anak mengalami perundungan yang bervariasi.
 
Ejekan merupakan perundungan yang paling banyak ditemukan, yakni sekitar 92 persen. Bahkan, sekitar 37 persen anak mengaku pernah mengalami pemukulan.

Riset juga menunjukkan hanya satu di antara empat anak atau sekitar 24 persen yang berani melapor kepada orang tua bahwa mereka mengalami perundungan. Sebanyak satu di antara tiga anak atau 33 persen bahkan tidak melapor kepada siapapun ketika mereka mengalami perundungan.

"Perundungan dapat berdampak pada kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, jika ini tidak segera ditangani dengan baik maka Indonesia sulit mewujudkan generasi yang tangguh dan berkualitas demi mencapai Indonesia Emas 2045," ujar Selina.

Baca juga: FYI galang suara tolak obesitas pada anak semakin marak
 
Ia memaparkan perundungan juga menjadi salah satu penyebab kegagalan pembentukan karakter anak yang tangguh dan mampu beradaptasi.
 
Berdasarkan hasil riset, ditemukan bahwa 47 persen anak yang mengalami perundungan cenderung tidak memiliki teman, 28 persen bahkan mengaku tidak memiliki teman belajar kelompok, yang mengakibatkan turunnya motivasi anak untuk belajar, bahkan beberapa di antaranya terpaksa harus pindah atau memilih untuk putus sekolah.
 
Faktor utama yang berkontribusi meningkatkan angka perundungan adalah kurangnya pengetahuan mengenai perundungan dan bahayanya pada anak.
 
Selain itu, riwayat mengalami kekerasan termasuk pengasuhan dengan kekerasan, lingkungan masyarakat dan budaya permisif juga menjadi penentu meningkatnya angka perundungan.
 
"Diperlukan peran orang tua untuk melindungi anak dari kekerasan, dengan mengedepankan pengasuhan positif dan menjadi sahabat untuk anak, memenuhi hak partisipasi anak dan memberikan apresiasi pada setiap proses yang akan, sedang dan telah dilakukan anak," tuturnya.

Baca juga: Akademisi Unsoed menilai hak anak belum sepenuhnya diberikan

Peran para pendidik juga penting untuk dapat memahami psikologi perkembangan anak dan perlindungan anak, dengan memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kapasitas dan tumbuh kembang anak, termasuk kepada anak dengan disabilitas.
 
Begitu juga peran masyarakat yang penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya mencegah kekerasan pada anak.
 
Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga juga menyoroti isu perkawinan anak yang masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
 
"Perkawinan anak itu terjadi selain karena faktor kemiskinan, di beberapa daerah, itu terjadi tidak terlepas dari faktor budaya," katanya dalam acara Pembukaan Forum Anak Nasional di Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (20/7).
 
Untuk itu, ia meminta semua pihak dapat hadir untuk menjadi para pendamping anak-anak di seluruh Indonesia.

Baca juga: 644 anak ikuti Forum Anak Nasional di Semarang
Baca juga: Menteri Bintang pesan anak Indonesia agar terus ukir prestasi
Baca juga: Jelang Hari Anak Nasional, Forum Anak susun "Suara Anak Indonesia"

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023