Jakarta (ANTARA) -
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan bahwa tidak berlanjut-nya partisipasi Rusia dalam Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam berpotensi menimbulkan inflasi pangan dunia.
 
Hal ini mengingat pasokan pangan dunia tengah tergerus akibat ancaman gagal panen yang salah satunya disebabkan oleh El Nino. Untuk itu, dia meminta pemerintah mewaspadai dampak dari tidak berlanjut-nya partisipasi Rusia dalam inisiatif Biji-bijian Laut Hitam tersebut terhadap inflasi komoditas utama yang didistribusikan lewat inisiatif tersebut, di antaranya seperti jagung, gandum, dan bunga matahari.
 
"Meminta pemerintah menyusun strategi untuk mencegah munculnya dampak inflasi pangan dunia terhadap Indonesia dengan meningkatkan produksi dalam negeri guna mengendalikan harga," ujar Bamsoet, sapaan karib Bambang Soesatyo dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa.
 
Lalu, dia juga meminta agar Kementerian Pertanian berkoordinasi dengan pemerintah daerah, yakni Dinas Pertanian setempat, utamanya di daerah dengan sentra produksi jagung, gandum, dan bunga matahari, seperti di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.
 
Koordinasi ini untuk memberikan insentif serta akses pada bibit unggul demi meningkatkan hasil produksi dalam negeri yang berkualitas.
 
Menurut dia, pemerintah harus mengarahkan masyarakat untuk mencari beragam sumber alternatif agar harga bahan baku industri komoditas terkait tidak naik secara signifikan. Sebab, kenaikan harga gandum dunia dapat merambat pada produk-produk turunan, seperti kue dan roti, yang banyak dikonsumsi dan dibeli oleh masyarakat.
 
"Meminta pemerintah terus memantau hal tersebut dan mengantisipasi potensi kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang terimbas dari turunnya pasokan minyak bunga matahari di pasar dunia, dengan memastikan ketersediaan stok CPO untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu, baik untuk minyak goreng maupun biodiesel, sebelum melakukan ekspor," tambahnya.
 
Sebelumnya pada Senin (24/7), Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mendesak Rusia untuk kembali ke pembahasan untuk mengijinkan ekspor biji-bijian Ukraina melalui Laut Hitam, sejalan dengan usulan yang dia buat untuk Presiden Rusia Vladimir Putin.

Baca juga: Erdogan dorong Ukraina lanjutkan ekspor gandum lewat Laut Hitam
 
Rusia tidak melanjutkan pembahasan pada pekan lalu, beralasan karena adanya penolakan permintaan peningkatan ekspor makanan dan pupuk yang diminta dan bahwa tidak banyak biji-bijian asal Ukraina yang mencapai negara-negara miskin dari Kesepakatan Laut Hitam itu.
 
"Dengan penghentian Inisiatif Laut Hitam, golongan paling rentan adalah yang membayar harga paling tinggi," ujar Guterres dalam KTT Sistem Makanan PBB di Roma, Senin (24/7). "Ketika harga makanan naik, semua orang akan terkena dampaknya".
 
Sejak Rusia keluar dari kesepakatan dan mulai menyerang pelabuhan-pelabuhan pengekspor makanan Ukraina di Laut Hitam dan sungai Danube, harga saham gandum dan jagung meningkat secara global.
 
"Ini sangat menghancurkan terutama bagi negara-negara rentan yang berjuang untuk memberi makan rakyatnya," kata Guterres.
 
Guterres menyurati Putin pada 11 Juli dalam upaya terakhirnya untuk menyelamatkan kesepakatan tersebut. Ia mengusulkan Rusia memperluas kesepakatan --dengan batas harian empat kapal berlayar ke Ukraina dan empat kapal berlayar meninggalkan Ukraina-- sebagai imbalan untuk menghubungkan anak perusahaan Bank Pertanian Rusia, Rosselkhozbank, ke sistem pembayaran global, SWIFT.
 
Permintaan kunci dari Moskow adalah untuk menyambungkan Rosselkhozbank ke SWIFT. Uni Eropa memutuskan sambungan itu pada Juni 2022.
 
Kesepakatan biji-bijian Laut Hitam diprakarsai oleh PBB dan Turki setahun yang lalu untuk memerangi krisis pangan global yang diperparah oleh invasi Rusia ke Ukraina. Ukraina dan Rusia merupakan eksportir biji-bijian terbesar dunia.
 
Ekspor biji-bijian Rusia telah meningkat selama perang, namun ekspor amonia dan pupuk berbahan dasar potasium telah menurun drastis.

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023