Namun demikian, masalah keuangan, ekonomi, tata kelola, sosial, dan lingkungan seringkali menghambat kontribusi nyatanya
Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun menyatakan industri ekstraktif memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mendukung pembangunan berkelanjutan.

“Namun demikian, masalah keuangan, ekonomi, tata kelola, sosial, dan lingkungan seringkali menghambat kontribusi nyatanya,” ujar dia saat membuka The 5th Meeting of INTOSAI Working Group on Extractive Industries (WGEI), dikutip dari laman resmi, Jakarta, Selasa.

Untuk alasan ini, lanjut dia, Lembaga Pemeriksa atau Supreme Audit Institutions (SAI) dapat memainkan peran penting dalam mempromosikan transparansi dan akuntabilitas untuk memastikan bahwa pendapatan yang dihasilkan dari industri ini dipertanggungjawabkan dengan benar, dan sumber daya digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Lebih lanjut, BPK disebut memiliki peran penting dalam industri ekstraktif. Sebagai bagian integrasi dari Rencana Strategis BPK untuk mengaudit prioritas nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Indonesia, pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap isu-isu terkait energi, di mana terdapat tiga dari tujuh prioritas nasional terkait pengembangan energi.

Prioritas nasional 1 menyatakan bahwa energi terbarukan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri guna memperkuat ketahanan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang merata.

Kedua, prioritas nasional 5 mengedepankan sektor energi dan ketenagalistrikan untuk memperkuat infrastruktur guna mendukung pembangunan ekonomi dan layanan esensial.

“Terakhir, prioritas nasional 6 menempatkan pembangunan energi berkelanjutan sebagai tulang punggung untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang dapat meningkatkan pertumbuhan ketahanan iklim,” ungkap Isma.

Dalam rangkaian pertemuan tersebut, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VII BPK Hendra Susanto menerangkan peran pihaknya dalam melakukan beberapa audit penting terkait pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia, salah satunya pemeriksaan di PLN dan Pertamina.

BPK merekomendasikan PT PLN agar memiliki rencana yang detail dan aplikatif untuk perpaduan energi baru dan terbarukan. Pada Pertamina, BPK merekomendasikan untuk memiliki kebijakan perencanaan kegiatan eksploitasi yang mendukung kebijakan energi nasional dengan menggunakan energi baru dan terbarukan.

“Di tingkat pemerintahan, pemerintah perlu menetapkan peraturan pemerintah tentang energi terbarukan dan retirement coal untuk mendukung target net zero emissions, dan menetapkan road map implementasi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai di instansi pemerintah, dan angkutan umum,” kata Hendra.

Pertemuan kelompok kerja ini ini bertujuan untuk saling berbagi pengetahuan antara anggota WGEI dan organisasi internasional lainnya tentang isu-isu industri ekstraktif, terutama tentang transisi energi.

Pertemuan dihadiri juga, antara lain, oleh Pimpinan BPK, Ahmadi Noor Supit, Chair International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI) WGEI, Representative of Knowledge Sharing Committee (KSC) Chair, Representative of INTOSAI Chair, delegasi dari sejumlah negara anggota INTOSAI, antara lain Amerika Serikat, Irak, India, Uganda, Kuwait, dan Norwegia, serta Direktur Utama PT. Pertamina dan Direktur Utama PT. Aneka Tambang.

Baca juga: BPK menyampaikan empat kontribusi penting Agenda 2030 untuk SDGs
Baca juga: BPK paparkan urgensi peningkatan kualitas data untuk capai target SDGs


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023